Mohon tunggu...
Antonius Bayu Kurniawan
Antonius Bayu Kurniawan Mohon Tunggu... -

HR praktisi, penyuka fotografi dan olah raga..dan amatir radio

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pribumi yang "Tersingkir"

26 Oktober 2017   10:42 Diperbarui: 26 Oktober 2017   11:02 1233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menjadi viral pernyataan gubernur DKI Jakarta baru yang terpilih, perkataan pribumi yang teraniaya menjadi isi dari pidato beliau, kemerdekaan yang diraih lagi dari para 'penjajah'.

Pribumi, orang asli, warga negara asli atau penduduk asli adalah setiap orang yang lahir di suatu tempat, wilayah atau negara, dan menetap di sana dengan status orisinal, asli atau tulen (indigenious) sebagai kelompok etnis yang diakui sebagai suku bangsa bukan pendatang dari negeri lainnya. Ini adalah kutipan melalui mesin pencari di internet, sangat sulit tentunya menentukannya, padahal di Indonesia banyak kelompok etnis, dan dengan multi kepercayaan baik yang diakui maupun yang tidak diakui oleh pemerintah.

Pribumi selalu merasa tersingkir dan teraniaya adalah sifat yang jelek, disini kita akan selalu minta perlindungan atau keleluasaan yang absolut. Karena sifat pribumi ini menjadi gampang menyerah, gagal sedikit menyalahkan pihak lain kaena tersingkir dari persaingan baik ekonomi, pendidikan, pekerjaan dan lainnya. Seharusnya sebagai pribumi tidak membutuhkan perlindungan yang selalu dituntut oleh beberapa kelompok etnis atau kepercayaan, pribumi harus bisa kuat dan tidak putus asa. Dan harus berani belajar dari kegagalan, melihat apa yang salah dari kegagalan itu dan tidak cengeng. 

Kalau kita lihat etnis (Tionghoa) yang ada disini yang menjadi selalu 'kambing hitam' dalam bidang ekonomi, mereka tangguh dan ulet dalam bekerja, berani dalam berinvestasi, luwes dalam bergaul, dan  cepat beradaptasi dalam lingkungan, sehingga mereka bisa mendapatkan hasil yang baik. Meski dalam perjuangannya mereka tidak mendapatkan "privilege" atau hak istimewa dari pekerjaan mereka. 

Kalaupun mereka mendapatkan hak istimewa karena mereka luwes dalam bergaul, sehingga pendekatan tersebut mereka mendapatkannya. Seharusnya kita sebagai pribumi punya kemampuan dalam hal tersebut, karena kita sebagai tuan rumah di negeri sendiri, bisa mengetahui bagaimana budaya pendekatan dalam berbisnis.

Di negeri jiran, perlindungan terhadap kaum bumiputera/pribumi dikeluarkan untuk melindungi dari etnis etnis lain. Tetapi hal menjadikan pribumi menjadi malas, cengeng dan tidak berkarakter karena seperti anak kecil yang mau bermain kelereng karena sering kalah akhir menjadi cengeng dan minta perlindungan orang tua.

Yang diharuskan bangsa ini adalah pendidikan mental yang berkarakter, sehingga kaum pribumi tidak cengeng tidak merasa sedikit terzolimi karena kalah bersaing, kemudian mencari teman senasib untuk menyerang orang lain. Dan para pemimpin juga tidak memanfaatkan hal hal ini menjadi kendaraan politik untuk mencapai puncak uang yang dicari. Karena kebanyakan para pemimpin disini belum sepenuhnya bekerja untuk negara dan bangsa tetapi bekerja untuk uang dan keluarga.

Semoga pribumi di Indonesia tidak mencari perlindungan di negerinya sendiri, karena saya yakin pribumi di Indonesia tidak cengeng dan buakan orang yang mencari kesalahan kesalahan dari orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun