Tiba-tiba sedang asyiknya duduk sebuah kain sarung mengalung di leher, dengan tarikan yang kuat mencekik gue, membuat nafas hampir terhenti, gelas yang berisi air kopi pun jatuh dan pecah ke lantai,
"Teteh kopi hitamnya satu, yang biasa... kopi liong cap naga." bilang gue saat baru dateng ke warkop langganan deket rumah.
"Iya mal, tapi sebentar ya, nunggu tumis bumbu dulu, abis itu baru dimasak deh airnya." Jawab Teteh warkop.
"Siap teh, ditunggu kok pokoknya mah". Sambil duduk menghadap jalan, tangan nyomot gorengan yang masih hangat.
Sebelumnya perkenalin nama gue Kamal, orang Depok yang numpang lahir di Jakarta. Gue paling suka nongkrong di warkop, apalagi kalo gorengannya hangat (?) Not important lanjut ke cerpen aja. Pada saat itu, Mentari katulistiwa tersenyum merekah di Kota Depok air embun masih bersemayam di atas daun-daun segar nan hijau, suara burung-burung hilang entah kemana, jalanan yang masih basah karena hujan semalam melengkapi indahnya hari, waktu menunjukan jam delapan pagi, tapi gue udah di warung kopi kepanjangan dari Warkop, mumpung hari Minggu dan cuacapun terlihat cerah, sayang-sayangkan gak dimanfaatkan buat melihat dan bercengkrama dengan lingkungan sekitar, siapa tahu aja ketemu tetangga-tetangga yang ngopi juga di pagi hari serta anak-anak kost'an yang baru pindah ke lingkungan sini. Maklum lah gue tinggal di kota Depok, lebih tepatnya di Jalan Margonda (perbatasan Depok-Jakarta) selain terkenal dengan sebutan kota belimbing Depok juga salah satu kota yang disebut sebagai raja kost-kostan, soalnya wilayah yang merupakan bagian dari Provinsi Jawa barat ini di kelilingi berbagai kampus ternama, Seperti Universitas Indonesia (UI), Universitas Gunadharma, Bina Sarana Informatika (BSI) dan masih ada lagi kampus-kampus lainnya, belum lagi para pekerja mal-mal di Wilayah sini, pokoknya dari mahasiswa sampai pekerja sudah berbaur dengan warga setempat. Saat asik ngunyah gorengan, temen gue Alan lewat dengan motor Honda CB jadulnya, blarrr... blarrr... blarr... brem...brem. karena melihat gue di warkop, maka dia berhenti dan menstandarkan motornya langsung nyamperin gue.
"Woi mal, ngopi di warkop gak ngajak-ngajak lu" tegor Alan dengan muka sedikit kesel.
"Bukannya gak mau ngajak lan, tapi emang gak kepikiran buat ngajak elu haha" jawab gue dengan candaan.
"Yee... malah ketawa, lu gak tau Gue lagi galau, bete, pusing, gundah-gulana pokoknya macem-macemlah" sambil duduk disamping gue.
Alan itu temen gue sewaktu kecil, kecil banget deh sampe harus pakai Lup(kaca pembesar) melihat pertemanan gw sama dia saking kecilnya.
"Lu kenapa si, pagi-pagi udah kesel, jiplakan iler aja masih berbekas itu di pinggiran bibir" kembali gue tanggepin dengan bercanda.
"Ahh elu mah mal bisa aja, jadi gini mal gue tuh bingung, kenapa sampai saat ini gw masih jomblo, kenapa mal kenapa??" dengan suara agak meninggi.
"Mungkin Tuhan berencana lain lan, makanya sampai saat ini dan detik ini pula elu masih diberikan kejombloan hahaha, ngomong-ngomong lucky mana?" Tanya gue sama alan.
Tiba-tiba dengan muka tertunduk, kepala memakai kupluk sweeter berwarna hitam, celana jeans sobek-sobek, seseorang menghampiri ke arah gue, dia diri tepat di hadapan gue dengan tangan mengepal. Gue menengok ke Alan mendongakkan kepala sebagai kode "siapa dia" Alan pun dengan suara pelan serta menggelengkan kepalanya menjawab "nggak tahu". Semakin penasaran siapa dia sebenernya, agar tetap tenang dan rileks, gue mencoba menggenggam gelas kopi yang sudah jadi, lalu menyeruput dengan suara lantang "sruuuuppp ahh" dan meletakan kembali gelas di tatakanya. Hawa yang tadi sejuk berubah panas, suara-suara di sekitar hilang, tinggal suara hati dan suara Alan yang berkata sambil menepuk pundak gue.
