Mohon tunggu...
Mohamad Ansori
Mohamad Ansori Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Salah satu cara mendekat pada Allah Swt adalah mentaati perintahNya tanpa bertanya mengapa harus melakukannya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Melihat Sisi Positif BDR

22 September 2020   08:43 Diperbarui: 22 September 2020   08:51 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Belajar Dari Rumah (BDR) sementara ini masih menjadi pilihan tunggal dan tetap harus dijalankan. Penambahan kasus konfirmasi positif Covid 19 belum juga dapat dikendalikan. Cluster-cluster baru bermunculan seperti cluster perkantoran, pasar, dan sekolah yang baru beberapa saat menerapkan pembelajaran tatap muka. 

Pemerintah semakin memperkuat usahanya untuk mengingatkan kepada masyarakat bahwa ancaman pandemi belum berlalu. Masyarakat harus tetap waspada dengan paparan virus korona yang semakin menggila. Jika kita masih abai dengan protokol kesehatan, maka kesulitan-kesulitan yang kita hadapi selama pandemi ini terpaksa masih harus kita lalui.

Banyak orang menganggap bahwa belajar di rumah tidak efektif. "Mengapa juga pasar, mall, pertokoan, bahkan pilkada diizinkan, sementara sekolah masih tidak diperbolehkan melaksanakan pembelajaran tatap muka?" demikian pertanyaan beberap orang menanggapi kondisi ini.

Para orang tua juga sudah mulai jenuh dengan "sekolah-sekolahan" atau bermain "guru-guruan" dengan anak-anak, karena ternyata banyak dari orang tua yang merasa kesulitan menjadi guru. Kasus meninggalnya  seorang siswa di Tangerang oleh orang tuanya sendiri karena tidak mau belajar online semakin memperburuk keadaan. Tapi, benarkah Belajar Dari Rumah (BDR) sedemikian buruknya? 

Melihat Sisi Positif BDR

Dalam konteks parenting, Belajar Dari Rumah (BDR) semakin mendekatkan anak pada orang tua. Orang tua memiliki waktu yang lebih banyak untuk bersama anak-anak, mendampingi mereka belajar, mengetahui perkembangan psikis mereka, mengetahui lebih detil persoalan-persoalan mereka, dan seterusnya. 

Dimana selama ini, semua hal itu "dipasrahkan" pada guru di sekolah sebagai bagian tak terpisahkan tugas dan kewajiban guru di sekolah. Melalui BDR ini, orang tua dapat mengetahui step by step perjuangan anak-anaknya. 

BDR, dari salah satu sudut pandang, tetap harus kita syukuri dan manfaatkan. Beberapa sisi positif BDR antara lain:

Pertama, BDR meningkatkan kedekatan anak dan orang tua. Permasalahan-permasalahan sosial seperti kenakalan anak dan remaja akibat kurangnya perhatian orang tua terhadap anak, harusnya dapat diminimalisir dengan adanya BDR ini. Orang tua memiliki kesempatan untuk lebih memperhatikan kebutuhan anak, mencurahkan kasih sayang, menjalin komunikasi yang erat, dan sebagainya. 

Kedekatan ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya, agar "serangan" pandemi ini dapat kita gunakan sebagai "kekuatan" untuk membangun jalinan hubungan yang erat antara anak dan orang tua. Dengan jalinan ini anak dan orang tua yang erat ini, kita berharap kenakalan-kenakalan remaja akibat kurangnya perhatian anak terhadap orang tua dapat kita kurangi.

Kedua, dalam BDR orang tua cukup mendampingi anak. Orang tua dan guru harus menjalin komunikasi yang baik dan erat, sehingga persoalan-persoalan berkaitan dengan pembelajaran dapat diselesaikan dengan cepat. Para guru harus memastikan bahwa pada jam-jam yang disepakati anak-anak benar-benar berada di rumah, belajar dengan pendampingan orang tua, atau atas arahan guru melalui media komunikasi yang disepakati. Dalam artian, pada jam-jam belajar guru juga harus siap mengajar meskipun terpisah oleh jarak dan ruang.

Ketiga, BDR dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemandirian siswa. Jika selama ini ada sebagian orang tua yang "menggantikan" tugas anak-anaknya mengerjakan tugas dari guru, seharusnya hal itu dihindari. Orang tua tetap memerankan posisinya sebagai pendamping, memberikan penjelasan-penjelasan teknis, menyiapkan fasilitas yang diperlukan, dan lain-lain, sementara siswa sendirilah yang harus mengerjakan tugas dari guru. 

Orang tua tidak perlu "kasihan" kepada anak-anaknya yang mungkin mengalami kesulitan, karena pada hakikatnya pada saat mereka "berjuang" melakukan tugas itulah mereka akan mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna. Beberapa kasus di lapangan menunjukkan bahwa orang tua "tidak telaten" dan lebih memilih menggantikan anak mengerjakan tugas-tugasnya. 

Hal ini akan kontraproduktif karena anak akan semakin manja, tidak disiplin, dan kurang bertanggung jawab. Terlebih lagi, pengalaman bermakna dari proses pembelajarannya menjadi hilang karena justru "prosesnya" digantikan orang tua. Sementara itu para guru juga harus memastikan bahwa pemberian tugas yang diberikan tidak melebihi kemampuan anak dalam mengerjakannya.

Kedekatan anak dengan orang tua, terjalinnya komunikasi yang lebih baik, dan meningkatnya kemandirian siswa akan sangat bermanfaat bagi siswa di masa mendatang. 

Kedekatan akan melahirkan komunikasi yang lebih baik sehingga sekat-sekat antara kehidupan orang tua dan kehidupan anak dapat dihilangkan, yang hasilnya orang tua akan lebih mudah mengetahui persoalan dan permasalahan yang dihadapi anak untuk dapat diselesaikan bersama-sama. Sementara kemandirian juga akan sangat berguna bagi anak dalam kehidupannya di masa mendatang. (ans)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun