Mohon tunggu...
Anri Rachman
Anri Rachman Mohon Tunggu... Guru - Pengajar di Sekolah Madania, Kabupaten Bogor

Bukan manusia baik, bukan pula manusia jahat, hanya manusia dengan dosa yang berusaha memberikan yang terbaik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Literasi dan Pandemi

18 Juli 2020   23:13 Diperbarui: 19 Juli 2020   08:44 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sudah berbulan-bulan pandemi covid-19 melanda Indonesia. Tidak hanya Indonesia, sejak pertama kali mewabah pada sekitar akhir tahun 2019 di Wuhan, Tiongkok, pandemi ini telah menjangkiti hampir semua negara di dunia. Banyak korban jiwa hingga perekonomian serta sektor lainnya terhenti akibat pandemi ini.

Merunut pada sejarah dari berbagai sumber, ini bukan pandemi pertama yang menjangkiti masyarakat global. Sebelumnya telah melanda juga pandemi seperti black death plague pada pertengahan tahun 1300an, Kolera pada pertengahan tahun 1800an hingga pada awal tahun 1900an, Influenza pada akhir tahun 1800an hingga saat perang dunia pertama berakhir, Flu Asia dan Flu Hongkong pada pertengahan tahun 1900an, serta HIV/ AIDS pada tahun 1970an hingga kini.

Apakah masyarakat global dan khususnya Indonesia siap menghadapi pandemi baru seperti sekarang ini, covid-19? Seharusnya kita siap karena telah belajar pada pengalaman menghadapi berbagai pandemi sebelumnya. Bertahun-tahun ke belakang berbagai pengalaman menghadapi pandemi sudah dilalui. Namun, yang menjadi masalah adalah apakah kita benar-benar belajar dari berbagai pengalaman sebelumnya? Apakah kita belajar, membaca, dan memahami berbagai pandemi sebelumnya?

Memahami dan mempelajari berbagai pengalaman yang telah dilalui menjadi bekal penting menghadapi masa pandemi covid-19. Pepatah "Pengalaman adalah guru tebaik" akan tidak berarti jadinya jika pengalaman tersebut tidak dipelajari dan dipahami.

Literasi menjadi penting bagi kita untuk meningkatkan kemampuan memahami dan mempelajari berbagai peristiwa yang dilalui selama ini. Sehingga berbagai peristiwa yang terjadi tidak hanya menjadi bahan sejarah tapi juga bahan pendidikan untuk melanjutkan hidup pada masa datang.

Tanpa kemampuan literasi yang kuat, kita berada pada sisi jurang berbagai pandemi lainnya di masa datang. Perlu diperhatikan, bahwa awal dari segala pandemi adalah kurangnya kemampuan literasi dalam berbagai bidang. Meskipun obat atau vaksin untuk memberantas pandemi tersebut belum ada, jika kita telah siap karena kemampuan litarasi yang kuat, dapat membantu bertahan hidup menghadapinya.

Enam kemampuan literasi dan pandemi

Pada tahun 2015, World Economic Forum, disepakatilah enam kemampuan literasi yang harus dimiliki dan dikembangkan oleh masyarakat global, yaitu membaca-menulis, numeral, ilmu pengetahuan (sains), informasi-komunikasi (digital), finansial, serta budaya dan kewargaan. Enam kemampuan literasi tersebut menjadi kebutuhan dasar prasayarat kecakapan hidup di era modern.

Lalu apa hubungan enam kemampuan literasi tersebut dengan pandemi? Diharapkan enam kemampuan literasi tersebut mempersiapkan kita terhadap segala kemungkinan di masa yang akan datang. Sehingga dampak-dampak yang ditimbulkan oleh suatu pandemi seperti pada pengalaman-pengalaman sebelumnya dapat diminimalisasi.

Pertama, literasi membaca-menulis. Kemampuan ini sangat diperlukan agar ketika suatu pandemi terjadi, masyarakat dapat membaca berbagai informasi yang disampaikan mengenai pandemi tersebut. Sehingga kita melek terhadap informasi yang disampaikan. Membaca dan menulis menjadi sangat penting, maka kemampuan ini harus dimiliki sejak dini.

