Pemilu tahun 2009 menjadi titik refleksi bagi partai-partai Islam untuk meninjau kembali strategi dan pendekatan mereka dalam politik nasional, menekankan perlunya adaptasi dan pembaruan dalam struktur dan visi politik mereka agar tetap relevan dalam dinamika politik Indonesia yang terus berkembang.
Selain itu, munculnya pandangan baru dalam politik Islam yang lebih mengutamakan aspek kebudayaan dan sosial daripada politik elektoral menjadi tren baru. Fenomena seperti kesalehan, penyebaran jilbab, dan maraknya majelis taklim, menunjukkan bahwa keislaman di Indonesia bergerak lebih ke arah santrinisasi sosial budaya, bukan politik elektoral.
Menariknya, pada saat yang sama, terjadi de-politisasi identitas Islam di ranah politik, di mana banyak muslim Indonesia merasa bahwa dukungan terhadap partai Islam tidak harus mengikuti identitas keagamaan secara eksklusif. Fenomena ini dibantu oleh pemikiran-pemikiran tokoh seperti Nurcholish Madjid dengan konsep "Islam Yes, Partai Islam No", yang mempengaruhi banyak orang Islam untuk tidak lagi terpaku pada partai berlabel Islam dalam berpolitik.
Secara keseluruhan, transformasi ini menunjukkan bagaimana partai-partai Islam di Indonesia mengalami evolusi dari menjadi simbol perjuangan politik Islam menjadi lebih fokus pada pengaruh sosial dan kultural. Meskipun peran mereka dalam politik elektoral mungkin berkurang, kontribusi mereka terhadap pembentukan masyarakat yang lebih saleh secara sosial dan budaya tetap menjadi salah satu aspek penting dalam dinamika politik dan sosial di Indonesia saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H