Mohon tunggu...
Annisa Ummi Nadlira
Annisa Ummi Nadlira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Memiliki ketertarikan terhadap bidang kepenulisan terkait dengan isu pendidikan dan kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Faktor Sosio-Kultural Penyebab Kejadian Stunting

30 Mei 2023   19:48 Diperbarui: 30 Mei 2023   19:57 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sesi Dokumentasi di Akhir Kegiatan. Sumber: Dokumentasi Pribadi 

Stunting merupakan salah satu permasalahan terkait dengan kesehatan masyarakat yang menjadi isu strategis dan prioritas pembangunan di Indonesia. Terkait dengan upaya pemerintah pusat dalam percepatan penurunan angka kejadian stunting nasional, baru-baru ini sebuah prestasi berhasil diraih oleh sebuah kota yang mendapatkan julukan Kota Pahlawan (Surabaya) di awal tahun 2023. Menurut data yang diambil dari Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, telah terjadi penurunan angka kejadian stunting yang begitu signifikan dalam kurun waktu dua tahun terakhir di Surabaya. Angka kejadian stunting di Surabaya signifikan menurun hingga kini berada pada 4,8% dari total populasi kelompok usia balita di Surabaya. Keberhasilan Pemkot Surabaya dalam melaksanakan program percepatan penurunan angka kejadian stunting tidaklah terlepas dari adanya kerjasama serta hubungan saling mendukung yang melibatkan berbagai unsur dari mulai pemerintah, akademisi, kader, serta lembaga swadaya masyarakat.

Stunting bukanlah hanya dimaknai sebagai masalah kesehatan balita, namun lebih dari itu, faktor resiko penyebab stunting juga terkait erat dengan konstruksi sosial masyarakat. Konstruksi sosial tersebut dipengaruhi oleh pendidikan ibu, usia perkawinan dini, tempat tinggal setelah menikah, tanggung jawab pengasuhan balita, dan prioritas ekonomi masyarakat.

Identifikasi faktor sosio-kultural penyebab angka kejadian stunting sedapat mungkin dibuat fleksibel tidak terkesan kaku serta dapat memberikan manfaat kepada responden. Oleh karena itu, proses pengambilan data terhadap responden dikemas dalam kegiatan edukasi dan sharing terkait dengan stunting, faktor resiko, serta upaya pencegahannya.

Dengan mempertimbangkan profil wilayah, faktor urgensi dan faktor pendukung pelaksanaan kegiatan di beberapa tempat sekitaran Surabaya, maka dipilihlah RT/RW 003/005 Kelurahan Kalisari Kecamatan Mulyorejo sebagai tempat pelaksanaan kegiatan. Kelurahan Kalisari termasuk daftar prioritas kedua dalam penataan dan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman di Kota Surabaya, di samping itu pada kelurahan ini khususnya pada RT/RW 003/005 masih dijumpai adanya kekeliruan dalam pemaknaan stunting. Kejadian balita pendek dipahami secara luas oleh masyarakat sebagai hal yang wajar, tidak terkait dengan masalah kesehatan melainkan dianggap sebagai kejadian yang diperoleh dari faktor keturunan ataupun faktor laju pertumbuhan yang berbeda dari tiap anak.

Kegiatan edukasi stunting dilaksanakan pada hari Jum'at (12/05/2023) bertempat di Musholla Al-Hidayah Jl. Kalisari Timur No. 10 RT/RW 003/005 Kelurahan Kalisari Kecamatan Mulyorejo dengan melibatkan pihak eksternal yang terdiri atas kelompok ibu-ibu beserta balita sebagai penerima materi edukasi, Duta PIK-R (Pusat Informasi dan Konseling Remaja) Jawa Timur Tahun 2022 sebagai pemateri, serta turut hadir pula Bapak Ketua RT bersama dengan ibu-ibu Kader Surabaya Hebat.

Di sela sesi pemberian materi, dibuka sesi diskusi dan sharing dengan peserta terkait dengan apa yang menjadi tantangan atau permasalahan mereka dalam menjamin pemenuhan gizi yang cukup dan seimbang bagi anak. Sesi sharing dan diskusi diawali dengan salah seorang ibu yang mengatakan bahwa sempat merasa enggan untuk mengikuti kegiatan rutin Posyandu dikarenakan malas mendapatkan teguran berulang kali dari bidan di Posyandu terkait dengan berat badan anaknya yang berada dibawah standar normal. "Saya sebagai orang tua telah berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk anak saya, Mbak. Begitupun terkait dengan pemenuhan gizi. Namun kembali lagi tiap anak memiliki laju tumbuh kembang yang berbeda-beda. Tolong janganlah menambah ketakutan saya, sebaiknya mereka memberikan solusi terkait dengan permasalahan saya ini", tutur salah seorang peserta.

Sementara itu dalam kesempatan lain, seorang ibu juga mengatakan telah memberikan MP-ASI pada saat usia anak 4 bulan berdasarkan anjuran sang ibu mertua dikarenakan anak cepat merasa lapar dan meminta untuk menyusu. Padahal kenyataannya keputusan yang diambil ini tidaklah benar, mengingat pemberian MP-ASI yang terlalu dini akan mengurangi konsumsi ASI yang seharusnya diberikan, menyebabkan diare ataupun masalah pencernaan lainnya akibat belum matangnya fungsi fisiologis organ pencernaan pada usia tersebut, serta meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi.

Perlu diketahui kembali bahwa data yang diperoleh tidak dapat dijadikan tolak ukur yang merepresentasikan keseluruhan faktor sosio-kultural penyebab kejadian stunting di RT/RW 003/005 Kelurahan Kalisari Kecamatan Mulyorejo sebab terbatasnya jumlah responden atau peserta yang hadir dalam kegiatan. Namun dalam kegiatan ini juga diketahui bahwa terdapat motivasi dari ibu-ibu RT/RW 003/005 Kelurahan Kalisari untuk terus belajar terkait dengan pemenuhan gizi yang cukup dan seimbang bagi anak guna mencegah terjadinya stunting pada anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun