Mohon tunggu...
Michael Himan
Michael Himan Mohon Tunggu... Pengacara - Criminal Lawyer depense

"Tidak ada manusia yang terlahir untuk saling membenci dikarenakan warna kulit"

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Demokrasi Masih di Persimpangan Jalan

6 Agustus 2019   16:33 Diperbarui: 6 Agustus 2019   16:56 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BENAR KAH DEMOKRASI INDONESIA MASIH DI PERSIMPANGAN JALAN?

salam demokrasi .....

Trikora 19 Desember 1961 merupakan awal  bentuk pemusnahan rakyat asli Papua hari ini sudah genap 57 Tahun  kolonialisme Indonesia masih menduduki wilayah teritori Papua lagi-lagi penyempitan ruang demokrasi bagi  AKTIVIS  dan mahasiswa  papua untuk menyatakan Pendapat, sebagaimana " hak Menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratik bagi bangsa papua" untuk menjadi sebuah bangsa sendiri semakin terancam atas tindakan pemerintah, aparat keamanan maupun ormas reaksioner yang menanamkan diri sebagai pembela NKRI Harga Mati yang sangat rasis

Hal ini mencerminkan Semakin menunjukan ketidak dewasaan buruknya demokrasi di Indonesian dan semakin terancam bagi masyarakat yang ingin menyampaikan pendapat lagi-lagi penyempitan ruang kebebasan berekspresi, selang masyarakat papua yang sadar akan hal penindasan militer menyikapi hari Trikora 19 Desember 1961. Awal pemusnahan rakyat papua Aliansi mahasiswa papua (AMP) dan (FRI-WP) berdemostrasi di berbagai kota Indonesia namun hal ini tidak mengindakan oleh aparat dan juga ormas hingga terjadi pembubaran dan disertai penganiayaan Aksi digelar di Bandung, Malang, Palu, Ternate, Jayapura, dan Merauke. hingga  di Jakarta.

Berdasarkan informasi di luar Jakarta, Aparat menunjukan taringnya  pembubaran paksa  dilakukan aparat di sejumlah tempat yakni Jayapura, Ternate, Malang, Bali, Merauke, dan Timika. Dari enam lokasi itu, yang sangat tragis pembubaranya di Ternate disebut dilakukan dengan disertai kekerasan dilakukan oleh  aparat TNI  7 aktivis FRI-WP ditangkap tentara dan sempat tidak diketahui keberadaannya; dibotaki, ditelanjangi dan dihajar hingga babak belur. 

Ketika masuk ke Kodim 1501 dipukul di bagian belakang, wajah, kepala, kaki. Ada satu yang ketika diinterogasi, tiap satu pertanyaan dipukul dengan balok. Satu yang lain diancam akan dimasukkan asbak ke mulutnya bila tidak jujur. Diperintahkan untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya sambil dijemur dan berguling di lapangan basket," bahwa penegakan hukum atas peristiwa pemukulan dan penyiksaan terhadap aktivis FRI-WP Ternate.

Sebelumnya bahwa anggota TNI yang melakukan pemukulan terhadap 7 aktivis FRI-WP  tidak sedang dalam menjalankan tugas, dalam ketentuan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia ("UU TNI"), tidak dibatasi apakah anggota TNI tersebut sedang menjalankan tugas atau tidak, sedang menggunakan seragam atau tidak, sehingga dapat diartikan bahwa sekalipun anggota TNI tersebut tidak dalam menjalankan tugas ataupun tidak menggunakan seragam, tetap wajib untuk mematuhi ketentuan mengenai TNI.

Terlebih apabila sikap anggota TNI bertentangan dengan tugas pokok TNI sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU TNI yang menyatakan bahwa :

  • "Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara."

Kemudian, mengenai tindakan pemukulan yang dilakukan terhadap warga yang dilakukan oleh anggota TNI, terhadap hal ini masih menjadi perbincangan di kalangan umum apakah akan diproses di peradilan umum atau peradilan militer, terkait dengan kemampuan dan independensi kedua peradilan tersebut dalam menangani perkara ketika anggota TNI menjadi tersangka atas suatu tindak pidana. Namun demikian, pada dasarnya hal ini telah ditentukan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer sebagai berikut :

  • "Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer berwenang:
  • Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana adalah:
  • Prajurit;
  • yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan Prajurit;
  • anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai Prajurit berdasarkan undang-undang;
  • seseorang yang tidak masuk golongan pada huruf a, huruf b, dan huruf c tetapi atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer."

Pasal 1 angka (13) UU TNI menyatakan bahwa prajurit adalah anggota TNI. Dengan demikian, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di atas, setiap anggota TNI yang sedang bertugas atau tidak, yang melakukan tindak pidana diadili di pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.

Secara khusus, aturan tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM). Namun demikian, pada praktiknya ketentuan yang digunakan bagi anggota TNI yang melakukan tindak pidana selama dikategorikan sebagai tindak pidana umum, tetap menggunakan aturan yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana ("KUHP") akan tetapi tetap diadili di Pengadilan Militer. Dalam hal ini, anggota TNI yang melakukan pemukulan terhadap warga dapat dikenakan Pasal 351 ayat (1), ayat (2), atau ayat (3) KUHP yang menyatakan sebagai berikut

  • Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah.
  • Jika perbuatan itu berakibat luka berat, yang bersalah dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun.
  • Jika perbuatan tersebut menyebabkan matinya orang, maka yang bersalah dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun."

Jika unsur-unsur dalam tindak pidana mengenai penganiayaan ataupun tindak pidana lainnya yang dilakukan oleh anggota TNI, diharapkan didapati putusan pengadilan militer maupun peradilan umum yang memenuhi keadilan dan kepastian hukum bagi pelaku, korban, ataupun bagi penegakan hukum itu sendiri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun