Mohon tunggu...
Adi Prangbakat
Adi Prangbakat Mohon Tunggu... -

Saya mencintai negeri ini. RI yang berdasarkan Pancasila, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Adakah Kejujuran dalam Seleksi Masuk Sekolah RSBI ("Favorit")?

19 Juni 2012   07:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:47 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sebagaimana biasa Kita orang tua selalu disibukkan pada ritual tahunan, yaitu mencarikan sekolah yang baik atau bahkan yang terbaik untuk anak-anaknya.  Bagi Orang Tua yang anak-anaknya memiliki prestasi dalam hal akademik maupun non-akademik, akan memilih sekolah yang terbaik (baca: favorit) yang diidamkan.  Kasus kali ini akan saya berikan untuk SMAN dengan predikat RSBI di Kota Bogor, Jawa Barat.  Sekolah SMAN RSBI ini mengadakan seleksi masuk melalui dua jalur yaitu jalur prestasi (japres) dan jalur ujian tulis.  Jalur prestasi nampaknya sudah cukup mapan dengan kriteria yang objektif, seperti pernah menjuarai suatu event olah raga atau kesenian di tingkat nasional, propinsi atau kota yang ditunjukkan oleh piagam atau penghargaan tertentu.

Seleksi melalui jalur prestasi ini biasanya dilaksanakan lebih awal, dan yang diterima sekitar lima puluhan siswa, sehingga sisa bangku yang tersedia inilah yang akan diperebutkan siswa melalui jalur ujian tulis, biasanya bangku yang tersisa sekitar 200 sampai 300 yang diperebutkan sekitar 900 sampai 1000 siswa.  Persaingan yang begitu ketat ini berpotensi memberikan inspirasi yang kreatif bagi sekolah (kepala sekolah), yaitu bagaimana mengkomersialkan kondisi ini.  Bagi orang tua dengan kemampuan keuangan yang lebih, kondisi seperti ini tentu merupakan sebuah peluang untuk dimanfaatkan, terutama bagi mereka yang berniat untuk itu dan menyadari anaknya memiliki prestasi akademis yang kurang.  Operasi seperti ini tentu bersifat tertutup, karena kegiatan ini bersifat illegal, termasuk kategori korupsi berupa penyogokan.

Sehingga yang dapat dikatakan disini hanyalah desas-desus (rahasia umum), bahwa tarif (tidak resmi) untuk masuk ke SMAN RSBI bisa mencapai Rp.40 jutaan.   Memang tidak baiklah kiranya desas-desus ini Kita percayai begitu saja dan saya yakin tidak semua siswa yang diterima di SMAN RSBI tersebut menyogok seperti itu, tetapi siapa yang menjamin penyogokan ini tidak mungkin terjadi. sehinggai naïf juga kalau Kita tidak percaya sama sekali dengan desas desus itu.  Keadaan saling curiga seperti ini nyatanya ada dikalangan siswa, maupun orang tua.  Ada anak/siswa yang merasa dikelas prestasi akademisnya jauh lebih baik baik dari temannya yang diterima di SMAN RSBI tersebut, dan kebetulan dia anak orang kaya (pejabat).

Kecurigaan bahwa seleksi yang dilakukan oleh SMAN RSBI ini hanyalah merupakan sebuah akal-akalan, bukanlah tanpa dasar sama sekali walupun salah satu SMAN RSBI Kota Bogor mengatakan bahwa seleksi dilakukan oleh pihak independen, tetapi kalau dikejar siapa pihak independen tersebut dan mengapa mereka disebut independen, pihak sekolah tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan.Mengapa seleksi SMAN RSBI ini dapat dicurigai sebagai akal-akalan?Pada dasarnya Kita akan puas apabila sistem yang digunakan untuk seleksi tersebut didasari oleh azas objektifitas, berkeadilan dan terbuka.

