Pendidikan menjadi sarana seseorang dalam meniningkatkan taraf kebahagiaan serta kesuksesan dalam hidup. Indonesia memiliki ragam bidang pendidikan penghidupan baik dalam hal ekonomi, sosial, budaya, teknologi, keamanan, keterampilan, berakhlak mulia, kesejahteraan, dan kejayaan bangsa. Perlunya sebuah sistem yang menaungi pendidikan untuk mengatur, mengkontrol serta mengevaluasinya. Pendidikan dengan objek seorang manusia yang perlu adanya interaksi sebagai makhluk sosial, tentu pendidikan perlu memiliki hakekat memanusiakan manusia.
Humanisasi atau memanusiakan manusia dalam ranah pendidikan melibatkan banyak peran. Pada kehidupannya manusia akan sering melakukan interaksi santara satu dengan lainnya dan saling membutuhkan. Orangtua berperan dalam keluarga di rumah, guru berperan dalam lingkungan sekolah, teman sebaya berperan dalam lingkup masyarakat, hal tersebut menjadi bukti bahwa manusia perlu melakukan interaksi.
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana dalam mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Bab I). Paradigma pendidikan dalam implementasinya memiliki berbagai pandangan yang berbeda. Hal tersebut menyebabkan perbadaan dalam penyelenggaraan aktivitas pendidikan. Dengan memegang teguh bahwa pendidikan untuk siapapun, di mana pun, kapan pun, dan tanpa memandang status perbedaan apa pun.
Menurut laporan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menunjukkan terdapat 15.042 orang siswa Sekolah Menengah Pertama  yang putus sekolah. Laporan tersebut menjelaskan betapa mirisnya pendidikan Indonesia saat ini akibat dampak dari learning lost pandemi 2019. Tentu berbagai usaha telah dilakukan oleh pihak Kemendikbudristek. Mulai dari pembuatan kurikulum 2013, kurikulum darurat, hingga kurikulum merdeka yang saat ini masih dalam tahap sosialisasi pada pihak sekolah.
Banyak upaya serta inovasi dilakukan dengan sangat kreatif, namun kurang memperhatikan pihak sumber daya yang akan dikelola. Daerah-daerah yang terpinggirkan belum tentu mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan pendidikan saat ini. Guru sekolah yang belum siap menerima inovasi teknologi terbaru, sibuk mengisi laporan harian, kurang interaktif dengan siswa, mengajar sebatas kewajiban namun tidak memenuhi hak siswa. Hal tersebut tidak terlihat langsung oleh Kemendikbudristek.
Kurangnya kesadaran diri siswa, orang tua atau wali siswa, serta guru sebagai tenaga pendidik di sekolah masih menjadi PR tersendiri. Perlu adanya sosialisasi terhadap peran-peran pendidik di lingkup siswa untuk menunjang pendidikan yang lebih baik lagi. Tentu sosialisasi perlu dibarengi dengan pelaksanaan yang dapat membuktikan bahwa inovasi pendidikan dapat berbuah baik.
Sebagai upaya dalam menyadarkan masyarakat yang berperan penting dalam bidang pendidikan, Kemendikbudristek mengadakan program Kampus Mengajar. Program tersebut merupakan naungan dari kementerian yang mengajak mahasiswa dari seluruh Indonesia untuk bergabung dalam upaya pemerataan pendidikan pada daerah-daerah terpinggirkan. Peserta yang dipilih dalam program merupakan mahasiswa dengan keahlian yang cukup berdasarkan hasil tes ujian literasi numerasi serta pembekalan dari Kemendikbudristek.
Program Kampus Mengajar membawa pembaruan pada kegiatan belajar mengajar di sekolah. Seperti peningkatan literasi numerasi siswa dalam upaya perbaikan peringkat PISA Indonesia yang sangat rendah. Inovasi pembelajaran dapat berupa pembuatan soal, materi, bahan ajar yang dikaitkan langsung pada kehidupan sehari-hari. Hal tersebut diharapkan agar siswa lebih berfikir kritis dalam memecahkan masalah dan mampu memecahkan kasus dengan kolaborasi bersama siswa lainnya.
Namun hal tersebut tidak secara langsung dapat berdampak terhadap kelangsungan pendidikan di sekolah. Perlu bantuan pihak-pihak yang berwenang seperti dinas pendidikan setempat yang mampu mengarahkan guru untuk menyesuaikan diri dengan pembaharuan sistem pendidikan yang ada saat ini. Kurang adanya rasa tanggung jawab para oknum tertentu (peran-peran tokoh pendidikan) menyebabkan terkendalanya pemerataan pendidikan. Seperti mengajar semampunya, tidak melakukan inovasi pembelajaran di sekolah, kurang memperhatikan siswa, cenderung abai terhadap kesulitan belajar siswa.
Menurut Ki Hadjar Dewantara (1977) terdapat asas pengembangan pendidikan yang dikenal dengan Pancadharma, yaitu: kemanusiaan (adanya cinta kasih terhadap sesama manusia dan semua mahluk ciptaan tuhan), kodrat hidup (pelihara dan kemajuan hidup sehingga manusia hidup selamat dan bahagia), kebangsaan (tidak boleh menyombongkan bangsa sendiri, tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum), kebudayaan (harus tetap dipelihara), serta kemerdekaan/kebebasan. Apabila anak tidak diberikan kemerdekaan maka akan mennghambat kemajuannya maka perlu adanya pemahaman tersebut pada peranan tokoh di bidang pendidikan yang dekat dengan siswa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H