"Jika sang bumi bisa bicara, kutahu ia akan bertanya, sampai kapankah kau hanya terima, tanpa pernah beri kembali ..."
Sebuah lagu yang dinyanyikan oleh musisi sekaligus duta lingkungan hidup, Nugie, bersama sang kakak yang juga seorang musisi (Katon Bagaskara) itu memang memiliki makna yang sangat dalam, khususnya ketika kita akan berbicara mengenai alam, tempat kita bernaung dan bernapas ini.
Betapa penggalan bait syair lagu itu mampu membuat setiap nurani yang peka tersedak oleh kesadaran akan kondisi bumi yang tengah meringis, karena tak mampu meraih haknya dalam menerima timbal balik atas semua hal yang telah ia sediakan, untuk para penghuni semesta alam ini.
Terutama manusia yang telah banyak mengambil keuntungan dari bumi. Mereka dengan rakus masih terus-menerus menjajah isi bumi, membuat hutan menjadi gundul, laut tak lagi jernih, limbah mencemari sungai, gunung dikeruk, kawasan rindang berganti menjadi gedung bertingkat, sampah menghiasi setiap sudut kota, bahkan langit pun tak lagi biru karena ulah manusia.
"Kini saatnya untuk berbuat, memberi apa yang dia butuhkan. Tanah, Â air, udara, kan bersuka, hidup harmoni tetap terjaga."
Sambungan dari syair lagu di atas itu sangat mengena, yaitu mengajak setiap insan agar mulai melakukan sesuatu untuk bumi.
Wahai manusia, tidakkah tergugah dengan apa yang telah disampaikan oleh Nugie dan Katon dalam lagunya yang berjudul 'Jika Bumi Bisa Bicara' itu? Sedangkan lagu tersebut memang khusus diciptakan sebagai dedikasi atas kecintaan mereka terhadap bumi, dimana hasil penjualannya pun didonasikan untuk konservasi alam melalui WWF Indonesia.
Lalu, jika kita bukan duta lingkungan hidup, juga bukanlah musisi yang dapat menyuarakan kampanye tentang alam melalui sebuah lagu, serta bukan bagian dari lembaga yang bergerak langsung dalam bidang pelestarian alam, apa yang dapat kita lakukan untuk bumi?
Bagi penulis sendiri, setiap tarikan napas yang masih dapat dihirup di dunia ini adalah anugerah tak terkira. Karena itu berarti kita masih hidup di dunia, sehingga tetap memiliki asa untuk meraih mimpi di masa depan.
Tapi bagaimana jika seandainya bahkan udara yang kita hirup justru membawa petaka bagi kehidupan kita semua? Masih adakah masa depan yang menanti kita? Masih adakah harapan generasi mendatang untuk memiliki hidup yang lebih baik?