Mohon tunggu...
Wira D. Purwalodra (First)
Wira D. Purwalodra (First) Mohon Tunggu... Penulis - Let us reset our life to move towards great shifting, beyond all dusruption.

Saatnya menyibak RAHASIA kehidupan semesta yang Maha Sempurna ini, dengan terus menebar kebajikan untuk sesama dan terus membuat drama kehidupan dan bercerita tentang pikiran kita yang selalu lapar, dahaga dan miskin pengetahuan ini. Sekarang aku paham bahwa kita tidak perlu mencapai kesempurnaan untuk berbicara tentang kesempurnaan, tidak perlu mencapai keunggulan untuk berbicara tentang keunggulan, dan tidak perlu mencapai tingkat evolusi tertinggi untuk berbicara tentang tingkat evolusi tertinggi. Karena PENGETAHUAN mendahului PENGALAMAN.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Samudra Kepentingan?!

6 Juli 2023   12:05 Diperbarui: 6 Juli 2023   12:16 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Oleh. Wira Dharmadumadi Purwalodra.

Setiap langkah kecil yang menyapu,
jalan kehidupan.
Lahir kejahatan dari lapisan-lapisan  halus,
pengabdian.
Tumbuh bak tubuh yang terus membesar, dan
bermain-main dengan kendali wewenang.

Kadang mereka disebut penjaga hati.
Namun, justru mengejar kepentingan pribadi.
Mengunakan tahta sebagai kapal-kapal kepentingan.
Diam-diam mengeruk samudera, dan
meninggalkan kotoran.
Dengan, selimut tipu-tipu, tanpa kompetensi.

Mereka terus memainkan harta orang.
Mengeruk semua kepentingan umum.
Menjadi istana di tengah kemelaratan.
Tak perduli, Sang Maha Segalanya, murka.

Permainan mereka tak lagi  indah,
penuh rekayasa di kepala.
Berkolusi disepanjang layar kehidupan,
hanya untuk dirinya sendiri.
Saat mata dunia tertutup, mulut terkunci,
mereka bebas berbuat tanpa emphati.

Mereka tak rasakan pahitnya derita dan nestapa.
Kekayaan mengalir tanpa kendali.
Masa depan orang lain, terenggut tanpa ampun.
Nasib anak-anak bangsa terbakar,
api kemarahan dan ego kotor.

Lembaga, tempat kita menyaring ide-ide.
Mestinya, jadi cahaya yang tak menyilaukan,
bagi siapapun.
Mestinya, dapat mensucikan siapapun,
termasuk keserakahan dan kebutaan syari'at.
Mereka masih bermain dalam kegelapan.

Masihkah, kearifan menghuni relung-relung nurani ?!
Masihkah, semerbak bijaksana tebarkan wewangian ?!
Ungkap kebenaran yang diam terpendam.
Bakar kapal-kapal dan tenggelamkan,
dalam samudera kepentingan mereka sendiri.

Ketika, tiupan angin dianggap kesejukan,
percikan petir dianggap kesyahduan,
kemarau dan derasnya hujan dianggap kenyamanan,  
Sang Maha Adil tetap terjaga dan selalu bicara.

Bekasi, 06 Juli 2023.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun