Salah satu seni survival hidup di hutan dan gunung adalah mampu memahami dasar-dasar cara membangun tenda camping dan flysheet sebagai tempat untuk bernaung saat terik dan hujan, tempat untuk beristirahat di malam hari, tempat berlindung dari binatang, tempat untuk memasak serta berkomunikasi dengan sesama tim rombongan. Sebab tenda bisa dibilang adalah rumah kita ketika berada di alam terbuka, dalm hal ini ketika melakukan pendakian gunung.
Bagaimana cara kita memilih jenis tenda saat camping juga penting, karena berbeda tenda, berbeda pula fungsinya guys. Ada 3 jenis tenda yang mau Saya ceritakan di sharing singkat ini, pertama adalah tenda Dome (seperti yang Saya gunakan ketika camping bersama Sobat Muncak Bareng Indonesia, teman-teman bisa melihatnya di channel Youtube Saya, Annisa Nurul Koesmarini).Tenda ini tergolong cepat dan mudah untuk didirikan saat camping di gunung. Tenda ini memiliki ciri khas pada bentuk melengkung di tiang penyangga dengan dua atau tiga kutub tiang yang membujur setengah lingkaran untuk menyangga tiang. Tenda ini terbilang cukup ringan, sehingga mudah dibawa kemana-mana, ada alas luarnya sehingga nyaman digunakan ketika musim hujan dan ukuran tenda dome sedang bisa muat untuk 4-5 orang dewasa atau 6-7 anak-anak.
Ada juga tenda Tunnel yang bentuknya seperti terowongan memanjang sehingga memberikan space lebih lapang dan sangat cocok untuk digunakan bersama keluarga atau dengan kapasitas orang yang terbilang cukup banyak. Namun, tenda Tunnel ini memiliki kelemahan dalam hal pemasangannya yang membutuhkan waktu cukup lama dan setidaknya membutuhkan lebih dari dua orang untuk mendirikan tenda ini. So, buat kamu yang pergi camping sendirian, sudah pasti sulit mendirikan tenda ini.Â
Tenda ini juga kurang cocok digunakan saat musim hujan karena air mudah merembes melalui celah jahitan dan dapat menyebabkan kondensasi. Saat melakukan pendakian gunung, disarankan memakai tenda dengan double layer, sebab dengan adanya 2 lapisan, outer yang terbuat dari bahan non-breathable dan inner yang terbuat dari bahan breathable, membuat  sirkulasi udara relatif lebih lancar, sehingga resiko terjadi kondensasi pada tenda jenis ini juga terbilang kecil.
Berlanjut ke seni dasar survival lainnya, yakni seni memasak makanan. Makanan buat saya adalah obat dan obat adalah makanan, begitu prinsip yang Saya tanamkan sedari dulu untuk menjaga kesehatan tetap prima (meskipun ketika ada sedikit problem impaksi di gigi Saya dan makan apapun jadi agak rumit urusannya, prinsip ini harus Saya perbarui kembali di kemudian hari menjadi "perhatikan pula makanan yang kamu asup ke otak setiap hari, apa yang kamu baca, apa yang kamu lihat, apa yang kamu dengar, apa yang kamu rasa, karena hal-hal itulah awal mula yang menyebabkan psikosomatis, dan itu lebih berbahaya").Â
That's why, aspek makanan adalah hal esensi yang Saya perhatikan dalam keseharian, apalagi dalam melakukan pendakian gunung yang membutuhkan banyak energi, fokus, pikiran, dan juga menjaga hati. Beruntung Saya memiliki sahabat baik (Saya juluki dengan Chef Gunung), yang pandai meramu makanan, berani dalam memberikan bumbu, serta pandai dalam memilih dan memilah bahan-bahan makanan yang bersih, murah, masih fresh, sehingga hal-hal rumit Saya seputar makanan, sedikit banyaknya terbantu dengan olahan makanan dari tangan dia yang ajaib rasanya. Enak.Â
Saya rasa tak perlu panjang lebar menceritakan tentang masakannya, karena di artikel sebelumnya sudah pernah saya ulas dan sudah saya posting juga di Channel Youtube Saya, Annisa Nurul Koesmarini. Makanan itu enak cukup dirasakan dengan lidah yang sadar akan rasa dan hati yang penuh syukur. That's it.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H