Mohon tunggu...
Wira D. Purwalodra (First)
Wira D. Purwalodra (First) Mohon Tunggu... Penulis - Let us reset our life to move towards great shifting, beyond all dusruption.

Saatnya menyibak RAHASIA kehidupan semesta yang Maha Sempurna ini, dengan terus menebar kebajikan untuk sesama dan terus membuat drama kehidupan dan bercerita tentang pikiran kita yang selalu lapar, dahaga dan miskin pengetahuan ini. Sekarang aku paham bahwa kita tidak perlu mencapai kesempurnaan untuk berbicara tentang kesempurnaan, tidak perlu mencapai keunggulan untuk berbicara tentang keunggulan, dan tidak perlu mencapai tingkat evolusi tertinggi untuk berbicara tentang tingkat evolusi tertinggi. Karena PENGETAHUAN mendahului PENGALAMAN.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Melucuti Kehendak Bebas

8 November 2014   16:38 Diperbarui: 12 Oktober 2017   01:05 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh. Purwalodra

Manusia memiliki kehendak bebas, apapun yang kita mau bisa dilakukan. Tinggal pilih saja, mau yang hasilnya baik ato yang menyakitkan. Mau pilih yang menyenangkan ato yang menyedihkan, semua berada dalam kehendak bebas kita sebagai manusia. Tentu saja, bahwa kehendak bebas ini tidak lepas dari egokita, yang cencerung menginginkan segala sesuatu yang belum tentu bermanfaat bagi diri kita sendiri. Oleh karena itu, ketika kita mampu melepas kehendak bebas ini, berarti yang berkehendak di dalam diri kita adalah Tuhan Semesata Alam, yakni Allah Swt.

Mungkin kita pernah menyimak kisah seorang Nelson Mandela, almarhum, ia adalah seorang Presiden Pertama Afrika Selatan yang terpilih secara demokratis. Sebelumnya, ia adalah tahanan politik selama 27 tahun, karena menentang sistem yang bersifat diskriminatif di Afrika Selatan, yang banyak juga dikenal sebagai Apartheid. Setelah menjadi presiden, ia tidak pernah terdorong untuk membalas dendam, namun justru mendorong proses perdamaian dan pengampunan, guna membangun masyarakat Afrika Selatan yang baru. Mengapa ia bisa melakukan itu ?. Inilah gambaran bagaimana manusia mampu melucuti kehendak bebasnya dihadapan manusia lain yang pernah membuatnya menderita selama lebih dari setengah usia hidupnya.

Seorang Nelson Mandela bisa saja menggunakan kekuasaannya sebagai presiden, untuk memenjarakan musuh-musuhnya atau bahkan menghukum mati mereka. Namun, yang terjadi ternyata ia mengampuni semua musuh-musuhnya tanpa syarat apapun. Mungkin inilah yang saya sebut sebagai kemampuan untuk melucuti kehendak bebasnya, alih-alih sebagai upaya untuk menguasai egonya sebagai manusia. Kemampuan inilah yang sulit sekali dicontoh oleh sebagian besar kita manusia, di muka bumi ini. Lalu apa yang terjadi setelah proses pengampunan itu dia lakukan ?. Ternyata hadiah besar dari Tuhan Semesta Alam ini, tidak lain dan tidak bukan,  adalah kebahagiaan, kedamaian dan kebebasan dari orang yang melakukan pengampunan tersebut. Subhanallah ... !!!

Ada semacam kekuatan batin yang mendorong Nelson Mandela untuk melakukan hal-hal yang tidak mungkin. Pengampunan setelah pengalaman ketidakadilan adalah tindakan yang luar biasa mulia, namun amat sulit untuk dilakukan. Orang harus memiliki kekuatan batin dan kedamaian hati yang mendalam, supaya bisa melakukan itu.

Terkadang, manusia berada di atas, dan dia merasa bahagia. Namun, terkadang, ia berada di bawah, dan merasakan penderitaan. Maka dari itu, manusia tidak perlu untuk mengeluh atas keadaannya. Ketika ia menderita, ia harus ingat, bahwa roda terus bergerak, dan ia akan segera mengalami kebahagiaan. Sebaliknya juga benar, bahwa ketika ia bahagia, ia harus bersiap akan penderitaan yang menanti di depan matanya. Itulah roda kebahagiaan dan roda takdir bagi setiap manusia.

Untuk bisa menjalani itu semua, manusia haruslah bersyukur atas apa yang telah ia punya. Ia harus belajar melihat ke belakang dan kemudian menyadari, bahwa banyak pula kebahagiaan yang telah ia dapatkan, di samping penderitaan yang ia alami. Lagi pula. Apabila kita berpikir lebih dalam, yang rapuh sebenarnya bukanlah kebahagiaan itu sendiri, tetapi apa yang kita kira sebagai pembawa kebahagiaan, yakni harta, kehormatan, kenikmatan dan kekuasaan. Semua itu akan berlalu, dan hanya akan membawa kepalsuan bagi hidup manusia.

Kebahagiaan yang sesungguhnya itu tidak berada di luar manusia, misalnya di benda-benda atau uang atau kekuasaan, tetapi justru berada di dalam diri pribadi kita sebagai manusia. Hanya kita yang dapat menemukan dan merengkuhnya. Tidak ada orang lain yang bisa mengambil kebahagiaan tersebut. Tidak ada peristiwa yang bisa menghancurkan kebahagiaan itu.

Berbagai musibah dan penderitaan boleh datang. Namun, itu semua tidak akan menghancurkan kebahagiaan sejati di dalam hati kita tersebut. Sebaliknya, semua musibah dan penderitaan itu justru bisa mendorong kita menjauhi kenikmatan semata, dan mulai mencari kebahagiaan yang sesungguhnya di dalam hati kita. Hal-hal jelek dalam hidup kita justru mendorong kita untuk mencari apa yang paling penting dari hidup ini.

Kekuasaan, kebebasan dan kedamaian yang menjadi rahmat bagi manusia sudah Allah janjikan dalam QS. Al Jatsiyah : 13,  yang artinya, "Allah telah menundukkan bagi kalian apa-apa yang ada di langit dan di bumi semuanya." Lalu dalam QS. Ibrahim : 33, "Allah telah menundukkan bahtera bagi kalian agar dapat berlayar di lautan atas kehendak-Nya." Dan ayat lainnya yang menjelaskan apa yang telah Allah karuniakan kepada manusia berupa nikmat akal dan pemahaman serta derivat (turunan) dari apa-apa yang telah Allah tundukkan bagi manusia itu, sehingga mereka dapat memanfaatkannya sesuai dengan keinginan mereka, dengan berbagai cara yang mampu mereka lakukan.

Pada akhirnya, ketika kehendak bebas yang ada dalam diri kita, di serahkan sepenuhnya kepada Allah, dengan berserah diri kepada-Nya, Allah akan mengambil alih kendali hidup kita. Dialah yang menguasai kehidupan kita dimasa sekarang dan masa yang akan datang, bahkan Dia juga menguasai hidup kita dimasa lalu.  Pesannya begini, jika kita pengen bahagia, damai dan merdeka, maka lucuti dulu kebebasan kita berkehendak. Biar Allah yang menentukan mana yang baik untuk hidup kita hari ini dan besok, tentu dengan pemahaman kita terhadap hidup dan kehidupan ini, dengan segala ilmu dan teknologi yang mampu kia fahami. Wallahu A'lamu Bishshawwab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun