KESIMPULAN TOPIK 1
KONEKSI ANTAR MATERI - RELEVANSI PERJALANAN PENDIDIKAN NASIONAL
Nama: Annisa Nurhidayanti
NIM: 2318015
Kelas: PPG Prajab 1 2024 Bahasa Indonesia
Dalam kehidupan, manusia tidak terlepas dari pengalaman belajar. Mulai dari bayi, anak kecil, dewasa, bahkan kakek-nenek pasti masih bisa merasakan bahwa setiap hari akan selalu terlibat dalam proses pemerolehan hal baru. Saat muda, tentu memang masanya orang-orang belajar berbagai hal tetapi bukan berarti saat usia tua tidak belajar apa-apa. Bahkan mereka yang sudah lanjut usia akan belajar bagaimana beradaptasi dengan turunnya ketajaman pancaindera dan menjaga kesehatannya agar tidak mudah sakit dan masih bisa beraktivitas. Dengan demikian, pendidikan bersifat life long education (pembelajaran sepanjang hayat) dan menjadi hal yang penting dan bermakna dalam kehidupan setiap individu. Hakikatnya, pendidikan adalah upaya untuk menuntun individu mengembangkan tiga aspek utama kehidupan, yaitu budi pekerti (sikap), pikiran (kecerdasan), dan jasmani (keterampilan) agar dapat mencapai kesempurnaan hidup, baik untuk diri sendiri maupun kehidupan sosial dalam lingkungan masyarakatnya (Irawati, Masitoh, & Nursalim, 2022, hlm. 1016).
Pada masa penjajahan, pendidikan Indonesia didasari pada kebutuhan bangsa kolonial terhadap pekerja yang menerapkan sistem perintah, hukuman, dan ketertiban. Tidak semua orang bisa mendapatkan pendidikan. Tentu saja ini menjadi salah satu bukti bahwa adanya diskriminasi golongan. Ki Hajar Dewantara yang sudah hidup sejak zaman itu, amat merasakan dan prihatin dengan keadaan pendidikan tersebut. Beliau sering melakukan pemberontakan terhadap pemerintah kolonial bahkan sampai diberi hukuman pengasingan ke Belanda. Lantas hal itu dijadikan batu loncatan untuk belajar banyak ilmu baru, pengalaman baru, dan mengasah dirinya agar saat pulang ke tanah air bisa mendedikasikan diri dan ilmu yang diperoleh untuk kesejahteraan Indonesia. Alhasil, pada tahun 1922, Ki Hadjar Dewantara  mencetuskan gagasan filosofi pendidikan Indonesia dengan mendirikan taman siswa.
Menurutnya, pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan yang hidup dalam masyarakat kebangsaan. Berdirinya taman siswa menjadi salah satu titik balik kebangkitan pendidikan Indonesia dari belenggu penjajahan sebelum masa kemerdekaan (Suparlan, 2015, hlm. 60). Ki Hajar Dewantara berpandangan bahwa pendidikan harus diselenggarakan atas dasar kemerdekaan. Merdeka yang dimaksud adalah memberikan ruang kepada siswa untuk mengembangkan potensinya sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya melalui pembelajaran berdiferensiasi. Siswa harus merasa merdeka dalam proses belajar, maksudnya memberikan kesempatan yang lebih banyak untuk belajar ilmu yang ia minati terlepas dari ilmu yang waiib dikuasai. Siswa harus diberikan kebebasan berpikir kritis, kreatif, dan inovatif dalam mengerjakan tugasnya. Konsep dan prinsip ini bertujuan untuk meluaskan pendidikan dan keluar dari lubang kebodohan agar dapat memerdekan bangsa, pendidikan dan memerdekakan kebudayannya yang tentunya selalu menjadi acuan perkembangan pendidikan di Indonesia. Setiap warga Indonesia berhak mendapatkan  pendidikan yang layak sebagai bekal untuk  meraih cita-cita dan kelangsungan hidupnya. Saat ini munculnya konsep merdeka belajar merupakan aksi nyata Kemdikbud untuk menjalankan kembali filsafat Pendidikan dari Bapak Menteri Pendidikan pertama kita.
Refleksi diri sebelum dan sesudah mempelajari modul topik 1 Filosofi Pendidikan Indonesia
Sebelumnya, saya memiliki sudut pandang bahwa jika ingin cepat mengubah perilaku siswa, seorang guru harus memberikan rasa takut kepada siswa melalui pemberlakuan hukuman fisik. Saya yakin bahwa jika siswa takut maka siswa tidak akan mengulangi kesalahan yang sama dan akan berubah menjadi  lebih baik. Namun nyatanya, itu tidak selau berhasil karena cara didik seperti itu sulit diterima oleh kesadaran pribadi siswa.
Setelah saya mempelajari modul tentang filosofi pendidikan oleh Ki Hajar Dewantara, sudut pandang saya tentang pendidikan menjadi berubah. Saya sadari bahwa pendidikan harus mengutamakan proses menuntun (memfasilitasi) dengan ikhlas dan sabar karena setiap siswa memiliki kodrat yang unik. Di masa depan ketika saya sudah siap terjun di lapangan (mengajar di kelas), saya harus mampu menyelenggarakan pembelajaran yang berpihak pada siswa dan menerapkan 3 dasar pendidikan oleh KHD, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo (di depan memberi teladan), Ing Ngarso Mangun Karso (di tengah membangun  keinginan/motivasi/semangat)  dan Tut Wuri Handayani (di belakang mendorong). Secara lebih nyata, rencana tersebut harus says tuangkan dalam penyelenggaraan pembelajaran yang menggunakan strategi, model, metode, dan media yang lebih variatif, kreatif, dan inovatif yang bisa memberikan banyak kesempatan kepada siswa beraksi lebih aktif dalam pemerolehan belajarnya.
Referensi:
Irawati, D., Masitoh, S., & Nursalim, M. (2022). Filsafat pendidikan Ki Hajar Dewantara sebagai landasan pendidikan vokasi di era kurikulum merdeka. JUPE: Jurnal Pendidikan Mandala, Â 7(4), 1015-1025. Diakses pada 4 Februari 2024, pada tautan https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&opi=89978449&url=https://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JUPE/article/download/4493/3126&ved=2ahUKEwjrgs7T25CEAxWWR2wGHV-jBWwQFnoECCgQAQ&usg=AOvVaw2Z9s2V6jgeX3SKATGDLsMj
Suparlan, Henricus. (2015). Filsafat pendidikan Ki Hajar Dewantara dan sumbangannya bagi pendidikan Indonesia.Jurnal Filsafat, 25(1), 56-74. Diakses pada 4 Februari 2024, pada tautan https://jurnal.ugm.ac.id/wisdom/article/view/12614/9075