Presiden Prabowo Subianto belakangan mewacanakan pemberian maaf kepada para koruptor yang dengan sukarela mengembalikan uang negara yang telah dikorupsi. Hal tersebut disampaikan Prabowo dihadapan mahasiswa Indonesia di Kairo, Mesir.
Prabowo mempertimbangkan untuk memaafkan para koruptor asal bersedia mengembalikan uang hasil korupsinya kepada negara. Prabowo mengesampingkan proses hukum dengan memberi kesempatan koruptor untuk bertaubat.
Pernyataan Prabowo tersebut sontak mendapat tanggapan dari berbagai kalangan, salah satunya dari pakar hukum tata negara Mahfud MD, menurutnya gagasan tersebut jika direalisasikan akan bertentangan dengan dua asas dalam pemerintahan, yakni asas akuntabilitas dan transparansi.
Konsep pemaafan terhadap koruptor sendiri belum diatur dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), di dalam Pasal 4 UU Tipikor menegaskan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi.
Tujuan pemberian sanksi pidana kepada koruptor adalah untuk memberikan efek jerah kepada pelakunya, tanpa sanksi yang tegas para koruptor akan seenaknya mencuri uang rakyat untuk kepentingan pribadi dan kelompok.
Sehingga konsep pemidanaan sangat dibutuhkan dalam sistem hukum kita terutama bagi para pelaku korupsi mengingat tingkat kesadaran hukum masyarakat Indonesia masih sangat rendah dalam hal mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tanpa sanksi yang tegas hukum sulit untuk ditegakkan, begitupun dalam hal pemberantasan korupsi, para koruptor harus diberikan sanksi yang seberat-beratnya agar memberikan efek jerah kepada setiap pelakunya.
Karena itu apakah pemberian maaf kepada koruptor dapat menurunkan angka korupsi di Indonesia atau justru sebaliknya korupsi semakin merajalela dengan diberikannya kesempatan untuk mengembalikan uang hasil korupsi kepada negara tanpa harus menjalani hukuman.
Perlu diingat bahwa korupsi di Indonesia telah membudaya, pemberian hukuman berupa pemenjaraan dan pengembalian kerugian keuangan negara tidak menurunkan angka korupsi yang terjadi selama ini di Indonesia. Bahkan jumlah koruptor semakin bertambah.
Karena itu pemberian maaf kepada koruptor dikhawatirkan akan menumbuh suburkan praktek korupsi di Indonesia, para koruptor akan semakin leluasa tanpa dibayang-bayangi ancaman hukuman sehingga dengan mudah melakukan korupsi.