Slogan "membaca adalah gerbang dunia atau pengetahuan" benar adanya. Dengan kemampuan membaca, kita dapat mengolah berbagai informasi. Voltair seorang filusuf asal Perancis mengatakan bahwa semakin banyak kita membaca, semakin banyak kita berpikir; semakin banyak kita belajar, semakin sadar bahwa kita tak mengetahui apa pun.

Selain itu, jika kita banyak membaca berbagai informasi suatu hal berkaitan dengan pandemi covid-19, maka akan membuka mata untuk saling membantu dalam mengatasi dan menekan penyebarannya. Sehingga tidak hanya menggantungkan penanganan pandemi tersebut kepada pemerintah maupun ahli kesehatan. Bagaimanapun ini merupakan masalah bersama dan harus diselesaikan bersama pula.

Dengan membaca, tidaklah akan ditemukan peristiwa saat di sepanjang jalan terpampang imbauan "Dilarang berjualan di sepanjang jalan selama masa pandemi!" namun jalanan ramai dipenuhi warga yang melakukan transaksi jual-beli dan tidak menghiraukan imbauan tersebut. Bahkan imbauan-imbauan lain dari pemerintah maupun instansi terkait mengenai pandemi covid-19 dapat diterima, diolah, dan dilaksanakan dengan baik bila masyarakatnya membaca.

Kedua, literasi numeral. Literasi numeral adalah kemampuan membaca lambang atau data yang disajikan baik berupa angka maupun lambang lainnya. Kemampuan ini sangat diperlukan dalam menghadapi masa pandemi covid-19. Dengan kemampuan numeral yang baik, kita dapat memahami data yang disajikan. Sehingga tidak menimbulkan kepanikan maupun salah persepsi dalam menghadapi pandemi ini.

Yang menjadi permasalahan bukanlah berapa banyak atau persentase angka kematian dan kesembuhan dari pandemi tersebut, melainkan apakah kita sudah memahami data maupun grafik yang disajikan mengenai informasi perkembangan pandemi tersebut? Sehingga kita bisa lebih peduli untuk menjaga kesehatan bersama. Tidak lagi hanya memperdebatkan berapa jumlah yang meninggal dengan jumlah yang sembuh, namun melakukan imbauan-imbauan yang disampaikan melalui suatu data dan gambar maupun media lainnya.

Ketiga, literasi ilmu pengetahuan (sains). Pengetahuan bukanlah milik para ahli atau ilmuwan maupun pelajar, melainkan milik semua umat manusia. Semakin banyak pengetahuan akan suatu pandemi, diharapkan semakin mawas dan acuh terhadap kesehatan lingkungan. Pengetahuan dapat diperoleh dari berbagai sumber terpercaya. 

Dengan melek pengetahuan, kita dapat memilah dan memilih informasi serta cara menangani pandemi dengan tepat. Maka tidak lagi ditemukan peristiwa-peristiwa seperti panic buying atau menimbun suatu bahan pengobatan yang diperlukan dunia kedokteran karena ketidaktahuan kita dalam menghadapi pandemi covid-19.

Keempat, literasi informasi-komunikasi (digital). Pada masa pandemi covid-19 musuh yang harus dihadapi menjadi berlapis karena yang dihadapi tidak hanya pandemi itu sendiri tapi juga kabar bohong (hoaks). 

Hoaks menjadi sangat rawan karena kurangnya kemampuan dalam literasi informasi-komunikasi. Pada era serba digital atau internet ini, kemampuan literasi ini sangat diperlukan karena informasi diterima dalam hitungan detik. Jika informasi yang diterima salah, maka dampaknya akan merugikan masyarakat.

Hoaks adalah pandemi digital tak kasatmata. Diharapkan jika melek terhadap kemampuan informasi-komunikasi, maka kita dapat memanfaatkan teknologi dengan baik. Dalam hal ini dapat memanfaatkan internet untuk mengolah, mencari, dan berbagi informasi mengenai pandemi covid-19 dengan bijak.

