MENGEJAR SENJA
Annisa Nurrahmawati
Senja hari ini menawarkan cerita baru. Di saat aku sedang mengabadikan moment kepulangan senja, tatapanku terkunci pada punggung seorang laki-laki yang juga tengah mengantar senja kembali ke peraduannya. Deburan ombak Parangtritis menambah kekhusyukan sore itu. Aku tersenyum, terjebak dalam keheningan pikiranku sendiri. Menikmati lukisan maha sempurna yang tersaji tepat di hadapanku. Seorang siluet laki-laki berlatar semburat warna merah jingga. Tanganku refleks mengambil kamera yang menggantung di leherku, mengabadikan moment indah tersebut dengan kamera niconku, mengarahkan bidikan pada dirinya dan menekan tombol shutter. Aku tersenyum melihat jepretanku. Siluet laki-laki berlatar senja. Aku jatuh cinta.
Aku pulang dengan perasaan bahagia. Hanya karena siluet laki-laki berlatar senja, aku jatuh cinta. Jatuh cinta pada senja juga pada laki-laki tersebut. Sayangnya, aku tidak mampu melihat wajahnya dengan jelas, dia terburu-buru pergi setelah senja benar-benar kembali dalam pelukan bumi. Suasana gelap di pinggir pantai membuat memori otakku tak bisa menyimpan bagaimana rupa laki-laki tersebut. Namun, bagiku keindahan dirinya dan senja telah mewakili rupa menawannya. Dan entah untuk alasan apa, aku membulatkan tekad untuk mencarinya, bermodal sebuah foto siluet dirinya berlatar senja.
xxx
Semenjak itu, aku tak pernah melewatkan hari untuk mengantar kepulangan senja. Aku selalu menyempatkan diri untuk menemui senja. Aku jelajahi setiap sudut kota yang menarik untuk mengantar kepulangan senja dengan membawa harapan dapat bertemu laki-laki itu kembali. Ditemani Kinan, sahabat terbaikku, sahabat yang telah 7 tahun menemani hari-hariku, aku berkeliling mencari senja. Tak lupa, foto siluet laki-laki berlatar senja selalu aku bawa. Jogja adalah tujuan pertamaku dalam pencarian senja, karena memang di kota ini lah aku dan dirinya dipertemukan. Namun, pada kenyataannya pencarianku dan Kinan tidak membuahkan hasil, Selanjutnya, aku dan Kinan berburu senja di berbagai belahan tempat di Indonesia. Sebenarnya, Kinan tak terlalu mencintai senja, hanya karena sahabatnya, yaitu aku, dan Nawang, laki-lakinya yang seorang penikmat senja, dia pun tertarik untuk ikut serta dalam petualanganku. Di sisi lain, Kinan ingin memaknai senja juga menemukan alasan kenapa Nawang begitu mencintai senja.
“Nan, aku jatuh cinta.” Kataku kala itu pada Kinan sebelum kami memutuskan untuk berburu senja. Kinan terkejut menatapku, namun pada detik berikutnya dia tertawa. Aku mengerti benar alasan Kinan tertawa, aku bukanlah orang yang dengan mudahnya mengatakan “aku jatuh cinta” dan sekarang aku mengatakan kalimat picisan tersebut, wajar jika Kinan menertawakanku. Aku tertunduk menunggu Kinan menyudahi tawanya.
“Maaf-maaf. Jatuh cinta itu anugerah, tak usah malu De.” Katanya sembari menghentikan tawa nakalnya. “Ngomong-ngomong siapa laki-laki beruntung yang berhasil merebut hati seorang Jade?” lanjut Kinan.
“Entahlah. Baru sekali aku bertemu dengannya dan sepertinya dia seorang penikmat senja, sama seperti kekasihmu.” Kinan mengerutkan kening dan menunjukkan ekspresi bingung.
“Tak perlu dibahas, cukup temani aku berburu senja. Oke?” Aku tersenyum.