Berita yang sedang ramai di kalangan murid kolese dan mungkin juga bagi beberapa warga Jakarta adalah aksi walkout yang dilakukan oleh beberapa alumni Kanisius saat gubernur Jakarta, Anies Baswedan, menyampaikan pidatonya dalam rangka merayakan ulang tahun ke 90 kolese tertua di Indonesia ini.
Aksi ini mungkin di nilai sebagai hal yang tidak sopan dan beretika untuk meninggalkan seorang figur negara pada saat pidatonya, tetapi hal inipun tetap di lakukan oleh beberapa alumni termasuk tokoh Ananda Sukarlan (komponis dan pianis).
Aksi ini nantinya di jelaskan oleh beliau di pidato penerimaan penghargaannya. Beliau mengkritik panitia penyelenggara atas diundangnya Anies Baswedan yang dianggapnya seorang tokoh yang kurang sesuai dengan jiwa-jiwa dan nila-nilai yang dihidupi anak-anak kolese terlebihnya Kanisian. Jiwa yang dihidupi antara lain adalah "men for others" yang artinya mendedikasikan karya bagi orang lain, hal ini termasuk menjadi tokoh-tokoh yang baik dan jujur.
Aksi ini menimbulkan banyak kritikan dari orang luar kolese tentang etika dan sopan santun, maka dari itu Perhimpunan Alumni Kolese Kanisius Jakarta akhirnya mengeluarkan pernyataan resmi untuk menjelaskan aksi mereka yang dianggap ekstrim ini. Di dalam pernyataannya Sharief Natanegara selaku ketua umum PAKKJ menjelaskan bahwa aksi yang mereka lakukan telah di besar-besarkan dan di dramatisir dan memang benar terdapat kebebasan berpendapat namun telah disampaikan di momen yang kurang tepat. Beliau juga telah memberi surat penjelasan ke Bapak Gubernur dengan harapan tidak ada pihak yang terprovokasi.Â
Dengan itu saya melakukan survey ke beberapa murid maupun alumni kolese tentang pendapat mereka apakah aksi ini bener-benar menunjukan jiwa dan/atau nilai yang diajarkan kolese-kolese di Indonesia. Saya bertanya kepada mereka, apakah aksi walkout yang di lakukan beberapa alumni Kanisius menunjukan jiwa dan nilai yang telah di ajarkan di sekolah anda?
Ironisnya, sekitar 60% pengikut survey saya mengatakan bahwa aksi walkout ini tidak sesuai dengan nilai dan jiwa yang diajarkan di kolese. Tetapi tentu saja Ananda Sukarlan dan beberapa alumni lainnya bebas berpendapat dan mengekspresikan ketidaksetujuannya terhadap Anies, namun pastinya ada cara dan tindakan lain yang dapat dilakukan untuk menunjukannya. Hasil ini sangat bertolak belakang dengan pidato penjelasan Ananda Sukarlan. Dia sebagai alumni seharusnya lebih hormat dan lebih menunjukan teladan kepada generasi baru siswa Kolese Kanisius. Banyak dari alumni kolese maupun masih menjadi murid berkata tidak karena kita diajarkan untuk memiliki jiwa "men and women for others" dan "conscience" atau hati nurani maka dari itu seharusnya kita makin peduli dan pengertian terhadap orang lain dan pendapat mereka. Walaupun ada ketidaksetujuan antara kedua pihak, janganlah membesar-besarkan masalah dengan mengompori atau menjelekan salah satu pihak, dan seharusnya mencari jalan tengah pada masalah.
Bagaimanapun hasilnya, sudah semestinya kita menghargai semua orang dan pendapat mereka. Sebagai anggota dari negara yang sama seharusnya kita saling membangun dan jangan membedakan dan mengucilkan siapapun karena dia atau mereka berbeda dengan mayoritas. Perbedaan adalah hal yang membuat Indonesia unik maka dari itu jangan buat perbedaan ini sebagai musuh kita. Tidak ada ras dan agama yang lebih superior, masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihannya sendiri-sendiri, pada akhirnya kita semua adalah manusia yang saling bergantung satu dengan yang lain. Terlebih lagi sebagai bangsa yang memiliki semboyan "Bhineka Tunggal Ika", yang seharusnya membanggakan perbedaan. Maka dari itu, janganlah gunakan kejadian ini sebagai kesempatan untuk mengolok-olok dan memojokan satu golongan atau kelompok, gunakanlah kejadian ini sebagai pelajaran cara berpendapat yang baik dan untuk menghargai pendapat orang lain. Saya sebagai salah satu siswi kolese berharap bahwa kelak nantinya Indonesia bisa menjadi negara yang menghargai pendapat semua orang dan tidak saling membedakan antar SARA dengan begitu menghidupi dengan benar sebagai negara kesatuan yang berdemokrasi.
AMDG.
Eunike Elizabeth, pelajar SMA KOLESE LOYOLA
*
Sampai detik ini saya menulis artikel ini, saya telah menemukan banyak penjelasan lebih dari kejadian tersebut. Bahwa sebenarnya aksi yang dilakukan Ananda dan beberapa alumni lainya bahkan tidak disadari oleh Anies Baswedan karena aksi yang dilakukan bersifat pasif dan tidak seperti apa yang di katakan banyak orang. Walaupun aslinya begitu lebih baik jika kita tidak menambah-nambahi atau mengompori situasi yang ada. Jika kedua pihak yang bersangkutan tidak ada masalah mengapa kita harus bertengkar sendiri dan mengolok-olok salah satu pihak? Tindakan yang di lakukan Ananda tidak salah karena beliau hanya sedang mengekspresikan pendapatnya tanpa menggunakan kekerasan apapun. Anies-pun tidak salah karena beliau juga mengekspresikan pendapatnya tanpa kekerasan. Mari kita akui bahwa kedua pihak memiliki kebenaran dan kesalahan mereka masing-masing dan tidak hanya melihat sesuatu dari satu perspektif.