Salah satu SMAN RSBI Kota Bogor mengadakan Ujian Saringan Masuk siswa tertulis dengan tingkat kesulitan amat tinggi.Seleksi seperti ini akan sulit digunakan untuk membedakan mana siswa yang seharusnya lulus (prestasi akademis baik) dan yang tidak (prestasi akademis kurang), karena semua siswa -baik yang pintar maupun bodoh- akan mendapatkan nilai rendah.

Kalau seandainya seleksi masuk sekolah adalah bertujuan mendapatkan, siswa-siswa yang dengan kemampuan akademis yang baik, maka untuk mendapatkannya, tidaklah harus melalui ujian tertulis dengan tingkat kesulitan yang tinggi sehingga hampir tak seorangpun mampu menjawabnya dengan benar.  Hal yang sama juga berlaku, apabila soal ujian terlalu mudah, sehingga hampir semua orang dapat menjawabnya dengan baik, sehingga proses pendeskriminasian antara siswa yang pantas dan tidak pantas tidak berjalan. Dari sinilah bisa saja timbul kecurigaan, bahwa penentu lulus tidaknya siswa berdasarkan atas upeti yang diberikan.

Pada prinsipnya yang diinginkan adalah sebuah sistem seleksi yang mampu menghapus kecurigaan-kecurigaan, bahwa seleksi tersebut hanyalah akal-akalan.  Pernah pada suatu waktu seleksi itu dilakukan semata-mata berdasarkan nilai Ujian Nasional/UN (dulu NEM), sayangya hal itu tidak dilanjutkan karena berbagai alasan yang tidak terlalu jelas, tetapi kemungkinan ada kekurang kepercayaan atas nilai UN itu sendiri yang mana soal ujian/kunci jawabannya rawan bocor.  Kalau saja nilai UN itu dapat dipercaya sebagaimana nilai TOEFL, yang dilakukan oleh lembaga yang kredibel, tentu persoalan seleksi menjadi tuntas minimal lebih baik. Sayangnya pemerintah tidak pernah mengakui hal ini.  Kenyataanya bahwa SMAN RSBI pun tidak mau menggunakan hasil UN sepenuhnya sebagai tolok ukur seleksi.  Saat ini SMAN RSBI hanya menggunakan UN 40% dan sisnya hasil ujian tulis (60%).  Apakah perbandingan proporsi ini benar-benar dilakukan sulit untuk dikonfirmasi, mengingat penilaian itu bersifat tertutup dan tentu saja rahasia.

Pertanyaan-pertanyaan berikut mengkin dapat membantu untuk memperbaiki sistem seleksi yang ada sekarang sehingga dapat meminimalisir kemungkinan adanya perbuatan curang seperti penyogokan.


  1. Apakah tidak sebaiknya seleksi itu dilakukan berdasarkan nilai rapor dari semester 1 sampai semester 6, dengan membuat suatu kriteria yang jelas dan objektif?  Setiap sekolah (SMP) diberikan bobot berdasarkan peringkat akademis lulusannya di SMA tersebut.  Hal ini dapat dipelajari dari IPB Bogor yang selama ini melakukannya.
  2. Apakah tersedia sistem audit atas seleksi yang dilakukan selama ini? yang digunakan untuk evaluasi dan perbaikan.
  3. Mengapa seleksi tidak dilakukan bersama-sama untuk semua SMAN RSBI dan dilakukan oleh pihak ketiga?


Seleksi Masuk Sekolah dengan cakupan Kota atau tidak lebih luas dari Jabodetabek, tentu jauh lebih sederhana dan mudah dibanding yang dilakukan IPB dengan cakupan Indonesia.  Tulisan ini tentu juga berlaku untuk seleksi masuk SMP RSBI (Favorit)

Marilah Kita selalu berusaha untuk membuat sistem yang mencegah orang melakukan korupsi dibandingkan dengan menangkap seseorang setelah korupsi itu terjadi.

Semoga Indonesia menjadi lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun