Kita perlu belajar fakta fakta mengenai negara-negara yang telah banyak terjerat investasi terutama investasi dari China seperti Zimbabwe, Nigeria, Sri Lanka dan Pakistan.
Sama dengan yang terjadi di negeri ini, negara mereka melakukan banyak pembangunan infrastruktur dengan modal dari China, kenyataannya mereka rugi besar, tak bisa membayar hutang, dan perekonomian terpuruk.
Lalu bagaimana pendidikan yang semakin komersial, bukan hanya biaya semakin mahal tapi juga pendidikan bukan diarahkan pada kemurnian belajar dan menuntut ilmu, tetapi untuk menciptakan para tenaga siap kerja. Para lulusannya nanti akan diarahkan untuk bekerja pada perusahaan-perusahaan yang tentu saja dimiliki para 1% orang kaya yang menguasai 99% kekayaan di negeri ini, lapangan kerja memang ada, tapi menjadi pencipta lapangan kerja begitu sulit karena butuh modal besar dan relasi luas.
Di tengah perputaran mata uang yang berbunga-bunga tentu saja semakin menyulitkan rakyat kecil. Mungkin untung bila bisa mengembalikan modal atau pinjaman, tapi nyata sekali berhutang, itu sulit untuk lepas hingga angka mencapai miliayaran. Terlihat kaya, memang, cabang dimana mana, tapi hutang juga banyak, tekanan hidup semakin besar, bila tak bisa mengembalikan pinjaman, habislah sudah.
Menjadi tulang punggung hari ini memang sulit ditengah lautan rimba yang ganas.
Tanpa modal, tanpa relasi, tanpa kekuatan rasanya sulit menakhlukkan jumlah kebutuhan hidup yang semakin mahal hari demi hari. Kami menghormatimu para tulang punggung, dan kami memuliakanmu para tulang rusuk. Para Ayah dan para Ibu. Para pencari kerja, para pengusaha kecil, para pencari rezeki halal untuk keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H