TENTANG JALUR REMPAH
Tata niaga dunia pertama kali diwariskan oleh nenek moyang Indonesia sejak 2500 SM (4.500 tahun yang lalu). Pada jalur rempah ini Nusantara menjadi titik nol dari semua tata niaga rempah di dunia mulai dari bagian Timur Nusantara yang dapat menghasilkan rempah-rempah semacam pala, cengkih, dan cendana hingga bagian Barat Nusantara yang menghasilkan lada, merica, kemenyan dan kapur barus. Seiring berjalannya waktu, dunia mengalami kemajuan teknologi dan maritim dunia karena rempah-rempah di Nusantara. Dengan demikian, jalur rempah juga mempengaruhi perubahan peradaban di dunia.
PERSEBARAN JALUR REMPAH
Jalur rempah dunia dimulai dari wilayah Timur Nusantara melintasi ujung Barat Sumatra,India, Sri Lanka, Mesir, Afrika Timur, Afrika Selatan, Madagaskar, kemudian daratan Timur Tengah, Mediterania, hingga Eropa. Perjalanan jakur rempah ini menempuh jarak kurang lebih 15.000 kilometer. Adapun rempah utama yang di perdagangkan antara lain merica, cengkih, lada, kayu manis dan pala.
HASIL KEBUDAYAANNYA PADA MASA PRA-AKSARA
Pada masa kepemimpinan Ratu Hatshepsut (1503-1482) ditemukan lada hitam didalam lubang hidung Ramses II (1224 SM) lalu digunakan sebagai bahan pengawetan mumi, sebuah jambangan berisi cengkih di gudang dapur rumah sederhana pada tahun 1721 SM. Sementara itu, masih banyak lagi benda atau rempah-rempah yang diyakini dibawa oleh pelaut Nusantara antara lain dari Arikamedu (India Selatan) ditemukan manik-manik kaca, gerabah dan patenggeng (Jawa Barat), dan situs Sembiran (Bali). Di situs seririt, Buleleng, dan Bali, ditemukan cermin perunggu dari zaman Dinasti Han I Tiongkok pada tahun 8-23 SM yang diperkirakan benda-benda tersebut ditukar dengan rempah-rempah.
IDENTITAS MANUSIA INDONESIA (ASAL USULNYA)
Menurut teori Out of Taiwan, dijelaskan bahwa asal-usul nenek moyang Indonesia berasal dari Taiwan. Menurut analisis kebahasaan menunjukan bahwa induk bahasa yang digunakan oleh suku-suku di Negara Indonesia adalah Bahasa Austronesia, pada masa itu penduduk Taiwan (Kepulauan Formosa) juga menggunakan bahasa tersebut. Bahasa Austronesia juga merupakan bangsa maritim yang telah menghabiskan cukup banyak waktu untuk berkelana dari satu pulau ke pulau lainnya. Migrasi yang terjadi di bangsa Austonesia sudah sekitar 5.000 tahun lalu sehingga mereka tiba di Filipina sekitar tahun 4500 sampai 3000 SM. Diawali dari Filipina, pada tahun 3500 hingga 200 SM mereka bermigrasi ke Kalimantan, Sulawesi, Maluku Utara, Jawa, Sumatra, Nusa Tenggara, Papua bagian Barat, Oseania sampai Melanesia. Selain membawa budaya Maritim, nenek moyang Indonesia juga membawa budaya lain dari Taiwan, di antaranya adalah bercocok tanam. Seperti padi, tebu, ubi, jawawut dan keladi raksasa. Dalam perkembangan budaya bercocok tanam dengan tempat tinggal menentap telah melahirkan budaya-budaya baru seperti pembuatan gerabah, tenun, makan sirih dan penggunaan perhiasan dari kerang. Dari kedua budaya tersebut bisa dikatakan sangat memungkinkan jika budaya Maritim dapat menyebar luas di seluruh wilayah sedangkan budaya bercocok tanam hanya bisa membangun hunian di tempat-tempat yang baru secara menetap.
INTERAKSI SOSIAL PADA MASA PRA-AKSARA
Sejak abad ke-5 SM, perdagangan antara bangsa Romawi, Persia, India dan Tiongkok mulai berkembang, tetapi tidak reguler. Perdagangan di Asia  Tengah dilakukan melalui jalur darat sedangkan perdagangan yang baru dimulai pada abad ke-2 SM menggunakan jalur laut untuk menghubungkan Laut Tengah, Laut Merah, Teluk Persia, Tiongkok, India dan Jepang. Pada saat itu Rempah Nusantara belum dikenal. Sejak abad pertama Masehi, konta perdagangan Nusantara dengan India berkembang. India menawarkan Tekstil untuk ditukar  (barter) dengan rempah-rempah. Akhirnya rempah Nusantara membanjiri pasar Romawi. Rempah dikirim ke wilayah kekaisaran Romawi, baik oleh pelaut India maupun secara langsung oleh pelaut Nusantara. Kontak dangang dengan India semakin intens saat memasuki abad ke-V M. Informasi yang ditulis Kalidasa dalam kitab Raghuvamsa pada tahun 400 M mengatakan bahwa sumber rempah lavanga (cengkih) berada di wilayah Dripantara (Nuasantara). Selain itu, kontak dagang  dengan Tiongkok baru dimulai sejak abad II M. Dalam berita Tiongkok mengatakan utusan Raja Bian dari Karajaan Jawa (Yediao) untuk berkunjung ke Tiongkok. Pada berita selanjutnya dari Dinasti Han pada ( abad III M ) mengatakan tentang kewajiban bahwa cengkeh sebagai penghilang bau mulut.
INTERAKSI SOSIAL PADA KEHIDUPAN PRA-AKSARA