Mohon tunggu...
Antareja -
Antareja - Mohon Tunggu... -

Pengamat perilaku manusia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menggunjing Merupakan Mekanisme Kontrol Sosial

20 Januari 2014   08:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:40 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menggunjing dalam taraf tertentu berfungsi sebagai mekanisme pengawasan sosial. Kita menggunjingkan Anas, Bu Ani, atau Pak Beye adalah contohnya. Berfungsi dengan baik atau tidak sangat tergantung pada anggota masyarakat dan individu yang dipergunjingkan.

Menggunjing dalam fungsi lain adalah sebagai tukar-menukar informasi. Pihak-pihak yang terlibat dalam pergunjingan biasanya terbatas dalam kelompok kecil. Mereka terlibat dalam komunikasi kelompok (small group communication). Pihak-pihak ini melakukan kontak secara langsung memperbincangkan segala hal.

Topik pergunjingan tidak memfokus pada satu hal tertentu, melainkan menyebar tak beraturan. Alur komunikasinya pun berkelok-kelok. Terkadang pergunjingan dilakukan dengan durasi yang lama untuk satu topik, dan dilakukan singkat untuk topik yang lain.

Pada masyarakat yang masih sederhana struktur sosialnya, pergunjingan dilakukan dengan maksud utama sebagai katarsis (penyaluran) pikiran-pikiran yang mengendap beberapa hari yang lalu. Mungkin karena alasan tertentu orang tidak bisa menyalurkan pikiran-pikirannya. Bisa juga maksud itu sebagai cara menyebar-luaskan informasi yang mereka anggap penting. Baik informasi pribadi maupun informasi di luar yang bersifat pribadi.

Dalam masyarakat yang kompleks

Dalam masyarakat yang kompleks pergunjingan dengan tatap muka (face to face communication) tetap dilakukan. Meskipun, para anggota masyarakat memiliki aktivitas yang semakin banyak dan sering dilakukan sendirian dan konsentrasi penuh. Masyarakat yang kompleks dan canggih menghadapi peran individu semakin banyak. Kebutuhan semakin banyak. Tatap muka menjadi semakin berkurang.

Namun bukan berarti pergunjingan jarang dilakukan. Banyak teknologi yang malah memfasilitasi pergunjingan pada masyarakat yang kompleks dan modern. Media sosial, misalnya, adalah contohnya.

Perbedaan karakteristik menggunjing pada masyarakat sederhana dan masyarakat yang kompleks adalah pada topik, tataran, dan tujuan.

Masyarakat sederhana menggunjing dengan topik yang terbatas sesuai dengan aktivitasnya yang terbatas pula. Masyarakat agraris menggunjing tentang dunia pertanian, musim tanam, harga komoditas, atau kualitas pupuk. Kedalaman pergunjingan topiknya tidak mendalam sesuai tingkat pendidikan yang masih rendah.

Tataran pergunjingan pada masyarakat sederhana dilakukan terbatas pada tatap muka di antara tetangga dan kenalan dekat. Namun, beberapa anggota masyarakat memiliki mobilitas yang tinggi. Mereka ini sering membawa informasi-informasi baru kepada penduduk sekitarnya. Mereka inilah yang sering menjadi agen perubahan sosial karena tingkat kekosmolitannya yang tinggi itu. Meskipun demikian tataran pergunjingan masih tetap pada tataran tatap muka.

Seperti telah disebutkan di atas, pergunjingan dalam masyarakat sederhana terbatas pada penyaluran pikiran-pikiran yang telah memenuhi memori anggota komunitas. Sehingga, tujuannya menjadi semacam katup penyelamat (safety valve) hubungan antarpersonal. Selain hal-hal positif, isi yang dipergunjingkan kadang-kadang terbatas memperbincangkan gaya hidup, perilaku negatif para kenalan mereka, dan rasa iri terhadap tetangga, misalnya.

Pergunjingan masyarakat kita dewasa ini

Kini masyarakat kita sudah menjadi kompleks dan canggih. Hubungan sosial meningkat dari hubungan sosial yang bersifat kohesif (akrab) berubah menjadi hubungan yang bersifat relasional. Ekonomi uang dan berubahnya barang-barang menjadi komoditas yang dinilai secara ekonomis menyebabkan topik pergunjingan juga bergeser. Orang menggunjing lebih banyak tentang topik-topik yang berkaitan dengan untung-rugi ekonomis. Topik yang menjadi pergunjingan pun melebar ke segala arah seiring semakin banyaknya keperluan dan kebutuhan hidup.

Fokusnya pun melintasi batas-batas teritorial komunitas. Orang tidak lagi bergunjing tentang dunia alam sekitarnya dan orang-orang di dalamnya. Tokoh-tokoh ekonomi, politik, keagamaan, dan selebritas menjadi fokus perhatian. Apalagi media massa telah menjadi bagian kehidupan sehari-hari. Kendatipun demikian, topik dan fokus pergunjingan tidak sepenuhnya ditinggalkan. Masyakarakat kita masih berbincang tentang sekitarnya, meskipun terbatas dan jarang.

Masyarakat kini dengan fasih mengguncing segala hal. Sebagian besar individu memiliki tingkat kekosmopolitanan yang tinggi akibat semakin mudahnya mobilitas dan masifnya media.

Pergunjingan pada masyarakat kita dewasa ini telah bergeser ke tataran dunia maya. Dengan chatting, email, fitur-fitur messenger, SMS, telepon, dan sebagainya yang merupakan produk teknologi komunikasi yang baru orang melakukan pergunjingan. Tatap muka yang sebelumnya menjadi tataran utama pergunjingan menjadi berkurang intensitas dan durasinya.

Pada masyarakat kita pergunjingan juga masih menjadi wahana katarsis dan safety belt seperti pada masyarakat sederhana. Bedanya dalam konteks ini adalah fokus dan topik penyaluran pikiran-pikiran sumpek. Interaksi sosial yang sering mengganggu keseimbangan mental individu disalurkan melalui curhat (curahan hati), komplain, bahkan ungkapan mencaci maki terhadap keadaan.

Di luar itu semua, menggunjing adalah bagian dari sistem sosial. Kritik-kritik dan keluhan-keluhan kadangkala menjadi cara memperbaiki perilaku oleh pihak yang dipergunjingkan. Bisa juga hal itu untuk memperbaiki perilaku pihak-pihak yang terlibat dalam diskusi sebagai bentuk baru pergunjingan karena berfungsi sebagai cermin untuk introspeksi.

Tetapi di dalam masyarakat dewasa ini juga masih terdapat individu-individu yang kurang terpelajar, berwawasan sempit, sifat egoisme yang tinggi, primordial, dan kurang pengalaman. Mereka-mereka ini berpotensi merusak pergunjingan sebagai mekanisme kontrol sosial. Ini karena mereka berkomunikasi dengan cara-cara yang dapat mengakibatkan communication breakdown, yaitu komunikasi yang berakibat rusaknya hubungan sosial.[]]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun