Mohon tunggu...
Anthika Vispy
Anthika Vispy Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswi

Dosen : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak, CIFM, CIABV, CIBG Nama : Vispy Anthika Nim : 43219010081 Mahasiswi Akuntansi Universitas Mercubuana (Warung Buncit)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

TB2_ Teori Akuntansi Pendekatan Semiotika;Ferdinand de Saussure

23 Mei 2022   22:58 Diperbarui: 23 Mei 2022   23:09 2436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

  1. Sign (Tanda), Signifier (Penanda) dan Signified (Petanda)

sign-628b9ea4f1f29802940532a2.png
sign-628b9ea4f1f29802940532a2.png
 

Strukturalisme Perancis tidak dapat dipisahkan dari semiologi Saussure. Untuk dia, semiologi merupakan ilmu pengetahuan universal tentang ciri. Serta, ciri tidak cuma hanya kata, namun ciri mencakup kata serta konsep. Dengan kata lain, ciri merupakan campuran antara konsep serta cerminan akustik. Misalnya, arbor( maksudnya tumbuhan) merupakan ciri bahasa. Sebaliknya“ tumbuhan” merupakan konsep.

Linguistik yang ilmiah merupakan linguistik yang wajib cocok dengan ujaran- ujaran serta pola- pola yang dipaksakan( diterapkan secara konvensional) oleh warga bahasa. Langue merupakan objek linguistik yang konkret serta integral; dia ialah khasanah ciri sebab dia didasarkan pada kesepakatan sosial. Dengan metode pandang semacam ini, sesungguhnya pemikiran Saussure sejalan dengan Whitney: ciri bahasa merupakan bentuk psikis sebab dia tidak memikirkan bentuk dari parole.

 Dalam ciri bahasa wajib dibedakan: Awal, citra akustis( image acoustique) yang nobene bersangkutan dengan ingatan ataupun kesan bunyi yang bisa kita dengar dalam khayal, bukan dalam ujaran yang diucapkan. Salah satu khasiat konsep citra akustis merupakan kalau komponennya jelas batasnya.

 Citra akustis bisa ditafsirkan dengan tulisan secara teliti, sebaliknya bunyi tidak( contohnya: bunyi gemuruh, gimana menuliskannya dengan perkata?). Citra bunyi merupakan totalitas faktor fonem yang jumlahnya terbatas serta bisa diwujudkan dengan lambang tertulis yang jumlahnya proporsional. Kedua, bagian lain dari ciri bahasa merupakan konsep. Konsep lebih abstrak daripada citra akustis. Konsep bertabiat pembeda sekedar, serta secara langsung tergantung pada citra bunyi. Seperti itu sebabnya Saussure berkata kalau ciri memiliki 2 muka yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain: konsep itu signifie( yang diisyarati ataupun petanda) serta citra akustis itu signifiant( yang menandai ataupun indikator).Merupakan konkret dalam makna tidak terdapat satupun yang ditinggalkan dari defenisi yang dibutuhkan oleh sudut pandangnya sebab sudut pandangnya seperti itu yang menghasilkan objek: sudut pandang memastikan apa yang dikira konkret( merata) selaku lawan dari abstrak( sebagian). Saussure berkomentar kalau ciri merupakan berbentuk kalimat, klausa, frasa, morfem( afiks, inflektif, derivatif). Terdapat 2 tipe ciri: ciri tunggal serta ciri sintagma. 

Seluruh ciri tersebut mempunyai watak utama, ialah:

  •  Awal, prinsip arbitrer( kesemenaan). Kesemenaan ciri bahasa dalam makna tidak terdapat motivasi aspek bunyi dalam barang yang ditandainya serta cuma ada dalam ciri tunggal. Sebaliknya dalam sintagma, semacam kata majemuk, frasa ada motivasi relatif, misalnya wujud inflektif( pergantian nada suara) diwujudkan secara sama buat penuhi ikatan arti yang sama ataupun konstruksi sintaksis yang dipergunakan dalam suasana yang sama diwujudkan secara sama pula. Kesemenaan ialah wujud universal dari keahlian biologis manusia buat mengkoordinasikan serta mengasosiasikan( pada waktu yang sama) sehingga melahirkan sistem bahasa yang berbeda untuk tiap warga. Dengan kata lain, tempat manusia membuat sejarah pada dirinya. Namun wajib dicermati kalau karakteristik lambang tidak senantiasa semena, tidak hampa. Karena, terdapat sesuatu bawah dari jalinan natural antara indikator serta petanda. 

Misalnya, lambang keadilan, timbangan, tidak bisa jadi ditukar dengan sembarang lambang, misalnya dengan lambang kereta. Meski demikian, semena bukan berarti indikator bergantung dari opsi leluasa penutur melainkan semena merupakan tanpa motif.

 Buat paham gimana sesuatu kata diucap semena, marilah kita ikuti uarian ini: seketika aku berteriak kepada bapak aku yang kebetulan melalui di depan aku“ bapak, tunggu saya!”. Kata bapak di sana bertabiat semena ataupun tanpa motif sebab buat menyebut kata“ bapak” pasti aku tidak butuh berpikir terlebih dulu serta tidak butuh aku mencari- cari kata apa yang wajib aku serukan buat memanggil pria yang melalui di depan aku; serta tidak bisa jadi aku mengatakan: ya telah, aku panggil saja bapak aku selaku“ bunda”, tidak bisa jadi. Meski demikian, bila dalam wujud kalimat, langue tidak sepenuhnya semena sebab langue merupakan sesuatu sistem; serta sistem mempunyai nalar tertentu. Misalnya: Aku makan nasi( S+P+K), tidak bisa jadi aku balik: makan nasi aku. Namun malah sebab alibi inilah warga tidak sanggup mengganti langue semau hatinya.

 

  • Kedua, prinsip kelinearan ciri bahasa. Perihal ini sangat terlihat dalam signifiant, ialah dalam rangkain wicara. Serta, perihal ini yang membedakan bahasa dengan ciri lain( entah parole serta pula langage). Indikator akustis cuma terdapat dalam garis waktu; unsur- unsurnya terungkap satu persatu. Seluruh itu membentuk sesuatu rangkain.

 

  • Ketiga, prinsip tidak tertukarkan( ketakterubahan). Saussure berikan 4 alibi kenapa ciri tidak tertukarkan:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun