Sengsara Membawa Nikmat adalah sebuah novel yang ditulis oleh Toelis Sutan Sati, seorang penulis Indonesia angkatan Balai Pustaka. Novel ini diterbitkan pada tahun 1929. Buku tersebut diterbitkan oleh Balai Pustaka karena dinilai dari standar mereka. Edisi kedua buku ini diterbitkan tahun 1972. Edisi ketiga diterbitkan tahun 1991 dan edisi keempat tahun 1993. Penderitaan Membawa Nikmat hadir kembali sebagai edisi kesepuluh dan masuk dalam Seri Sastra Klasik terbitan Balai Pustaka pada tahun 2008. Hingga akhirnya mencapai edisi ke-24 pada tahun 2020.
Terdapat 15 bab dalam novel ini, berikut bab-babnya: (1) Bermain Sepak Rraga; (2) Senjata Hidup; (3) Dimusuhi; (4) Membalas dendam; (5) Berkelahi; (6) Pasar Malam; (7) Di Pacuan Kuda; (8) Menjalani hukuman; (9) Pertolongan dan Kalung Berlian; (10) Lepas Hukuman; (11) Meninggalkan Tanah Air; (12) Tertipu; (13) Memperebutkan Pusaka; (14) bahagia; dan (15) Pertemuan.
Sengsara Membawa Nikmat adalah salah satu karya klasik Indonesia yang paling populer. Bahkan, ceritanya dibawa ke layar lebar dan, pada waktunya, menjadi tontonan wajib. Kisah ini pada dasarnya berkisar pada tema cinta yang terjalin dengan intrik. Tokoh utama novel Sengsara Membawa Nikmat adalah seorang pemuda berusia 20 tahun yang memiliki darah minang, namanya Midun. Dia adalah seorang pemberani, tutur katanya lembut, tulus, baik hati, agamis, pandai silat dan rendah hati. Berkat perbuatan baik tersebut, Midun sangat disukai oleh penduduk desa dan menjadi panutan di desanya. Hal ini menimbulkan kecemburuan pemuda lain bernama Kacak. Kacak sendiri digambarkan sebagai orang yang angkuh dan sombong, Ia adalah keponakan dari Tuanku Laras, sorang terpandang di Padang. Ia sangat iri dengan Midun karena menurutnya Midun tidak pantas dicintai banyak orang karena ia hanyalah anak seorang petani miskin.
Kacak sering mencurangi dan memfitnah Midun, misalnya dengan memfitnah Midun ingin memperkosa istri Kacak. Kacak melaporkan hal ini kepada aparat desa dan mereka mempercayai fitnah tersebut. Pada akhirnya, Midun dijatuhi hukuman kerja, namun tanpa bayaran. Hingga suatu hari Kacak merencanakan beberapa hal untuk membunuh Midun. Upaya tersebut selalu gagal, namun Kacak masih bisa memfitnah Midun, hingga akhirnya dijebloskan ke dalam penjara. Saat di penjara ia bertemu Halimah. Halimah tinggal di sana bersama ibu kandung dan ayah tirinya. Ia tidak suka tinggal bersama ayah tirinya dan memutuskan untuk mencari ayah kandungnya di Bogor. Singkat cerita, Midun mengejarnya. Setelah bertemu ayah kandung Halimah, Midun mencari jagoan untuk memulai usahanya, yang akhirnya berhasil. Hatter menjadi cemburu dan memfitnah Midun. Akhirnya dia berakhir di penjara lagi. Setelah dibebaskan, ia memasuki pasar baru dan tanpa sengaja menolong Sinyo Belanda yang diganggu penjahat. Sinyo, orang Belanda, ternyata anak seorang pejabat terkenal. Sebagai ucapan terima kasih, Midun mendapatkan pekerjaan dan akhirnya pergi ke Bogor untuk menikah dengan Halimah. Seiring berjalannya waktu, karir Midun semakin meningkat dan ia dipercaya untuk melakukan operasi di Medan. Karena ia mempertemukannya dengan adik laki-lakinya yang bernama Manjau. Ketika akhirnya kembali ke Batavia, Midun minta ditugaskan ke kampung halamannya. Akhirnya dia kembali ke sana dan bertemu dengan keluarganya dan Kacak. Kacak ketahuan selingkuh dan akhirnya dihukum oleh Midun. Dan pada akhirnya, Midun hidup bahagia di kampung halamannya.
Hubungan antara judul dan isi sangat berkaitan. karena judulnya sangat menggambarkan seseorang yang awalnya sengsara tapi akhirnya bisa merasakan kenikmatan.
Kelebihan dari novel "Sengsara Membawa Nikmat" adalah kemampuan pengarang membawa pembaca ke dalam suasana kampung Minangkabau melalui peristiwa sehari-hari dan reaksi setiap orang. Novel ini banyak menggunakan bahasa Minangkabau, seperti "Amboi" dan "Cempedak hutan". Selain itu, ada peribahasa yang diselipkan dalam cerita seperti "Belajar sampai ke pulau, berjalan sampai ke batas" dan "Ilmu padi kian berisi, kian merunduk".
Kekurangan novel ini lebih sedikit daripada kelebihannya, bagi para pembaca yang kurang mengerti bahasa padang mungkin akan terasa asing dengan kata yang digunakan dalam novel ini. Serta alur cerita saat Midun dipenjara, awalnya mendeskripsikan penjara yang menakutkan untuk membuat hidup Midun semakin mencekam. Namun dalam cerita ini, kehidupan tokoh utamanya biasa saja, tidak ada penderitaan yang dialami.
Novel ini juga mengandung banyak nilai yang dapat kita pelajari dalam kehidupan sehari-hari. Religius, novel ini terdapat nilai-nilai religius. Ini diwakili oleh karakter Midun. Dari segi pendidikan, novel ini mengajarkan pemelajar untuk selalu belajar hal-hal yang positif karena akan berguna di kemudian hari. Seperti Midun yang terus belajar Quran, pencak silat, bisnis dan baca tulis. Toelis Sutan Sati juga menyiratkan pesan agar selalu mensyukuri apa yang dimiliki dan menjalani hidup dengan kesabaran dan keikhlasan, karena nanti di balik kesengsaraan, ada kenikmatan menanti. Pada dasarnya novel ini mengandung nilai-nilai religius, sosial, dan pendidikan.
Secara keseluruhan, "Sengsara Membawa Nikmat" karya Toelis Sutan Sati patut diapresiasi karena berhasil memberikan motivasi dan inspirasi bagi pembaca untuk menghadapi segala tantangan hidup dengan penuh semangat. Buku ini sangat cocok untuk dibaca oleh semua kalangan, baik yang sedang mengalami masalah maupun tidak, karena membawa suatu pesan yang positif dan memberi semangat dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan novel ini telah dinilai Pusat Perbukuan Kementerian Pendidikan Nasional dan sudah ditetapkan kelayakannya berdasarkan keputusan Kepala Pusat Perbukuan Nomor: 1655M/A11.2/U/2006. Oleh karena itu, saya sangat merekomendasikan buku ini kepada siapa pun baik penikmat sastra, pendidik, pemelajar, atau peneliti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H