Ganja Medis, sempat masuk berita pada tahun 2022 dimana sebuah ibu-ibu ada di car free day dengan membawa palang "Tolong, Anakku butuh Ganja Medis." Terlihat seorang ibu yang menginginkan minyak CBD ( Cannabidiol ) untuk mengobati anaknya yang mengidap cerebral palsy pada bagian otaknya. Ini menjadi salah satu peristiwa yang menjadi simbol perjuangan untuk melegalkan ganja untuk keperluan medis.Â
Ganja atau juga biasa di ketahui sebagai Cannabis Sativa mengacu kepada pucuk daun, bunga, dan batang dari tanaman tersebut. Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan bahwa ada tiga jenis ganja seperti berikut : Cannabis Sativa, Cannabis Indica, dan Cannabis Ruderalis yang memiliki kandungan tetrahidrokanabinol (THC) berbeda-berbeda. Â Selain dari itu "Ganja juga dikenal sebutan marijuana, grass, weed, pot, tea, mary jane, dan produknya hemp, hashish, charas, bhang, ganja, dagga, dan sinsemilla (Camellia, 2010). Â THC merupakan psikotropika yang merupakan alasan utama atau senyawa utama dari ganja yang bertanggung jawab atas efek-efek yang dikenal datang dari ganja. Seperti nge-fly, halusinasi, dan juga efek psikologis lainnya. Penggunaan ganja dapat merusak juga cara kerja saraf pusat manusia yang bisa menghasilkan gangguan jiwa pada orang tersebut.Â
Dampak Buruk GanjaÂ
Namun memang sudah jelas, mengapa ganja dilarang oleh BNN di Indonesia karena Penggunaan ganja memiliki pengaruh yang buruk terhadap kesehatan fisik maupun psikis (mental). Dari segi fisik ganja dapat menyebabkan kanker paru karena asap ganja mengandung banyak karsinogen sama dengan asap tembakau (Halla & Degenhardt, 2014). Seperti yang di tertulis diatas, ganja dapat mempengaruhi banyak hal dari tubuh kami. Penggunaan ganja dapat mempengaruhi kondisi vaskular tubuh kita, yang bisa meningkatkan risiko terkena penyakit seperti serangan jantung, stroke, dan stroke ringan yang terpengaruh oleh gangguan pada aliran darah ke otak dalam waktu yang singkat, selama orang tersebut dibawa intoksikasi ganja. Â
Ganja tidak hanya dapat meningkatkan resiko tubuh kepada penyakit, namun juga dapat berdampak pada kehidupan sehari-hari kita, seperti mempengaruhi fungsi kognitif, pengurangan dalam pembelajaran verbal, penurun daya ingat kita, dan juga mengurangi kemampuan untuk fokus. Namun ini semua kembali kepada beberapa faktor, seperti; durasi waktu penggunaan, seberapa sering menggunakan, dan juga dosis THC yang dikonsumsi oleh pengguna. Selain dari efek samping fisik, ganja juga mempengaruhi kesehatan mental, terkadang ada kasus-kasus dimana terjadinya gangguan bipolar, depresi, kecemasan, psikotik, dan juga ada kasus bunuh diri yang pernah terjadi. Namun ini semua kembali ke alasan menggunakan ganja atau Cannabis Sativa, kasus-kasus yang saya menulis diatas terjadi karena penyalahgunaan ganja sebagai sebuah narkotika, sedangkan ganja dapat digunakan sebagai obat.Â
Â
Pandangan MasyarakatÂ
Memulai dari pandangan pemerintah atas Ganja, spesialis seperti Guru Besar FKUI Frans D. Suyatna menyatakan bahwa kalau pun ada manfaat ganja sebagai sebuah obat, ganja hanya akan menjadi obat sementara, namun yang dicari oleh orang-orang adalah rasa euforia, karena fungsi yang dicari dari obat ganja ada jenis obat-obat lain yang memberi fungsi yang sama namun mungkin tidak seefektif Canabidiol atau CBD. Kembali lagi ditekankan oleh pemerintah sesuai dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa " Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi)." Hal tersebut menjadi mutlak karena Cannabis Sativa, atau ganja tergolong sebagai jenis narkotika golongan 1.Â
Namun dari sisi masyarakat terdapat banyak kelompok yang memiliki opini mengenai penggunaan ganja. Terdapat kelompok yang menentang keras terhadap penggunaan ganja, karena ganja merupakan zat adiktif yang berbahaya dan harus dilarang tanpa pengecualian. Sedangkan juga ada kelompok masyarakat yang mendorong atas legalisasi untuk medis, dimana mereka percaya bahwa ganja memiliki potensi manfaat medis yang sangat signifikan dan harus dilegalkan dengan tujuan untuk pengobatan tertentu, tentu dilakukan dibawah pengawasan medis yang ketat. Selain dari itu ada juga kelompok yang setuju atas legalisasi ganja sepenuhnya, dimana kelompok masyarakat tersebut percaya bahwa ganja tidak lebih berbahaya dari alkohol ataupun tembakau (yang legal), dan harus dilegalkan sepenuhnya. Mereka percaya hal tersebut karena menurut kelompok masyarakat tersebut ada potensi ekonomi yang besar dari legalisasi ganja tersebut.Â
Maka dari itu perdebatan mengenai legalisasi ganja untuk kebutuhan medis dan juga posisi pemerintah yang tetap mengenai larangan keras atas ganja telah berlangsung. Berikut merupakan bentuk-bentuk potensi manfaat medis yang didapatkan dari Canabidiol atau CBD; Pengelolaan Nyeri Kronis, dimana dalam CBD dan THC didapatkan sifat analgesik yang dapat membantu meredakan nyeri kronis yang sulit diatasi dengan obat-obatan konvensional. Selain dari itu juga ada pengobatan untuk epilepsi, meringankan gejala kanker, dan juga mengobati penyakit Neurodegeneratif. Selain dari sisi pengobatan, legalisasi ganja dapat memastikan bahwa pemerintah dapat mengatur produksi dan juga distribusi penggunaan ganja medis secara ketat, sehingga kualitas dan keamanan produk tersebut lebih terjamin di Indonesia.Â
Maka dari itu Ganja merupakan sebuah narkotika yang tetap menjadi pertimbangan yang bisa dikatakan sulit bagi masyarakat Indonesia. Walaupun memang Ganja sudah dilarang secara garis keras di Indonesia mungkin sekarang waktunya untuk mempertimbangkan kegunaan ganja sebagai bahan medis yang tetap. Maka dari itu yang kami perlu lakukan sebagai masyarakat adalah untuk meningkatkan literasi dan juga kepedulian atas penggunaan ganja yang benar, serta dampak-dampak baiknya yang hanya dapat dimanfaatkan, jika ganja digunakan pada dosis dan pengawasan medis yang baik dan benar. Pada akhirnya saya setuju bahwa legalisasi ganja di Indonesia mungkin menjadi aset yang dibutuhkan pada kedepannya.Â