Mohon tunggu...
Ans Santo
Ans Santo Mohon Tunggu... Jurnalis - Hanya tulisan biasa

Mahasiswa UTDI Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mentalitas Kepiting

19 Agustus 2023   06:16 Diperbarui: 21 Agustus 2023   18:29 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Foto Pribadi

Dalam kehidupan tentulah kita memiliki teman, entah itu banyak atau bahkan hanya satu orang. Ketika kecil, kita memiliki teman, bermain dari pagi hingga pulang sore atau bahkan malam. Ketika menginjak usia remaja, jangkaun bermain semakin luas dan waktu pulang juga bahkan hingga pagi. Begitu juga ketika menginjak usia remaja akhir, kita bahkan sampai nginep di tempat teman kita itu, namun tidak semua orang seperti itu.

Ada juga yang karena peraturan orang tua di rumah, lingkup bermain mereka hanya sebatas tetangga saja dan bahkan terkadang mereka dikenal tidak memiliki teman, penyendiri dan lain sebagainya. Walau demikiam, setiap orang tentunya memiliki teman dalam hidupnya, entah itu banyak atau bahkan hanya satu orang saja. Di dalam kehidupan pertemanan, tentulah terdapat berbagai masalah. Tidak ada seorang pun yang berteman tanpa adanya masalah. Dalam tulisan ini saya mengangkat tentang salah satu problematika kehidupan atau dalam pertemanan yaitu Crab Mentality atau Mentalitas Kepiting. Apa ya Crab Mentality itu?

Saya adalah seorang anak yang terlahir dari keluarga sederhana yang tidak memiliki tempat tinggal yang tetap. Hidup keluarga saya selalu berpindah-pindah tempat. Hal ini terjadi karena tuntutan pekerjaan orang tua yang tidak tetap juga. Pada tahun 2010-an, Saya dan keluarga tinggal disebuah tempat yang cukup jauh dari perkotaan, karena orang tua saya bekerja sebagai guru honorer di sebuah sekolah. Kala itu, saya masih mengenyam pendidikan Sekolah Dasar dan saya dikenal sebagai seorang anak dan murid yang dapat menyerap pelajaran dengan baik serta selalu mendapat nilai yang bagus di setiap ujiannya. Saya waktu itu bercita-cita menjadi pemain sepak bola. Namun hal itu tidak pernah terjadi karena suatu peristiwa yang membuat tangan saya hampir diamputasi.

Ketika saya kelas 4 SD, bertepatan dengan promosi jabatan dari ibu, saya mengalami penyakit yang aneh. Awalnya, badan saya panas dingin selama seminggu. Lalu, berlanjut tubuh saya tidak bisa digerakan terutama tangan kanan saya. Saya dibawa ke Rumah Sakit Daerah, dan didiagnosa tidak mengidap penyakit apapun dan hal itu membuat keluarga saya kaget dan bingung. Walau demikian, saya tetap dirawat intensif di sana selama sebulan lamanya. Lalu pada akhirnya saya dipulangkan dan disarankan menjalani pengobatan alternatif atau di daerah itu disebut Obat Kampung.

Setelah menjalani pengobatan alternatif, kondisi saya mulai membaik, namun lengan kanan saya tidak bisa berkembang normal. Setelah dimendengar cerita dari "Orang pintar", rupanya saya diguna-gunai oleh orang yang berada di sekitar tempat tinggal karena merasa iri dengan promosi jabatan dan ibu saya, sehingga saya menjadi sasarannya. Sebab mereka tahu saya adalah anak kesayangan. Dan oleh karena menemani saya, promosi jabatan ibu, dialihkan ke orang lain. Walau demikian saya tetap bersyukur, karena masih hidup sampai saat ini. Oleh karena sakit itu, ketidakhadiran saya selama disekolah hanpir dua bulan membuat nilai saya anjlok. Bisa dibilang, tidak semua, orang disekitar senang melihat keluarga saya susah, dan susah melihat keluarga saya senang. Nah, itu adalah salah satu gambaran dari metalitas ini.

Crab Mentality atau Mentalitas Kepiting merupakan suatu keadaan atau situasi yang mana perkembangan seseorang dihalangi oleh orang-orang di lingkungannya, oleh orang-orang yang berada disekitarnya. Menurut Abrugar (2004), mentalitas kepiting ini berasal dari pola perilaku, yang mana seseorang berusaha untuk merendahkan orang lain yang lebih berkembang darinya.  Bisa dikatakan bahwa mentalitas seperti ini susah melihat orang lain senang, dan senang melihat orang lain susah. Memang mereka akan memberi dukungan, namun hanya sebatas di bibir saja, sebab nyatanya mereka tidak ingin kita lebih dari mereka.

Awal mula istilah ini berasal dari suatu pengamatan terhadap perilaku kepiting yang telah ditangkap oleh nelayan di Filipina dan di masukann dalam ember. Si Kepiting sadar bahwa ia telah ditangkap dan dimasukan ke dalam ember Bersama kawanannya, oleh karena keiginannya untuk bebas dari dalam ember, ia berusaha untuk keluar. Namun, Seiring berjalannya waktu, kepiting melambat atau mengalami depresi oleh karena penarikan ke dalam oleh kawanannya. Bisa dikatakan bahwa mentalitas ini bermula dari rasa iri kumpulan kepiting terhadap kepiting yang ingin keluar dari ember.

Peristiwa serupa sering terjadi dalam kehidupan kita sebagai manusia, sebagai makhluk sosial. Mau sebaik apapun seseorang, pasti ada yang iri dengannya. Lalu bagaimana kita bisa tahu bahwa kita terjerat dalam lingkungan hidup yang memiliki mentalitas demikian? Dan bagaimana cara untuk menghadapinya?

            Bila dilihat dari runtutan kisah di atas, bisa dikatakan bahwa mentalitas ini terlihat secara jelas karena memiliki sifat iri dengan orang lain. Ia menanamkan dalam pikirannya bahwa orang lain tidak boleh lebih baik atau lebih sukses darinya. Selain itu, orang yang memiliki mentalitas ini cederung memberi kritik tanpa solusi serta menghakimi orang lain bahwa ini atau itu adalah salah. Kesuksesan orang lain dianggap sebagai beban yang harus disingkirkan darihadapannya.

            Seperti ini; Ditempat kerjaku, salah satu usaha di bidang FnB, aku kadang mendapat perlakuan yang kurang mengenakkan dari rekan kerjaku yang lainnya. Dalam peraturan kerja dicantumkan beberapa hal sederhana yang harus diperhatikan, misalnya membersihkan area kerja sebelum closing. Namun beberapa kesempatan, ketika mendapat shift malam, aku mendapat sanksi atas laporan dari beberapa rekan kerja yang mendapat shift pagi dihari berikutnya bahwa area ini tidak dibersihkan, lalu difoto dan dikirim di grup WA. Lalu ada juga laporan mengenai cara masak yang dibilang asal-asalan. Padahal saya hanya melakukan apa yang harus saya lakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun