Mohon tunggu...
Anshar Aminullah
Anshar Aminullah Mohon Tunggu... Dosen - Pengamat, Peneliti, Akademisi

Membaca dan Minum Kopi sambil memilih menjadi Pendengar yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemikiran JW Schoorl tentang Modernisasi, Kota, dan Perubahan Sosial

15 Maret 2024   13:17 Diperbarui: 30 Maret 2024   06:05 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : https://nias.knaw.nl

  Pada prinsipnya, di setiap kota mengalami sebuah histori pertumbuhan dan perkembangan sehingga menjelma menjadi sebuah  kota besar. Proses terbentuknya menjadi kota tak bisa dipungkiri tidak bisa terlepas dari segala aktivis dalam berbagai aspek pada manusia itu sendiri. Kota dapat dilihat dalam sisi sebagai gaya hidup, yang memungkinkan para penduduknya bersosialisasi dan berkomunikasi dengan orang asing serta mengalami berbagai perubahan dan perkembangan pesat, termasuk perubahan mobilitas sosial.

    Beberapa aspek struktur sosial kota yang dapat diperinci dalam beberapa gejala menurut
Daldjoeni antara lain : Pertama, Heterogenitas sosial. Kepadatan penduduk mendorong
terjadinya persaingan dalam pemanfaatan ruang. Manusia kadangkala dalam bertindak memilih-milih hal yang paling menguntungkan baginya, sehingga tercapai spesialisasi. Dalam upaya keberhasilan kapilaritas sosial (membuat karier), orang mengurangi khususnya  jumlah anaknya dalam internal keluarganya. Kota juga menjadi melting pot untuk aneka suku maupun ras. Masing-masing minoritas ada kecenderungan untuk mempertahankan diri dengan memelihara jumlah anak yang banyak untuk tidak hilang terdesak . Kedua, Mobilitas Sosial. Di sini yang dimaksudkan adalah perubahan status sosial seseorang. Dimana seseorang juga menginginkan kenaikan dalam jenjang kemasarakatan di kehidupannya atau yang kita kenal dengan istilah social climbing.

    Dalam aktivitas kehidupan sebuah kota, segalanya menjadi diprofesionalkan, dan melalui  profesinya seseorang pun dapat naik jenjang posisinya. Selain usaha dan perjuangan pribadi untuk berhasil, secara kelompok seprofesi juga ada solidaritas klas. Terjadilah perkumpulan-perkumpulan orang seprofesi, seperti guru, dokter, wartawan, pedagang, tukang becak, dan lainnya. Ketiga lndividualisasi. Ini merupakan akibat dari sejenis atomisasi. Orang dapat memutuskan apa-apa secara pribadi, merencanakan kariernya tanpa desakan orang lain. lni berlatar belakang corak sekunder dari

   Sebuah kehidupan kota, dimana sifat sukarelanya ikatan serta banyaknya berbagai kemungkinan yang tersedia.
Pada aspek mental ini, Daldjoeni lebih melihat pada aspek kejiwaan (mental) masyarakat
kota. Adapun kejiwan masyarakat kota dapat diperinci atas beberapa gejala diantaranya :
Pertama, Industri kesenangan dan pengisian waktu luang. Semakin maju suatu kota besar,
semakin bermunculan masalah yang bertalian dengan penggunan waktu luang. Waktu luang ini diakibatkan oleh proses teknisasi yang pada akhirnya sebagian besar tenaga manusia tergantikan oleh tenaga dari sebuah mesin dan tata kerja manusia dapat dijadwal dengan sangat ketat. Akibatnya, manusia akhirnya bekerja dengan suasana penuh rasa tegang sehingga setelah selesai diperlukan suasana yang cukup santai. Waktu luang akan menjadi masalah penting setelah bersama dengan majunya teknisasi, jumlahnya makin bertambah.

    Pada negara berkembang, orang bekerja tujuh hari atau enam hari dalam seminggu, sedangkan di dunia Barat, orang bekerja lima hari kerja. Hal ini meningkatkan mereka untuk menciptakan kegiatan bersama yang produktif semakin berkurang. Karena itu, mereka membutuhkan usaha pengisian waktu luang secara organisasi. 

