Presiden Jokowi tengah diuji sejauh mana keberpihakan beliau kepada rakyat Indonesia, dengan diperhadapkan pada dua pilihan, pertama mengalihkan semua anggaran yang akan dipakai untuk pembangunan infrastruktur seperti pemindahan ibu kota negara untuk menanggulangi pendemi covid-19, dan kedua tetap melanjutkan program kerja yang telah ditetapkan pemerintah.
Tentu pilihan yang berat bagi Presiden Jokowi, satu sisi ingin meninggalkan legasi dalam masa kepemimpinannya, namun dilain sisi ada tanggung jawab besar yang harus diselesaikan ditengah pandemi covid-19, pilihan yang sangat dilematis bagi Presiden Jokowi.
Ibarat buah simalakama keduanya punya konsekuensi masing-masing, apabila Presiden Jokowi salah dalam mengambil keputusan maka dampaknya cukup besar bagi perekonomian Indonesia, dan hal ini bisa berujung pada krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Inilah tantangan yang menurut saya cukup berat yang dihadapi Presiden Jokowi saat ini, pertanyaannya apakah Jokowi mampu keluar dari situasi sulit ini atau justru sebaliknya, malah kesulitan dalam mengambil keputusan karena dihadapkan pada pilihan yang berat.
Publik kini sedang menanti keputusan yang akan diambil Presiden Jokowi, tentu yang diharapkan masyarakat ialah dilakukan penundaan terhadap semua program pembangunan infrastruktur yang menguras anggaran negara dengan nilai yang fantastis, kemudian anggaran tersebut dipakai untuk penanganan covid-19.
Dalam beberapa kesempatan Presiden Jokowi menyampaikan bahwa akan menunda pelaksanaan pemindahan ibu kota negara dan fokus pada penanganan covid-19, tapi sayangnya pernyataan itu tidak diikuti dengan suatu keputusan presiden secara resmi yang digunakan sebagai dasar bagi penundaan pemindahan ibu kota negara.
Lagi-lagi ini menunjukkan bahwa Presiden Jokowi sebenarnya masih berada dalam posisi yang dilematis dalam menentukan pilihan, antara mengutamakan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara atau hanya sekedar mengejar legasi yang akan ditinggalkan di masa pemerintahannya.
Baru-baru ini Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan Perencanaan Pembangunan Nasional telah membentuk paket penyusunan master plan pemindahan ibu kota negara senilai delapan puluh lima miliar rupiah, sebagai tindak lanjut dari proses pemindahan ibu kota negara.
Itu artinya secara diam-diam program pemindahan ibu kota negara masih tetap berjalan, walaupun Presiden Jokowi telah mengeluarkan pernyataan bahwa akan menunda kegiatan pemindahan ibu kota negara hingga situasi kembali normal seperti sedia kala.
Jika pemindahan ibu kota negara tetap dipaksakan dalam situasi negara yang sedang dilanda pandemi covid-19, maka sudah pasti penyerapan anggaran makin bertambah besar, sementara ketersiadaan dana APBN kita tidak mampu menutupi semua belanja kebutuhan yang ada.
Dilain sisi, pajak sebagai sumber terbesar pendapatan negara sedang mengalami penurunan karena hampir sebagian besar kegiatan usaha dihentikan selama pandemi covid-19 berlangsung, sehingga tidak ada pilihan lain selain pemerintah menambah hutang luar negeri untuk menutupi defisit anggaran negara.