Oleh. M. Eko Purwanto
Setelah Tarawih, halaman Masjid masih dipenuhi hujan yang turun cukup lebat. Di depan pintu keluar Masjid, saya memandangi butiran hujan yang berhamburan diatas genangan. Udara dingin yang berbisik halus, menyelimuti kerinduan saya pada seorang teman, dan mengantar langkah kaki ini pergi ke rumah seseorang yang kebetulan dekat dengan tempat dimana saya menyelesaikan rekaat demi rekaat tarawih malam ini.
Berhutang Pada Diri Sendiri
Dengan agak tergopoh-gopoh, sampai juga saya di depan warung milik teman dan mengucap salam, "Assalaamu'alaikuuuum." Namun, tidak spontan saya dengar yang punya rumah menjawab salam saya, meski menurut saya suara salam tadi pun terdengar oleh beberapa tetangga di kiri-kanannya. Sebelum ucapan salam sekali lagi terucap, suara langkah yang mengayun cepat menghampiri saya dengan sedikit terkejut. Dari dalam warung Istri teman saya menyapa, "oh... dik Eko !, masuk masuk !. Hujan-hujan begini sempet-sempetnya bisa mampir kesini ?," sambil membuka pintu rumah di sebelah warungnya.
Belum sempat saya menjawab pertanyaan ini, istri teman saya menimpalinya lagi, "maaf lho dik tadi saya ada di belakang, jadi nggak tahu siapa yang mengucap salam."
"Nggak apa-apa bu, Pak Sapar ada ?."
"Ada, silahkan duduk dulu. Bapak nggak Tarawih hari ini alasannya hujan katanya."
Perlahan sambil meletakkan pantat di kursi tamu, saya sedikit basa-basi, "iya, tadi sudah mendung sebelum magrib bu, pas menjelang Isya' hujan cepat sekali turun."
"Tadi waktu ke Masjid apa nggak kehujanan ?"
"Alhamdulillah sebelum Adzan Isya', saya sudah ada di Masjid, jadi nggak ketemu hujan."
"Iya," jawab istri temanku dan memanggil-manggil suaminya. "Paaak... ditunggu dik Eko nih di depan !."