Belakangan RUU HIP menjadi perbincangan hangat di masyarakat, muncul pro dan kontra mewarnai diskursus publik di tengah pandemi covid-19, hampir sebagian besar masyarakat menolak keberadaan RUU tersebut terutama dari kalangan islam yang menganggap ada upaya mengaburkan makna pancasila dan menghidupkan kembali paham komunis di Indonesia.
Respon terhadap keberadaan RUU HIP terbilang masif, penolakan itu datang dari berbagai kalangan, terutama ormas islam seperti MUI, NU, Muhammadiyah dan yang lainnya. Titik tekannya ada pada konsep Trisila dan Ekasila yang sengaja ingin dihidupkan kembali, dimana konsep tersebut sangat bertentangan dengan kultur masyarakat Indonesia yang religius.
Trisila dan Ekasila sendiri adalah konsep yang ditawarkan Bung Karno pada 1 Juni 1945 untuk dijadikan dasar negara, namun usulan itu ditolak oleh para ulama yang saat itu masuk dalam kepanitiaan BPUPKI. Pada akhirnya mereka besepakat untuk menjadikan pancasila sebagai dasar negara setelah melalui perdebatan yang panjang dalam merumuskan dasar negara.
Alih-alih ingin memperkuat pancasila, RUU HIP justru ingin menjadikan Indonesia negara sekuler dengan konsep Trisila dan Ekasila yang sejak awal ditolak oleh para pendiri bangsa kita, mereka menyadari bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang berketuhanan, sehingga ketuhanan yang maha esa adalah syarat mutlak untuk dijadikan dasar negara disamping sila-sila lain yang terkandung dalam pancasila.
Selain ingin menghidupkan konsep Trisila dan Ekasila, RUU HIP juga tidak memasukkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 dalam konsiderannya yang mengatur tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara, dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.
Disinilah tercium aroma kebangkitan PKI di Indonesia dengan memanfaatkan RUU HIP, tak ayal disinyalir ada oknum-oknum tertentu yang menunggangi RUU HIP untuk menghidupkan kembali paham komunisme di Indonesia.
Keberadaan RUU HIP semakin memperkuat dugaan publik atas keberpihakan rezim Jokowi kepada kelompok yang berpaham komunis yang selama ini dekat dengan kekuasaan. PDIP sebagai partai penguasa disinyalir banyak diisi oleh kader partai komunis yang tidak mendapatkan tempat dalam panggung politik nasional sejak era orde baru, kini mereka seolah mendapatkan angin segar di bawah rezim Jokowi, tak heran jika banyak kebijakan pemerintah yang menguntungkan mereka, dan salah satunya adalah produk RUU HIP yang saat ini menjadi polemik.
Kita tahu bersama bahwa komunisme adalah bagian dari sejarah kelam bangsa Indonesia dimasa lalu, tentu kita tidak menginginkan paham tersebut kembali eksis di Indonesia, dan RUU HIP bisa saja menjadi pintu masuk bagi mereka yang ingin kembali menghidupkan paham komunis di Indonesia.
Kekhawatiran inilah yang membuat berbagai kalangan dengan sontak menyatakan kontra terhadap keberadaan RUU HIP, bahwa komunisme harus dilawan oleh setiap anak bangsa, karena kita tidak ingin kembali mengulang sejarah masa lalu yang kelam.
Dalam perjalanan Pancasila sebagai ideologi negara telah melewati berbagai tantangan dari masa ke masa sejak era orde lama hingga saat ini, berbagai ancaman untuk merubah Pancasila datang silih berganti, dan puncaknya pada peristiwa Gerakan 30 September PKI yang berujung pada tumbangnya rezim orde lama.
Peristiwa yang telah terjadi harus menjadi pembelajaran bagi kita semua sebagai anak bangsa, bahwa kejadian serupa jangan sampai terulang kembali. Karena itu keberadaan RUU HIP harus dilawan sampai ke akar-akarnya.