Filsafat dapat diartikan sebagai berpikir menurut tata tertib dengan bebas dan dengan sedalam-dalamnya, sehingga sampai ke dasar suatu persoalan, yakni berpikir yang mempunyai ciri-ciri khusus, seperti analitis, pemahaman, deskriptif, evaluatif, interpretatif dan spekulatif (Muslih, 2016: 1). Filsafat membuat manusia berpikir tentang apa yang sedang dilakukan (Machamer, 1998). Maka dapat disimpulkan bahwa filsafat merupakan studi tentang cara manusia berpikir dengan mendalam tentang hal mendasar yang terjadi dalam dirinya dan alam sekitarnya.
Menurut Beck (1952), filsafat ilmu mempertanyakan dan mengevaluasi metode berpikir ilmiah yang mencoba menentukan nilai dan signifikansi dari hal-hal ilmiah secara keseluruhan. Menurut Machamer (1998), "Philosophy of science is a disipline that tries to expose the underlying presuppositions that structure important practices and institutions of life". Sederhananya filsafat ilmu membuat manusia berpikir tentang apa yang dilakukan dan alasannya. Dari pengertian tersebut, kita menemukan bahwa unsur ilmu menjadi hal yang penting. Ilmu dalam hal ini sebenarnya berawal dari kata pengetahuan yang diartikan sebagai pemahaman atau kesadaran tentang
fakta, informasi, konsep yang diperolah melalui pengalaman. Sedangkan ilmu merupakan salah satu dari jenis pengetahuan, yang di beberapa literatur dapat dipahami sebagai sains.
Menurut Hodson (1985) sains memiliki ciri-ciri tertentu, yang dapat digunakan untuk membedakan antara ilmu dan pengetahuan-pengetahuan lain yang bukan ilmu. Pertama, sains memberikan akses terhadap kebenaran faktual tentang dunia melalui pengamatan yang terpisah. Kebenaran faktual adalah pernyataan yang dapat dibuktikan berdasarkan bukti empiris atau obyektif. Kedua, pengetahuan ilmiah diperoleh langsung dari pengamatan terhadap fenomena. Maksudnya yaitu mengamati dan menganalisis fenomena untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik. Melalui pengamatan terhadap fenomena, data dapat dikumpulkan untuk memuat hipotesis, mengembangkan teori, dan menciptakan pengetahuan baru. Ketiga, sains secara rasional menguji dalil-dalilnya dengan cara objektif dan dapat diandalkan prosedur eksperimental. Keempat, sains adalah kegiatan netral yang tidak ternoda oleh faktor sosio-historis dan ekonomi, sehingga menghasilkan pengetahuan yang bebas nilai. Ini berarti dalam melakukan penelitian ilmiah, harus berupaya menghilangkan bias sosial, sejarah, dan ekonomi agar dapat mencapai pengetahuan yang bebas nilai.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka terjawablah pertanyaan mengapa kita harus mempelajari ilmu? Sebagaimana ilmu diartikan sebagai pemahaman akan fakta atau informasi, maka ilmu akan membawa kita pada pemahaman tentang bagaimana alam semesta bekerja di sekitar kita. Kemudian dari pemahaman tersebut maka didapat pemecahan masalah. Pemecahan masalah dapat dilakukan karena adanya pengetahuan dan keterampilan yang kita dapatkan dari ilmu. Pemecahan masalah termasuk di dalamnya yaitu pengembangan pemikiran, teknologi, teori, dan lain-lain.
Tentunya semua hal tersebut dilandasi dengan faktual dan objektif seperti halnya ciriciri ilmu itu sendiri. Terakhir dengan mempelajari ilmu maka terjadi peningkatan kualitas hidup manusia, yaitu dengan kemampuan manusia dalam membuat keputusan yang lebih baik dan bijak tentang lingkungan, karir, gaya hidup, kesehatan baik secara individu maupun masyarakat luas.
Referensi:
Beck, L.W. (1952). Philosophy Inquiry: An Introduction to Philosophy of Science. New York: Prentice Hall.
Hodson, Derek. (2008). Philosophy of Science, Science, and Science Education. Studies in Science Education. 12: 1, 25-57.
Machamer, Peter. (1998). Philosophy of Science: An Overview for Educators. Science & Education. 7: 1-11.
Muslih, Mohammad. (2016). Filsafat Ilmu: Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: LESFI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H