Mohon tunggu...
annisanujulul
annisanujulul Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam, UIN Sunan Gunung Djati

Saya Annisa Nujulul Syifa Mahasiswa jurusan Sejarah Peradaban Islam

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Hukum Pidana di Melaka Abad XV-XVI

20 Desember 2024   12:15 Diperbarui: 20 Desember 2024   12:16 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesultanan Melaka (Sumber: https://bit.ly/3BGNSjp)

Kesultanan Melaka terletak di Semenanjung Melayu, merupakan salat satu pusat perdagangan terbesar yang sangat berpengaruh bagi Nusantara bagian barat di abad ke-15 dan ke-16. Selain pusat perdagangan, Melaka juga dikenal dengan sistem hukumnya yang kompleks dan beragam. Sistem hukum Melaka pada saat itu dipengaruhi oleh berbagai sumber, seperti hukum adat, hukum Islam, yang kemudian termuat dalam Undang- Undang Melaka (UUM). UUM adalah sebuah kitab hukum Kesultanan Melaka yang menjadi sumber hukum pidana Melaka pada masa itu. Artikel ini akan membahas bagaimana hukum pidana Kesultanan abad ke-15 dan ke-16 terhadap tindak kriminal berdasarkan UUM.

Undang-Undang Melaka (UUM)

Undang-undang Melaka merupakan salah satu karya tertua di Nusantara. Undang-undang ini disusun pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Syah (1424-1444) yang kemudian disunting oleh Liaw Yock Fang. UUM berfungsi sebagai pedoman dalam menyelesaikan kasus pidana yang mencakup berbagai tindak kriminal serta hukuman yang harus dijatuhkan. Berikut ini, tindak kriminal serta hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku kejahatan.

  • Pembunuhan 

Dalam Undang-Undang Melaka ada beberapa pasal yang mengatur mengenai tindak pembunuhan, dari beberapa pasal tersebut hukuman yang didapatkan oleh pelaku pembunuhan bervariasi bisa berupa hukuman mati atau qisas (pembalasan setimpal), tergantung pada kesepakatan antara keluarga korban dan pelaku. Namun, pada beberapa kasus tertentu pelaku juga bisa dikenakan denda diyat sebagai bentuk kompensasi. Ini menunjukkan betapa pentingnya penegakkan hukum dan menjaga keadilan di Kesultanan Melaka memberikan solusi yang adil bagi semua pihak.

  • Pencurian

Dalam Undang-Undang Melaka pencurian juga diatur dengan ketat. Hukuman untuk kasus pencurian dapat bervariasi, tergantung pada nilai barang yang dicuri dan kondisi pelaku pencurian. Hukumannya bisa berupa potong tangan, denda, atau hukuman badan lainnya. Mungkin jika dalam kasus pencurian kecil pelaku hanya dikenakan denda, dan hukum cambuk. Hal ini, menunjukkan bahwa Kesultanan Melaka memastikan bahwa setiap tindak kejahatan diberikan hukuman yang setimpal dengan pelanggarannya.

  • Perzinahan

Hukuman bagi pelaku perzinahan yang sudah menikah adalah rajam yaitu dilempari batu hingga meninggal. Sementara itu, bagi yang belum menikah hukum cambuk adalah hukuman yang paling umum. Dan untuk penegakan hukum ini diperlukan adanya saksi yang kredibel atau pengakuan dari pelaku terlebih dahulu. Proses ini diperlukan untuk memastikan keadilan ditegakkan.

  • Qazaf

Selanjutnya, salah satu tindak kriminal yang ada di Undang-Undang Malaka adalah Qazaf. Qazaf adalah tindakan menuduh seseorang melakukan perzinahan tanpa adanya bukti yang sah. Tuduhan ini dapat saja mengakibatkan rusaknya reputasi dan kehormatan seseorang yang dituduh. Dalam Undang-Undang Melaka, hukuman untuk pelaku Qazaf adalah didera 80 kali (dicambuk 80 kali). Selain itu, mereka yang melakukan qazaf ini dihukum membayar denda sebagai konpensasi atas apa yang telah dialami korban.

  • Murtad 

Murtad adalah tindakan seseorang yang meninggalkan satu agama untuk pindah ke agama yang lain atau tidak beragama. Dalam Undang-Undang Melaka membahas bahwa hukuman untuk seseorang yang murtad adalah hukuman pancung. Sebelum pelaksanaan pancung ini diberikan waktu untuk bertaubat selama tiga hari. Jika dalam waktu tiga hari itu tidak ada keinginan untuk bertaubat, maka dilaksakanlah huum pancung tersebut dan setelahnya, tubuh orang murtad ini tidak dimandikan, tidak dibackan doa, dan tidak dimakamkan dipemakaman muslim. Dapat dilihat, bahwa Kesultanan Melaka sangat menhjaga keimanan dan ketertibab agama di masyarakat.

  • Khamar

Hukuman bagi orang yang meminum khamar (minuman keras) juga diatur dengan ketat. Peminum khamar dikenakan hukuman cambuk sebanyak 80 kali bagi orang Merdeka dan 40 kali bagi budak. Hukuman ini bertujuan untuk memberikan efek jera dan menjaga ketertiban serta moralitas dalam masyarakat. Selain itu, pelaksanaan hukuman ini dilakukan secara terbuka untuk menunjukkan bahwa keadilan ditegakkan dengan tegas di Kesultanan Melaka.

Pelaksanaan Hukum pidana di Melaka ini, menunjukkan kombinasi yang unik antara hukum adat Melayu dan hukum Islam. Undang -Undang Melaka memberikan dasar yang kuat untuk mengatur tindak kejatan dan menetapkan hukuman yang setimpal dan seadil-adilnya, dengan tujuan memastikan stabilitas dan keadilan di Kesultanan Melaka. Pengaruh hukum ini menjadi cerminan penting dari sejarah hukum di Asia Tenggara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun