Oleh. Purwalodra
[caption id="attachment_337139" align="alignright" width="300" caption="Foto koleksi pribadi"][/caption]
Rasanya kok sulit sih menulis kalimat awal. Apa yang akan kutulis, hanya menjadi buah fikiran saja di minggu pagi ini. Sementara, hasrat menulisku belum mampu memotivasi sepuluh jemariku, menari-nari diatas tombol-tombol laptop, meski beratus-ratus kalimat sudah berebut pengen keluar. Namun, semua portal dalam kepalaku berusaha menyeleksi, mana saja kalimat yang boleh keluar, dan mana yang nggak boleh mucul di dalam layar laptop. Kemelut kemudian muncul di batok kepalaku, bising dan saling mengatakan kurang bagus. Ketika jemari telunjukku menyentuh salah satu tombol komputer, semua kata-kata yang akan keluar, hanya bisa berhenti di kerongkongaku saja.
Ketika terlintas lagi, ide tentang kata-kata untuk mengisi awal kalimat, buru-buru aku membuka file document yang belum ada namanya itu. Kali ini kata-kata itu hanya bisa menari-nari diatas lidah. Tadinya sih jelas, kalimat apa yang bakal mengawali tulisanku, ketika tahu kata-kata tadi tak mampu sampai ke tombol-tombol laptop, kesalnya bukan main, dan terpaksa aku membaca lagi file-file yang sudah ku download dari internet, sekedar untuk menambah motivasiku dalam menulis. Baca lagi, baca, dan baca ... begitu seterusnya. Fikiranku berteriak, "kapan nulisnyaaaaa .. !!!"
Kerja keras, untuk bisa membaca dan menulis, menjadi bagian hidup disela-sela nafas kegiatanku. Tidak jarang terbersit, keinginan untuk terkenal, kadang takut dikritik, bahkan sering merasa minder sama orang lain, sama orang yang jauh lebih muda dariku, tulisannya ada dimana-mana. Di Koran nasional dan daerah, bahkan ada di situs-situs internet yang paling diminati banyak orang. Sifat minder ini mungkin jadi penyakit yang sulit kusembukan sekarang.
Sampai beberapa paragraph inipun belum jelas, apa sebenarnya yang akan kutulis, biar aja, yang penting kedua jari tengah dan telunjukku masih ingin bermain-main dengan tuts-tuts laptop ini. Aku membiarkan jari-jariku menari, apa saja. Kadang-kadang aku biarkan jari kelingkingku ikut-ikutan menekan tuts, mekipun si jempol cemburu, ingin nimbrung, menyerimpung jari telunjuk dan jari tengahku.
Nah, ketika mulai lancar begini, tiba-tiba istri menyuruhku makan siang. Anak bontotku minta dibuatkan es sirop, bahkan minta diantarkan handuk ke kamar mandi. Anak keduaku berisik dengan PS-nya, dan tahu-tahu minta dibuatin mie instan. Anak pertamaku, paling ogah menggangguku, ia asik belajar, tapi kalau sudah muncul permintaan, tuntutannya pantang di tolak. Pada awalnya, gangguan ini, bisa  mematikan semua ide-ide cemerlangku. Sangat mengganggu konsentrasiku, tapi lama-lama, kok bisa ya dijadikan bahan tulisan alias jadi sumber inspirasi juga. Mungkin ini yang disebut hikmah dari buah kesabaran dan berfikir terbuka. Tapi, sampai sekarang aku juga nggak paham, apa sih, sebenarnya makna sabar dan berfikir terbuka itu ?.
Contoh aja barusan, anak bontotku memintaku untuk jalan-jalan nanti sore, "jangan nulis melulu, jalan-jalan dong Pa ?" Sementara, anak keduaku memintaku, "Pa selesai nulis, buatkan mie goreng, ya ?" Sedangkan anak pertamaku yang sudah kuliah semester V, yang kebetulan lagi menikmati libur mingguan di rumah, memintaku untuk membeli buku. Anehnya, istiku, yang sering mengeluh, bahwa situasi rumah yang berantakan, seperti kapal pecah selalu bilang, "Semua nggaaaak pada peduli, sandal dimana-mana, mainan tidak pada tempatnya, pakaian belum diseterika, buku berserakan ! Uuuuuggh ! Gubraaak ...". Istriku membanting badannya di tempat tidur, sambil berteriak lagi, "jangan lupa nanti ke bengkel, sudah tiga bulan motor nggak di servis !!!." Capeeek dech !. Kesal hanya meledak dalam hati aja, "Emang gue pikirin !" jawabku lirih. Tapi setelah itu, napa tulisanku jadi mandeg total gini !.
Selesai, memenuhi kebutuhan semua anak-anak, maksi, trus beres-beres rumah, nyuci piring, ngisi bak mandi, shalat dzuhur dan bikin kopi. Baru aja pantatku mendarat di kursi, dan siap mengetik. Hujan tiba-tiba turun. "Pa, ruang dapur bocooor ! Peduli dooong !" dengan sigap aku tinggalkan laptopku, lantas berjibaku alias kerja keras mengatasi bocor dengan ember seadanya. Setelah situasi tenang, aku kembali duduk manis di depan laptop, dengan segumpal harapan bisa selesaikan tulisanku. Nah lho ... !, justru sekarang knapa isi batok kepalaku jadi kosong, song, song, song begini ... !!!. Wallahu A'lamu Bishshawwab.
Bekasi, 22 November 2014.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H