Mohon tunggu...
Annisa Zaenab Nur Fitria
Annisa Zaenab Nur Fitria Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Saya seorang psikolog klinis berlisensi dan pembaca di dunia anak-anak dan keluarga. Dalam kedua peran tersebut, saya percaya bahwa hidup kita terbuat dari banyak cerita. Dalam praktik saya, saya bertanya, menantang, dan memberdayakan pemikiran dan pola yang dibawa orang-orang dalam cerita mereka–dan memberikan makna yang lebih dalam.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Peran Psikologi Medis: Cabang Ilmu Psikologi Pendamping

19 Oktober 2023   08:35 Diperbarui: 19 Oktober 2023   08:44 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Perkembangan ilmu psikologi yang sangat cepat membuat kedudukan ilmu psikologi dapat berkolaborasi dengan cabang kelimuwan yang lain, salah satunya adalah ilmu medis. Ilmu medis yang dominan berfokus mengintervensi kondisi fisiologis pasien, kini dapat berdampingan dengan ilmu psikologi yang mengintervensi kondisi psikologis pasien. Tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa pasien dengan penyakit kronis, mengalami kerentanan dalam kondisi psikologis. Sebelum menyelam lebih dalam, kita perlu mengenali definisi dari psikologi medis. 

Perlu diketahui bahwa psikologi medis berbeda dengan psikologi kesehatan. Psikologi kesehatan membahas mengenai upaya untuk membentuk perilaku sehat pada masyarakat. Tentunya berbasis pada dasar positif yang bersifat preventif. Manusia dipandang sebagai makhluk yang bertanggung jawab terhadap kondisi sakitnya, tidak hanya sebagai korban penyakit. Pemaknaan ini tentu berbeda dengan psikologi medis. Psikologi medis merupakan cabang ilmu psikologi yang berfokus pada penerapan intervensi psikologi pada setting praktik medis. Hal ini termasuk penanganan psikologis dari penderita penyakit (pasien), keluarga pasien bahkan dokter yang memberikan perawatan behavioral medicine (obat-obatan yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku pasien) terutama bagi penderita penyakit kronis, seperti kanker, gagal jantung, gagal ginjal, dan lain-lain.

Dalam dunia medis, intervensi dengan pendekatan psikologis kerap dilakukan. Praktisi medis menyebutkan bahwa intervensi psikologis memiliki dampak positif terhadap pasien. Awalnya, intervensi psikologis dilakukan untuk menangani kecemasan pasien. Kini, intervensi psikologis berkembang untuk manajemen penyakit dengan tujuan mengurangi stress, kecemasan pasien, dan kondisi emosi yang negative. Hal ini karena ketiga hal tersebut dapat meningkatkan rasa sakit. Oleh sebab itu, intervensi psikologis berkedudukan untuk meminimalisir peningkatan penyakit pasien.  Emosi negatif sangat terkait dengan hasil buruk. Misalnya, gejala depresi pada pasien adalah hal yang umum, persisten, dan berhubungan secara independen dengan hasil medis yang negatif. 

Intervensi psikologis yang diartikan tidak untuk mengganti terapi medis yang dalam hal ini obat, namun bertujuan untuk memberikan ketenangan. Ketenangan dapat meningkatkan endorphin yang berguna untuk meredakan keluhan fisik. Penderita penyakit kronis tidak hanya merasakan keluhan fisik atas manifestasi penyakit, melainkan merasakan pula ketidakstabilan kondisi psikologis. Hal ini mencakup ketakutan yang menyelimuti penderita atas kematian. Sebagian besar penderita penyakit kronis menunjukkan gejala depresi, selain itu juga rentan mengalami stres dipicu oleh keluhan fisik dan ketidakstabilan mental. Individu dengan penyakit kronis memiliki keluhan kondisi emosi yang tidak stabil seperti mudah merasa sedih, putus asa, serta cenderung membandingkan hidupnya dengan orang lain yang masih optimal dalam melakukan aktivitas. Rata-rata, individu dengan penyakit kronis tidak dapat sembuh secara total dan memiliki ketergantungan akan obat seumur hidup.

Bagaimana keadaan psikologi yang positif mempengaruhi kesehatan? Pertama, emosi positif dapat berdampak pada hasil kardiovaskular melalui perilaku kesehatan. Keadaan psikologis yang positif, seperti optimisme, telah dikaitkan dengan kepatuhan yang lebih besar terhadap perilaku sehat pada orang dengan atau tanpa penyakit kronis. Terdapat penelitian yang mengungkap mengenai pasien dengan penyakit jantung. Hasil penelitian menemukan bahwa pasien dengan suasana hati positif sebelum operasi lebih cenderung mematuhi rejimen pengobatan pasca operasi setelah enam bulan. Selain berdampak pada perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, kondisi emosi dan kognitif positif ini juga dapat berdampak pada fisiologi. Optimisme dan keadaan terkait berhubungan dengan fungsi otonom yang sehat dan berkurangnya peradangan. Mengingat fungsi otonom dan peradangan merupakan prediktor kejadian buruk pada jantung, hal ini juga dapat berkontribusi pada hubungan antara keadaan positif dan kesehatan jantung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun