Hai, Kompasianers... Setelah vacum cukup lama dari dunia tulis menulis, saya kok kangen yaa.. Mungkin menulis sudah menjadi bagian diri saya. Yup, langsung saja kali ini saya akan menulis tentang hobi baru saya setahun belakangan ini: Memandangi Langit.
Well, saya bukan pecinta astronomi. Saya bahkan gak ngerti rasi bintang. Saya juga (dulunya) bukan orang yang peduli sama pemandangan langit. Apalagi saya kan besar di Jakarta dan Tangerang. Langitnya ya gitu deh, kalau siang kelabu, kalau malam ya gelap. Biasa aja. Mungkin efek polusi udara dan cahaya yang parah kali ya. Tapi di Bali? Beda!
[caption id="attachment_318836" align="aligncenter" width="300" caption="shiny sunshine (dok.pribadi)"][/caption]
Saking bagusnya langit Bali, saya sampai selalu takjub (Subhanallah!!) saat memandangnya. Seakan-akan Sang Pelukis Semesta sengaja melukis langit sambil tersenyum. Misalnya, di siang hari bolong yang biasa aja, langitnya punya warna biru yang cerah. Awan-awan putih yang seperti kapas. Matahari yang terik tapi diimbangi dengan angin pantai yang sejuk. I like it. Mungkin di Tangerang gitu juga. Cuma panasnya bikin gak dapet feel-nya. Hehehe...
[caption id="attachment_318853" align="aligncenter" width="300" caption="The Romantic Sunshine (Dok. Pribadi)"]
[caption id="attachment_318856" align="aligncenter" width="300" caption="Golden Sky (Dok. Pribadi)"]
Saat sore hari, tentu saja pemandangan yang paling disukai banyak orang adalah Sunset. Dimulai dari munculnya Twillight dengan nuansa pink-jingga dan awan abu-abu. Kemudian saat terbenam, seakan-akan Sang Mentari tidak rela pergi begitu saja dan mengeluarkan sisa kekuatan cahayanya sehinggalangit menjadi keemasan. Lalu matahari benar-benar hampir tenggelam dan meninggalkan pemandangan bak minyak dan air, gelapnya malam berbaur dengan sisa-sisa cahaya matahari.
[caption id="attachment_318857" align="aligncenter" width="300" caption="Minyak-Air (Dok. Pribadi)"]
Malam hari gak kalah keren. Apalagi kalau bulan purnama. Langit yang crystal clear, awan kelabu melayang-layang. Iya awan. Malam hari di Bali bagaikan siang harinya cuma langitnya gelap aja. Awan, bintang (terutama saat tidak purnama) terlihat jelas. Oh ya, malam di Bali juga mempunyai beberapa tone keren. Mulai dari biru gelap lalu menjadi biru dongker dan kemudian hitam. Kata temen saya yang jago fotografi, saat paling baik untuk mengambil gambar ketika langitnya masih biru dongker. Kurang lebih sesaat setelah maghrib dan sebelum isya’.
[caption id="attachment_318858" align="aligncenter" width="300" caption="Denpasar Moon (Dok. Pribadi)"]
Semua pemandangan langit Bali yang saya sukai ini, yang paling favorite dan paling bikin saya stunning, mesmerizing, and speechless adalah saat malam hari, bulan bersinar terang (meski gak full purnama), bintang-bintang Shine Bright Like A Diamond!. Pemandangan tersebut sukses menghipnotis saya dan membuat saya sadar betapa kecilnya saya di alam semesta ini. Kapanpun saya memiliki kesempatan melihatnya, saya merasa tersesat (tsaelah).
Dan bagaimana dengan langit pagi? Hehehe.. pasti indah juga. Cuma saja saya jarang perhatikan. Yeah, uumm… Saya jarang keluar kamar pagi hari. Untuk sholat subuh, pergi ke kamar mandi saja sudah menjadi prestasi tertinggi Saya meninggalkan kasur di pagi buta. Walaupun ke airport untuk penerbangan paling pagi pun Saya terlalu mengantuk untuk peduli. *toyor self*
[caption id="attachment_318859" align="aligncenter" width="300" caption="Sunrise at Soetta (Dok. Pribadi)"]
Eh tapi kemarin waktu mau flight CGK-DPS, saya sempet terpana juga sama langit Jakarta pas sunrise (sampai-sampai gak jadi nunjukin tiket ke petugas di pintu masuk keberangkatan karena mau foto langitnya dulu). Bagus karena ada siluet tower crane-tower crane yang banyak banget. Kesannya dramatis.
Well, begitulah cerita saya tentang kekaguman terhadap salah satu ciptaan Allah, yaitu pemandangan langit (terutama di Bali). Tapi kata teman saya yang tahu hobi baru saya ini, di desanya waktu dia kecil dan lampu masih jarang, pemandangan langitnya ya sekeren langit yang saya kagumi di Bali ini. Yah mungkin karena Jakarta dan sekitarnya sudah banyak polusi. Mungkin juga di daerah kompasianer pemandangan langitnya juga mesmerizing, boleh di share ceritanya. Terima kasih, Â Adios!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H