Mohon tunggu...
Annokoi Simajnun
Annokoi Simajnun Mohon Tunggu... Penulis - Roby zulhan anak nelayan

"Sudah saatnya membenci dengan senyuman, dan mencintai dengan makian" ☕Rz.29/02/18

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pemira dari Dua Sisi

9 Desember 2018   02:15 Diperbarui: 9 Desember 2018   10:31 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PEMIRA DARI DUA SISI


Aku tidak mau ada budak, maka aku tidak boleh menjadi tuan. Itulah ideku tentang demokrasi ( Abraham Lincoln)

Penggalan kalimat dari cak Abraham yang sederhana itu sangat cocok untuk  memulai tulisan ini. Pada momentum pemilu raya (PEMIRA) dibuat dan dipampanglah pamflet-pamflet yang berisikan tentang syarat untuk menjadi bakal calon BEM, DPM, dan HIMAPRO. dengan beberapa syarat yang saya tidak bisa sebutkan secara lengkap dan detail, bisa saudara baca di mading, di tembok atau mungkin di pintu masuk. (Maaf jika kelihatannya memerintah). Untuk tahap yang pertama ini sudah baik, terlihatlah cara berdemokrasi yang prosedural, dengan aturan yang jelas, namun hal itu belum menjamin keberlangsungan demokrasi yang baik, sangat mungkin adanya kecelakaan dahsyat menjelang hari pemungutan suara. Inilah yang nanti penulis katakan bahwa, dalam momentum ini ada dua sisi, yakni antara baik dan buruknya

Demikianlah semarak momentum tahunan ini, membuka peluang yang sebesar-besarnya bagi semua mahasiswa untuk ikut andil didalamnya, namun seperti diawal penulis katakan, bahwa momentum ini akan melahirkan dua sisi, pertama baik untuk sebagian orang yang memang ingin lebih dekat dan ingin mengenal demokrasi secara sehat, baik bagi mereka yang ingin mengasah kemampuan dari hasil belajar untuk juga berperan dalam menyelenggarakan politik akal sehat, bukan mengakal-akali, baik bagi organisasi intra kampus ( BEM, DPM, HIMA,) yang sebelumnya untuk juga mengimplementasikan tugas dan wewenangnya, namun yang kedua sisi buruk diperuntukkan bagi mereka yang berambisi untuk merebut kepentingan dengan melangkahi aturan yang ada dan yang telah ditetapkan, kemudian dampak berikutnya adalah buruknya citra mahasiswa sebagai manusia yang terpelajar,  dan pada akhirnya lahirlah pesta demokrasi yang tidak sehat.

Miris memang jika yang ada didalam diri seorang mahasiswa hanyalah kepentingan dan kekuasaan tanpa memperhatikan cara mendapatkannya dengan jalan yang sebenaranya menciderai demokrasi, melepaskan perannya sebagai mahasiswa yang semestinya, dimanakah agen of change dan agen social of control.? Wallahu a'lam.

Maaf, tulisan atau seruan sedehana ini hanya difokuskan pada cara pandang kita terhadap momentum ini, agar kita  sama-sama melek dan saling mengingatkan, tidak lagi menjadi mahasiswa yang mudah diperalat dan dijadikan tunggangan, layaknya kuda yang terus diambil tenaganya, atas nama kepentingan yang beranekaragam macamnya.

Tidakkah saudara-saudara sadar bahwa setiap tahun banyak diantara kita yang selalu dijebak untuk  melakukan kesalahan yang sama? Dengan merelakan kebebasan akan pilihan, memililih bukan karena kemampuan melainkan atas kesamaan warna payung. Walhasil bukan peningkatan yang kita dapati tapi justru sebaliknya.

harapan penulis, mari kita sama-sama sadar dan menyadarkan demi demokrasi yang sehat, "one man one fote" harus tetap dijaga, dan kebebasan memilih juga tetap terpelihara.


Malang, 6 Desember 2018




Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun