Presiden Perancis Emmanuel Macron dalam pernyataannya belum lama ini mengungkapkan bahwa Islam saat ini sedang dalam keadaan krisis di seluruh dunia. Pernyataan ini erat kaitannya dengan berbagai kejadian kekerasan yg dipicu oleh penayangan karikatur pada thn 2006 yg lalu yg melecehkan Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam, dg atas nama kebebasan mengekspresikan pendapat oleh sebuah majalah satire, Charlie Hebdo.Â
Tindakan majalah tsb memicu berbagai reaksi di dalam dan luar Perancis yg kemudian disusul dg diserbunya kantor majalah tsb oleh dua kakak beradik dg senapan mesin pd thn 2015 dan menimbulkan banyak korban. Peristiwa ini menimbulkan banyak demo di Perancis pada waktu itu.
Kemudian belum lama ini ada seorang guru dibunuh dg dipenggal dlm perjalanan pulang krn menunjukkan karikatur2 Nabi dlm pelajaran kepada murid2nya. Kejadian ini juga menimbulkan banyak demo di seluruh Perancis.
Kemudian terjadi penyerangan2 saat dimulainya persidangan pada September 2020 lalu terhadap para terdakwa yg dinilai sebagai kaki tangan penyerangan di kantor Charlie Hebdo tsb. Utk menandai dimulainya sidang tsb, Majalah Charle Hebdo menayangkan kembali kartun2 kontroversial tsb. Penayangan ulang kartun2 yg menghina Nabi tsb membuat majalah tsb ludes dibeli orang dalam sehari dan akan dicetak ulang sebanyak 200 ribu eksemplar.
Presiden Perancis mengatakan bhw mereka memiliki kebebasan (pers). Dia akan membuat RUU yg mengijinkan memilih ideologi, agama atau afiliasi apapun tetapi dilarang menunjukkan afiliasi tsb di tempat2 umum spt sekolah dan yg lainnya.
Yah, itulah 'kebebasan'. Dimaknai secara berbeda oleh satu dan yg lainnya. 'Kebebasan' yg satu dimunculkan, maka memicu reaksi ' kebebasan' lainnya. Sama seperti ada sebagian perempuan sering mengatakan bahwa mereka memilki kebebasan mengekspresikan apa yg disebut dg art atau keindahan dg mengeksploitasi tubuh atau aurat mereka dan dipertontonkan kpd khalayak ramai. "Pikiran mereka aja yg kotor."Â
Begitu kira2 kata perempuan2 itu atau mungkin juga laki2 yg mendukung pernyataan itu. Nah, yg melihat 'keindahan' tsb juga memiliki 'kebebasan' utk menginterpretasikan apa yg mrk lihat.Â
Apakah memang spt yg dikatakan perempuan2 itu, sbg seni atau ada yg melihat sebagai pornografi, degradasi moral dan ada yg melihatnya utk sarana memuaskan syahwat birahinya yg menggelegak, kemudian memicu ke pelecehan seksual, bahkan pemerkosaan dan yg lainnya. Pokoknya semua adalah atas nama KEBEBASAN. Semua harus aware dan siap dg konsekuensinya masing2.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H