Selain itu, dengan melek digital, kita dapat memanfaatkan media digital dalam melakukan berbagai aktivitas meskipun dalam kondisi menghadapi pandemi covid-19. Masyarakat tidak gagap terhadap perkembangan zaman maupun kondisi yang mendorong untuk lebih kreatif. Kita masih dapat bekerja dan belanja dari rumah atau belajar jarak jauh menggunakan berbagai aplikasi pendukung.

Kelima, literasi finansial. Tak dapat dipungkiri bahwa dampak nyata dari pandemi covid-19 melanda bidang ekonomi. Banyak pekerja yang dirumahkan atau masyarakat yang kehilangan pendapatan selama pandemi ini. 

Namun jika sejak dini kemampuan lietrasi finansial telah terbangun dengan baik, maka kita telah siap menghadapi kondisi dan dampaknya. Kemampuan litarsi finansial sangat diperlukan untuk dapat membaca dan mengelola perekonomian masyarakat hingga masa datang.

Ketergantungan finansial pada masa pandemi justru dapat menjadi permasalahan baru. Jika sejak dini pemerintah dan masyarakat telah mempersiapkan finansial untuk dalam kondisi buruk, maka ketergantungan finansial dapat dihindari dan lebih memanfaatkan swadaya finansial.

Terakhir literasi budaya dan kewargaan. Paska pandemi mau tidak mau akan membawa masuk pada masa normal baru. Pada masa normal baru ini kita dihadapkan pada aktivitas yang tidak seperti biasanya sebelum pandemi. 

Pada pandemi sebelum-sebelumnya pun masa normal baru terjadi dan dilalui sebagai tahapan dalam menghadapi pandemi. Sebenarnya tidak ada yang baru pada masa normal baru ini, hanya kita dituntut untuk melakukan kebiasaan-kebiasaan positif yang selama ini terlupakan. 

Kebiasaan-kebiasaan yang pada umumnya sudah dianjurkan demi kesehatan bersama. Kebiasaan mencuci tangan setelah beraktivitas dan sebelum makan adalah satu contoh kebiasaan yang sejak dini sudah dianjurkan namun kita acap alpa terhadapnya. Padahal perilaku sederhana tersebut merupakan langkah awal melawan segala pandemi.

Kemudian kebiasaan lain yang menjadi tantangan adalah jaga jarak dalam kerumunan serta menggunakan masker ketika sakit. Dua kebiasaan ini juga acap kali dilupakan. Setiap hari sebelum pandemi covid-19 terjadi, kita tidak terbiasa menjaga jarak atau baris dengan rapi ketika menunggu alat tranportasi umum. Padahal kondisi tertib dan teratur merupakan bagian dari budaya masyarakat Indonesia. Jika kita telah terbiasa melakukan perilaku-perilaku tersebut sebagai suatu bagian dari budaya dan perilaku positif kewargaan, maka dapat menekan jumlah penyebaran pandemi covid-19.

Budaya taat dan tertib pada peraturan harus semakin ditegakkan. Jangan sampai budaya taat dan tertib hanya terjadi ketika ada pengawasan, namun harus dijadikan kebiasaan sehari-hari.  Tak ada lagi perilaku menerobos rambu lalu lintas ketika tiada petugas namun berhenti ketika ada petugas. Jika budaya perilaku positif selalu ditegakkan, perilaku seperti itu tak akan terjadi. Selain itu hal tersebut juga menunjukkan tiadanya kemampuan literasi berbudaya dan kewargaan serta kemampuan lima literasi lainnya.

Pepatah Jawa mengatakan, manungsa mung ngunduh wohing pakarti, artinya kehidupan manusia baik dan buruk adalah akibat dari perbuatan manusia itu sendiri. Semakin baik dan positif budaya berperilaku, maka semakin menuju kebaikan pula. 

Mari mulai tingkatkan enam kemampuan literasi tersebut, agar selalu siap jika dihadapkan pada kondisi terburuk dalam kehidupan. Menghadapi pandemi tanpa literasi merupakan degradasi. Salam literasi!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun