Pendidikan merupakan hak setiap warga negara Indonesia. Sebagaimana hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB IV Bagian Kesatu Pasal 5 Ayat 1 yang menyebutkan bahwa "setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu". Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan tidak membedakan status sosial dan ekonomi, jenis kelamin, suku, agama, ras dan tidak terkecuali bagi warga negara yang berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusif berkembang dalam rangka memenuhi hak asasi. Â Permendiknas No 70 tahun 2009 tentang Pendidikan inklusi secara khusus mengatur tentang layanan Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus sesuai kebutuhan dan kemampuan anak. Secara khusus, dalam peraturan ini diwajibkan penunjukan satu sekolah inklusi di setiap jenjang sekolah.
Dalam Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, terdapat enam model kelas yang dapat digunakan di sekolah inklusif, yaitu kelas regular atau full inclusion, kelas regular dengan cluster, kelas regular dengan pull out, kelas regular dengan cluster dan pull out, kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian, dan kelas khusus penuh.
Pertama kelas regular "full inclusion", siswa berkebutuhan khusus belajar bersama siswa lain dalam waktu penuh dan dengan menggunakan kurikulum yang sama. Kelas regular ini biasanya diperuntukkan bagi siswa berkebutuhan khusus ringan, misalnya siswa yang memiliki keterbatasan fisik sehingga harus menggunakan kursi roda. Jika siswa tersebut tidak mengalami kondisi lain yang menghambat, maka dia dapat masuk ke kelas regular full inclusion.Â
Kedua kelas regular dengan cluster, siswa berkebutuhan khusus belajar Bersama siswa lain dalam waktu penuh namun dalam kelompok khusus. Cluster atau kelompok ini kaitannya memudahkan proses pembelajaran agar berjalan efektif.
Ketiga kelas regular dengan pull out, siswa berkebutuhan khusus belajar di kelas regular, namun di waktu tertentu pembelajarannya dilanjutkan di kelas lain atau ruangan lain. Hal ini untuk mendapat layanan bimbingan dari guru khusus atau guru pendamping khusus. Misalnya siswa yang mengalami diskalkulia, penting bagi mereka untuk tetap berada di kelas regular mengikuti pembelajaran secara regular. Namun dalam mata pelajaran berhitung, mereka membutuhkan pendampingan khusus.
Keempat kelas regular dengan cluster dan pull out, siswa berkebutuhan khusus belajar di kelas regular dengan siswa lain namun dikelompokkan dalam cluster. Selain itu pada waktu tertentu mereka ditarik keluar kelas untuk mendapatkan pendampingan dari guru khusus atau guru pendamping khusus.
Kelima kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian, siswa berkebutuhan khusus belajar dan mendapat layanan dari guru khusus di kelas khusus. Namun dalam mata pelajaran tertentu mereka belajar dengan siswa lain di kelas regular, misalnya pelajaran olahraga.
Kemudian keenam kelas khusus penuh, siswa berkebutuhan khusus belajar dan mendapat layanan dari guru khusus di kelas khusus. Model kelas ini biasanya diterapkan pada siswa dengan disabilitas berat sehingga tidak memungkinkan berada di kelas regular.
Desain sekolah inklusif penggunaan model kelas disesuaikan dengan kondisi siswa dan dapat berubah tergantung perubahan kondisi siswa maupun waktu misalnya semester. Hal lain yang memengaruhi pemilihan model kelas di sekolah inklusif yaitu jumlah siswa, ketersediaan guru, jenis kelainan siswa, dan sarana prasarana yang tersedia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H