Sampai detik ini hanya Calon Gubernur Herman Deru yang sudah memiliki pendamping dalam menghadapi Pemilihan Gubernur Sumsel 2018, yakni Mawardi Yahya. Begitupun dengan partai pendukungnya, pasangan ini sudah diusung tiga partai, PAN, Nasdem, dan Hanura. Dengan dukungan tiga partai yang total meiliki 16 kursi di DPRD, HD-MY telah memenuhi syarat untuk bertarung pada Pilgub Sumsel 2018 nanti.
Lalu, bagaimana dengan calon-calon yang lain? Â Calon-calon yang lain seakan masih galau dalam menentukan pasangannya. Hal ini bisa terjadi karena dua kemungkinan, pertama karena belum menemukan pendamping yang tepat. Kedua, karena komunikasi yang buruk antara calon dengan partai koalisinya.
Melihat rumitnya calon-calon gubernur Sumsel itu dalam menentukan pasangannya, muncul pertanyaan apakah mereka bisa punya pasangan tepat dengan waktu yang tersisa sangat singkat ini?
Persoalan siapa pendamping dan pada posisi apa seseorang akan maju dalam pilkada memang bukanlah perkara gampang. Hal itu berkait juga dengan perencanaan politik seorang kandidat. Apakah ikut pilkada memakai perencanaan atau mengalir mengikuti arah angin.
Bagaimana bisa mengukur kekuatan jika pendamping saja tidak siap atau malah masih dicari. Bagaimana bisa memenangkan kontestasi jika negosiasi menentukan pendamping saja susahnya setengah mati. Ukuran kematangan berpolitik seorang tokoh akan terlihat dalam hal penentuan pendamping ini.
Politik dagang sapi bisa saja terjadi jika proses penentuan pendamping calon gubernur menjadi begitu rumit, kalau sudah begitu kualitas demokrasi akan tercela dan pilkada Jadi cemar karena ada deal-deal politik sejak pra-pendaftaran.
Pengamat politik dari Lembaga Survei Strategi dan Taktik Indonesia (Stratakindo) Octarina Soebardjo menilai belum tercapainya kesepakatan pendamping Dodi Reza Alex bisa jadi karena menunggu sinyal dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarno Puteri.Â
Sebagai partai pemenang pemilu tentu tidak elok jika calon dari PDI Perjuangan menjadi orang nomor dua. Belum lagi posisi partai dalam survei selalu yang tertinggi elektabilitasnya. Harga diri partai itu sangat penting, apalagi kader PDI Perjuangan di Sumsel itu banyak.
Mereka juga bisa maju sendiri. Bukan tidak mungkin DPP PDIP menurunkan pasangan calon dua-duanya dari kader partai sendiri, sebagai pasangan cagub dan cawagub, mereka bisa melakukannya. Menurut Octarina, keinginan mendapat wakilnya dari PDI Perjuangan itulah  yang membuat Dodi Reza masih sendirian.  Hal ini Octarina sampaikan kepada wartawan di Jakarta, Minggu, 24 Desember 2017.
Octarina juga melihat posisi Ishak Mekki yang mirip dengan Dodi Reza. Jika benar isu Ishak ingin berpasangan dengan Eddy Santana Putra atau ESP, maka pasti hal itu tidak mudah. ESP jelas kader PDI Perjuangan, tidak mungkin turun dua restu pada dua kader di daerah yang sama.
Kalau demikian, menurut Octarina bisa saja Ishak Mekki mencari tokoh lain, namun pertimbangan soal popularitas menjadi urgen. Pertanyaanya, adakah tokoh lain yang bisa membantu mendongkrak elektabilitas dirinya yang masih asyik bertengger di posisi antara 8 sampai 12 persen?