Datangnya hujan menimbulkan benih di kegelapan malam, diam dan membisu. Ingin suara ku mengumandang cakrawala atau menyanyikan pujian, tapi serasa aku mati tak bernyawa.
Seluruh nadiku membeku di puncak kegelapan, tiada syair indah yang dapat aku lantunkan. Â Tiada pula harmoni kasih yang kurasakan. Aku sepi tiada yang lain.
Ingin ku kutuk hari ulang tahunku, atau menghapus jejak hidupku. Namun aku hanyalah butiran debu di tepi pantai. Memandang sunset berangan memeluk cahayanya.
Ini ku katakan bukan karena aku lemah. Inilah kenyataan yang menemboki jalanku. Bagai gelombang dahsyat, aku terhempas dari diriku. Berkelana jauh dari jati diriku sampai hampir ku lupa.Â
Hidupku di hari-hari ini bagai puisi tanpa judul, tak tahu harus berbuat apa. Kemana arah nada yang menawan tak lagi kudapatkan. Setiap syair terlepas dari baitnya. Setiap kata tak lagi menyatu pada suatu sajak yang indah. Hanya tinggalah satu huruf yang berdiri sendiri.Â
Itu adalah "I"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H