"Cabut dulu ya, gue lupa nyokap minta anterin beli kembang tujuh rupa" sekilas gue bingung, dan tak menjawab pamitan si Alan yang langsung menyalahkan motor dan pergi
Hati semakin bertanya-tanya, nyali kembang-kempis, "siapa sih orang ini, bajingan" gumam gue kepada angin, Gue menatap muka dia yang tertutup kupluk, lalu berdiri memberanikan diri untuk membukanya, langsung aja gue raih kupluknya lalu tarik kebelakang.
"Lah... kok gak ada mata, idung, sama mulutnya, jancuuk mukanya rata astaghfirullah Setaaannnnn" gw teriak sekenceng-kencengnya sambil angkat kaki dari warkop.
Gue tinggalin banda-banda macem handphone, dompet, rokok serta korek-koreknya di atas meja warkop, gak peduli yang penting selamat. Gue lari pelan-pelan sesekali nengok ke belakang, apakah setan itu ngikutin apa enggak, seketika juga tiang listrik jatuh saling bersilangan, rumah-rumah hancur, pepohonan sekitar pada rubuh, dan bumi bergoyang.
"Allah hu Akbar, ada apa ini? Aspal yang gue injek juga mulai longsor dan ingin memakan gue aaaaahhhhhhhhhhh..."
Gue terbangun tepat pukul sepuluh malam." Hadduhhhh...ternyata tadi cuma mimpi Ya Allah, tidur jam delapan bangun-bangun jam segini" dengan peluh di sekujur tubuh, seakan kipas yang berputar di atas kasur tak berpengaruh, hati mendadak kisruh lamunan menatap bingung tak acuh membayang bila mati dan terbunuh. "Huuuuuhhh" ucap gue sembari bangun dari kasur untuk berjalan ke arah dapur mengambil minum. Langkah demi langkah gue lewati ruangan satu persatu tertunduk lesu menatap wajah ubin, seketika bulu kuduk berdiri, terasa ada seseorang yang mengikuti. Dalam hati berkata, mungkin efek mimpi tadi. Setelah minum gue berfikir karena waktu masih sore dan belum terlalu larut. Alangkah baiknya gue bikin kopi, dengan begitu membuat jiwa dan raga segar kembali. Singkat cerita setelah kopi hitam sudah dibuat, gue jalan menuju ruang tamu, tapi kok ada yang aneh.
"Perasaan dirumah gue gak ada kursi goyang yang terbuat dari kayu, siapa yang beli" ngomong gue di dalam hening.
Sambil gue liat-liat tuh bangku goyang semakin gak peduli itu dari mana. akhirnya gue seruput tuh kopi yang ada di tangan dengan santai "sruupp" sambil berkata "mantaaplah, masa enggak pula" gw coba dudukin kursi goyang itu dengan perlahan, nikmati malam itu dengan sedikit memejamkan mata dan segelas kopi hangat yang menemani, tiba-tiba sedang asyiknya duduk. Sebuah kain sarung mengalung di leher, dengan tarikan yang kuat mencekik gue, membuat nafas hampir terhenti, gelas yang berisi air kopi jatuh pecah ke lantai, tangan gue mencoba melepas ikatan kain yang terikat kencang. "Aaaaaaaaahhh, siapa ini" gumam gue sambil
meringkih kesakitan. Dengan suara samar-samar terdengar seseorang berkata.
" I kill you."
Gue terperanjat dari bangku warkop, dan berteriak "aaaaaahhhhhh ampun ya Allah"
"Mal, mal, kamu kenapa?" Tanya teteh warkop sambil menepuk punggung gue yang sedang tertidur dan berteriak.
"Astaghfirullah, ketiduran di warkop" ucap gue yang kepalang kaget bukan main melihat sekeliling orang-orang sekitar yang pada beli di warkop matanya tertuju pada gue.
"Iyaa mal, kamu ketiduran pas ujan tadi jam empat sore" celetuk teteh.
"Iyaa teh, udah ketiduran mimpi buruk lagi. Haduh ada-ada aja dah ahh" jawab gue.
"Yaudah, mau dibuatin kopi hitam lagi gak mal? Yang tadi gelasnya udah teteh cuci. Lagi pula udah habis juga kan"
"Hah? Kopi lagi? Gue jadi ngopi tiga kali dong, berharap jangan mimpi lagi yaaaaaa, gue capeee" sambil menepok jidatt.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H