Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan dan pengajaran adalah pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek lahiriah (kemiskinan dan kebodohan), sedangkan pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin.Â
Oleh karena itu, pendidikan dan pengajaran ini saling berkaitan satu sama lain dimana  pendidikan dan pengajaran ini adalah bersifat memerdekakan dan memanusiakan manusia. Manusia yang merdeka itu adalah manusia yang merdeka lahir dan batin dan tidak ada ketergantungan dengan pihak lain dan mampu berdiri di atas kakinya sendiri, yang artinya dalam sistem pendidikan harus mampu menjadikan setiap individu mandiri dan berpikir sendiri.
Ki Hadjar Dewantara mengibaratkan peran pendidik seperti seorang petani atau tukang kebun. Anak-anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh pak tani di lahan yang telah disediakan.Â
Anak-anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Bila biji jagung ditempatkan di tanah yang subur dengan mendapatkan sinar matahari dan pengairan yang baik maka meskipun biji jagung adalah bibit jagung yang kurang baik (kurang berkualitas), maka dapat tumbuh dengan baik karena perhatian dan perawatan dari pak tani. Ki Hadjar Dewantara mengingatkan bahwa pendidikan pada anak sejatinya adalah mencapai kekuatan kodratnya sesuai dengan alam dan zaman.Â
Memaknai kodrat alam, pendidik dalam menyampaikan muatan atau konten pengetahuan yang diadopsi sejatinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan konteks sosial budaya yang ada di Indonesia.Â
Sedangkan dalam mekanai kodrat zaman yaitu pendidik berusaha mendidik anak-anak sesuai dengan cara belajar dan interaksi peserta didik sesuai zamannya misalnya saja untuk saat ini peserta didik masuk pada pendidikan abad-21 yang mengarahkan peserta didik untuk mengembangkan keterampilan communication, collaboraton, creative thinking dan critical thinking.
Pada pendidikan terdapat istilah budi pekerti yakni perpaduan antara Cipta (kognitif), Karsa (afektif) sehingga menciptakan Karya (psikomotor). Pembentukan budi pekerti ini dimulai dari lingkungan keluarga.Â
Keluarga merupakan tempat utama dalam melatih pendidikan sosial dan karakter bagi anak. Oleh sebab itu, peran orang tua sebagai guru, penuntun, dan pemberi teladan menjadi sangat penting dalam pertumbuhan karakter baik anak. Budi pekerti yang dimiliki oleh anak ini akan melatih anak untuk memiliki kesadaran diri yang utuh untuk menjadi dirinya (kemerdekaan diri) dan kemerdekaan orang lain.
Relevansi pemikiran Ki Hadjar Dewantara dengan konteks pendidikan Indonesia saat ini adalah sudah mulai diterapkan ajaran tamansiswa dengan pengimplementasian kurikulum 2013 kemudian disempurnakan lagi dalam kurikulum merdeka.Â
Pada kurikulum 2013,telah terintregasi pendidikan kerakter pada proses pembelajaran yang mencakup kegiatan mengamati, menanya, mencoba, menalar, mencipta dan mengkomunikasikan, dimana proses pembelajaran seperti ini berlandaskan pada sistem among.Â
Sistem among disini berarti pembelajaran bersifat kekeluargaan dan berdasarkan pada kodrat alam dan kemerdekaan. Hal ini berarti guru memberikan kesempatan kepada siswanya untuk mengembangkan pola pikir, potensi dan bakat serta kreativitasnya (Nurhalita & Hudaidah, 2021). Kemudian dalam pengimplementasian kurikulum merdeka, ajaran tamansiswa ini dapat terlihat dari kebijakan merdeka belajar, sistem zonasi sekolah, penghapusan UN UASNBN, serta penyederhanaan RPP (Widyastuti, 2021).Â
Kemerdekaan belajar di sini, guru memberikan kebebasan peserta didik dalam mengeksplore pengetahuan, bakat, dan potensinya sedangkan guru berperan sebagai fasilitator bagi siswa dalam mengembangkan bakat dan potensinya serta mengarahkan dan juga menuntun potensi dan bakat siswa tersebut pada arah yang positif .Â
Selanjutnya adalah penghapuasan UN dan UASBN dan menggantinya dengan asessmen dan survey karakter berperan dalam memberikan perubahan pada sistem pendidikan. Asessmen dan survey karakter ini lebih mencakup pada penilaian keseluruhan pada diri siswa baik dari kognitif, afektif, maupun psikomotorik sehingga dapat dijadikan pedoman dalam melihat kelebihan dan kekurangan siswa.
Adanya  filosofi pendidikan Indonesia ini merupakan salah satu keuntungan bagi pendidik maupuan calon pendidik. Hal ini dapat menambah wawasan terkait dasar-dasar  ajaran "Tamansiswa" dari Ki Hajar Dewantara dalam mewujudkan cita-cita pendidikan nasional yang sesuai dengan kebudayaan bangsa Indonesia. selain itu juga mampu dijadikan pedoman bagi pendidik dalam mengimplementasikan ajaran "Tamansiswa" dalam proses pembelajaran yang bersifat memerdekakan peserta didik guna mengembangkan potensi dan bakat yang dimilikinya.Â
Proses pembelajaran yang memerdekakan peserta didik artinya peserta didik tidak merasa tertekan ketika melaksanakan proses pembelajaran dan mereka merasakan kenyamanan layaknya pada lingkungan rumah. Pada kondisi ini guru berperan sebagai fasilitator yang manghantarkan peserta didik dalam mencaiapi cita-citanya. Adanya pengimplementasian dari dasar-dasar ajaran "Tamansiswa" ini diharapkan peserta didik mampu secara optimal mengembangakan dirinya berdasar potensi dan bakat yang dimilikinya sehingga nantinya dari potesi dan bakat yang dimilikinya ini bisa digunakan sebagai bekal dalam menggapai cita-cita masa depannya.
Semoga kita sebagai pendidik atau calon pendidik dapat terus mengembangkan diri untuk menjadi guru yang professional dan dapat berperan menjadi guru seperti yang diharapkan pada ajaran "Tamansiswa" yang sifatnya "menuntun" dan  "momong". Salam!
Sumber Rujukan:
Nurhalita, Nora & Hudaidah. 2021. Relevansi Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara pada Abad ke 21. Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol 3 (2).
Widyastuti, Retno, 2021. Relevansi Pemikiran Ki Hajar Dewantara dengan Konsep Merdeka Belajar. Prosiding Seminar Nasional Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa ": Inovasi Manajemen Pendidikan Dalam Tatanan Kenormalan Baru" : 1068-1076
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H