    Sehubungan itu diaadakan industri kesenangan. Kedua, Egalisasi dan sensasi. Proses egalisasi mengandung tendensi penyamaan, dimana di dalamnya peran dari materi atau uang begitu penting dalam kehidupan di kota. lni berlatar belakang pada proses tehnisi dan industrialisasi. Dengan memiliki uang, orang akan dapat sejajar dengan orang lain. Dalam arti ia juga dapat membeli banyak keinginan dan kebutuhan yang diinginkannya. Kehidupan di perkotaan berisi kecendrungan sensasi, karena kepekaan manusisa menjadi semakin luntur seperti disebutkan di atas. Hal-hal yang menimbulkan sensasi, misalnya di bidang olahraga, meskipun ini terasa lebih kuat pada kelompok pemudanya. Melalui kegiatan olahraga orang muda mencari prestasi, dan caranya dengan metode yang sportif. Sikap sportif ini kemudian mewujudkan suatu sikap yang terpuji, yang diharapkan akan berlaku juga dalam pergaulan secara kemasyarakatan. Apabila kita meninjau peranan kota dalam proses perubahan sosial, maka harus dibedakan antara proses perubahan yang terjadi dalam konteks kota dan yang terjadi dalam konteks yang lebih luas, ba ik regional maupun nasional. 

     Dalam tulisan-tulisan tentang proses pertumbuhan ` kota banyak diberikan perhatian atas proses perubahan yang terjadi dalam konteks kota. Orang-orang yang pindah darı desa ke kota, dalam beberapa hal mengubah kebiasaan mereka, karena pengaruh konteks yang berlainan di mana mereka harus ħidup. Kita telah melihat apa akibat perubahan kebiasaan itu atas fungsi kelompok kekerabatan. Akan tetapi kelompok kekerabatan itu hanya sebagian saja dari struktur sosial. Kita juga dapat memikirkan tentang yang disebut organisasi bebas, yaitu yang didirikan guna mencapai tujuan bersama tertentu dan bukan organisasi ekonomi atau politik yang khas. Organisasi-organisasi bebas ini juga sering mencerminkan perubahan sosial, bahkan demikian rupa, sehingga dapat dibedakan antara organisasi-organisasi yang lebih tradisional dan yang lebih modern. Juga proses intensifikasi dari subkultur tersebut di atas termasuk proses perubahan yang terjadi dalam konteks sebuah kota. 

   Segi yang penting dalam tinjauan tentang perubahan sosial dalam konteks kota itu ialah faktor waktu. Bagi seorang pendatang proses penyesuaian diri dengan struktur sosial baru (resocialization`) itu tidak terjadi di semua sektor kehidupan kota, di mana ia menceburkan diri. 

    Demikianlah seorang individu dapat dengan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaannya yang baru (pakaian, jam kerja, hirarki jabatan), sedang mengenai pemeliharaan kesehatan, keanggotaan perkumpulan bebas, dan sebagainya, ia lebih berpegang kepada latar belakang pedesaan. Dalam hubungan ini dikatakan, bahwa pendatang itu di kota tetapi bukan orang kota. John W. Mayer menggunakan kata 'inkapsulasi’ (incapsulation) apabila pendatang itu tinggal di kota, akan tetapi tidak menjadi orang kota, sedang Ray Pahl memberitahukan, bahwa banyak pendatang itu orang kota pada siang hari, dan malamnya orang desa. Akan tetapi masih menjadi soal, apakah proses perubahan situasi berjalan sepihak, dalam arti, bahwa pendatang baru itu harus selalu menyesuaikan diri dengan organisasi sosial dan cara berfikir orang kota. Terutama untuk kota yang tumbuh dengan cepat karena banyaknya pendatang. juga digunakan kata ruralisasi (pen-desa-an), karena latar belakang sosial-budaya yang dibawa oleh para pendatang itu memegang peranan penting yang sukar dihilangkan. Akan tetapi dapat disimpulkan, bahwa bagaimanapun juga konteks tata kehidupan kota itu merupakan arena, di mana terjadi proses perubahan-perubahan penting di bawah pengaruh sifat kota yang khas. Kesimpulan ini tanpa mengingat persoalan, apakah sifat yang khas itu harus dipandang dalam hubungan dengan ciri-ciri material ataukah non-material dari tata kehidupan kota. Lain halnya, apabila yang ditinjau itu peranan kota dalam proses perubahan yang terjadi ditingkat regional. Studi tentang proses urbanisasi seperti yang terjadi di Eropa dan Amerika Utaralah yang terutama berpengaruh, sehingga kota dianggap memegang peranan penting dalam proses perubahan yang terjadi dalam rangka yang lebih luas. 

     Gleen E. McGee berbicara tentang peranan penting yang dijalankan oleh ’teori-teori dominasi kota’. (staddominante theorieën) dalam studi tentang proses urbanisasi. Apabila ditinjau peranan kota sejak permulaan proses urbanisasi, maka sudah selayaknya untuk berpendapat, bahwa kota itu memegang peranan penting dalam proses-proses perubahan di tingkat regional dan nasional. Sejak jaman dahulu kota itu menjadi pusat perdagangan, industri, administrasi dan politik (baik pada jaman prakolonial, jaman kolonial dan post-kolonial).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun