Mohon tunggu...
Anom Farid
Anom Farid Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Takut Kecoa.\r\n\r\nTwitter: @anomfarid\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

05//Menyukai Kegelapan (Periplaneta Bunius)

17 Juli 2012   19:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:51 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Malam ketiga. Cahaya di bawah remang-remang, padahal bulan tak nampak secuil pun, langit sangat gelap dan makam-makam tetaplah senyap. Cahaya dari tubuh Ibil pun belum ada di sana menemani mereka. Udara terasa lebih dingin mengusap tubuh.
Tempat baru, dunia baru, membuat mereka selalu ingin tahu. Kopt, Modd dan Vleta terbang dari puncak daun tertinggi pohon Buni, langsung menuju kelap-kelip cahaya misterius yang masih belum mereka ketahui asal muasalnya.

Memang, cahayanya indah terlihat dari puncak pohon Buni. Cahaya-cahaya itu berkumpul, bergerombol, bergulung, terbang berputar seperti bola pijar. Bintik-bintik cahaya itu berterbangan bersebelahan tanpa sungkan. Mereka – Kopt, Modd dan Vleta semakin mendekat.

Tiga Kecoa terbang di atas bintik-bintik cahaya yang berterbangan sambil bernyanyi, seperti yang biasa dilakukan oleh Modd atau seperti yang sering dikumandangkan oleh rombongan Semut selagi bahu membahu membawa makanan.

Ku ku ku ku

Kunang-kunang

Ku lebih menyukai kegelapan

Ku kerlap-kerlip terang benderang

Mencari jodoh dengan cahaya

Karena cahaya memudahkan jalanku,

Jalan kemana pun, menuju siapa pun

Ku ku Kunang-kunang

Ku lebih menyukai kegelapan

Karena gelap, ku ada ku senang

Ku ku Kunang-kunang



“Mereka terbang seperti kita!” ujar Kopt yang terbang bersebelahan dengan Modd sambil menikmati lagu yang terdengar syahdu.

“Ku, ku, ku, nang, nang, nang, nang, ku, ku, kwehehihihi” Modd merasa lagunya layak untuk dinyanyikan ulang, dan dia menganggap Kunang-kunang masih sebangsa dengannya, hanya ukurannya saja yang jauh lebih kecil, tidak lebih besar dari semut Rang-rang yang sempat bertemu dengannya di pohon Buni.

Vleta menyusul, “Pantatnya mengeluarkan cahaya? Sahihihihi, bagus!”

Tak perlu berkenalan, mereka langsung tahu kalau bintik-bintik cahaya itu berasal dari serangga bernama Kunang-kunang, karena lagu yang dikumandangkan mereka.

Kopt, Modd dan Vleta sangat gembira dan bersuka cita bisa bertemu serangga lain di tempat tinggal baru, setelah kemarin bertemu dengan beberapa Jangkrik.

Ada mitos di beberapa tempat, kalau Kunang-kunang dianggap sebagai kuku yang lepas dari jemari orang-orang yang sudah mati. Percaya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun