Mohon tunggu...
GP. ANSOR Mampang Prapatan
GP. ANSOR Mampang Prapatan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Gerakan Pemuda ANSOR Kecamatan Mampang Prapatan Jakarta Selatan Priode 2011-2015 Ketua : Heriyanto, Sekretaris : BOB, DanBanser : Sarwo Edy e-Mail : gpa.mampangprapatan@gmail.com, HP : 0856.105.1006

Selanjutnya

Tutup

Politik

Isu Sara di Pemilukada Jakarta 2012 Bukan SARA

19 Juli 2012   21:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:47 998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13427342061480561043

Bisa dibayangkan tidak, jika ada orang luar Bali yang beragama Islam atau Kristen mendaftar menjadi calon Gubernur Bali, atau di Tapanuli Utara ada orang Islam atau Hindu mendaftar menjadi calon bupati. Bisa diketawain dan menjadi bahan olok-olok dan dibilang tidak tahu diri oleh masyarakat setempat karena tidak menghormati kearifan lokal. Kita harus fair dan berfikir rasional sekaligus. Kita tidak perlu mengingkari hal-hal semacam itu dengan menyebutnya sebagai sikap kekanak-kanakan, primitif, primordial karena menyinggung masalah SARA. Agama dan keyakinan walaupun setengah mati dikerdilkan sebagai urusan privat, tetapi ia tetap hidup dalam jiwa setiap warganegara yang berdiam di pulau-pulau mulai dari Sabang hingga Merauke. Begitu juga dengan Jakarta. Idealnya memang putera daerah setempat yang menjadi Gubernur. Tensi politik yang meninggi akibat sengitnya persaingan antara kubu Foke dan kubu Joko Widodo sampai terdengar suara-suara penolakan karena faktor kedaerahan dan faktor perbedaan keyakinan agama, saya kira wajar dan biasa-biasa saja. Karena hal semacam ini dapat terjadi di mana saja. Tidak hanya di Jakarta atau Indonesia. Coba anda bayangkan sekali lagi, bagaimana seandainya Hidayat Nurwahid tiba-tiba mencalonkan diri sebagai presiden Amerika, atau Ahok ingin mendaftar sebagai Sultan/Gubernur  Yogyakarta. Tentu hal yang mustahil. Dan rasional jika masyarakat di  negara itu menolak. Dan kita tidak berhak menyebut masyarakat di  negara itu tidak menghormati HAM dan demokrasi atau menyinggung masalah SARA. Bukan tempatnya. Yang paling tepat kita lakukan adalah sikap mengenal diri sendiri, posisi kita dimana sehingga kita sadar konteks dan situasi. Dengan kesadaran-kesadaran semacam itu saya kira Indonesia akan lebih kondusif. Setiap orang dapat menghormati kearifan lokal dan tidak merusaknya dengan apapun dan atas nama apapun. Setiap warganegara memiliki kesadaran untuk melestarikan keanekaragaman dan menjadikannya sebagai kekayaan bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.(Copas dari M.Faysal Hassan)

Sebaiknya Gubernur DKI Jakarta Putera Daerah Setempat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun