Mohon tunggu...
annisa nabilasyafitri
annisa nabilasyafitri Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Management'18

Selanjutnya

Tutup

Money

Perilaku Konsumen, Penimbunan APD terhadap Ekonomi Islam di Indonesia

12 Mei 2020   13:12 Diperbarui: 12 Mei 2020   16:09 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Covid 19 telah menjadi pandemi global dalam waktu yang sangat cepat. Hanya dalam beberapa bulan jumlah yang terinfeksi covid 19 ini semakin bertambah banyak, hingga pada bulan Mei 2020 pasien yang terinfeksi covid 19 di dunia mencapai 3,7 juta kasus, sedangkan di indonesia yang terinfeksi mencapai 12.071 kasus. Dan pada awal bulan Maret 2020 covid 19 sudah mulai menyebar Di Indonesia, dan pada saat awal bermunculnya covid 19 di Indonesia masyarakat umum berbondong-bondong untuk membeli masker, hand sanitizer,dll. 

Pada saat konsumen berbondong-bondong membeli alat pelindung diri, ada beberapa konsumen yang nakal sehingga mereka membeli baju hazmat untuk kepentingan pribadinya sedangkan baju tersebut sangat di butuhkan oleh banyak tenaga medis. dan juga selain baju hazmat ada beberapa konsumen yang menimbun masker dan hand sanitizer mereka memanfaatkan keadaan yang seperti ini dengan cara menaikkan harga barang tersebut di karenakan barang tersebut sudah langka/ susah di cari lagi.

Dengan adanya konsumen yang nakal tersebut maka dalam ekonomi islam tindakan tersebut di haramkan karena barang tersebut pada saat terjadinya pandemi covid 19 banyak di butuhkan oleh beberapa pihak. 

Disamping itu juga mengandung ketidakadilan bagi konsumen yang lebih membutuhkan barang tersebut, penimbunan barang juga menyebabkan krisis yang sangat fatal dan sangat mengancam stabilitas ekonomi. Penimbunan barang juga menyebabkan kesulitan bagi orang lain serta menyempitkan ruang gerak mereka untuk memeperoleh kebutuhannya. 

Dalam ekonomi mikro penimbunan barang bisa juga berakibat pada kelangkaan suatu barang, ini berarti membuat barang yang sudah ada menjadi jarang, berawal dari ulah para konsumen yang nakal melakukan penimbunan barang dengan sengaja menunggu harga naik atau dengan sengaja pelaku menimbun barang jualannya supaya barang tersebut menjadi langka dipasaran sehingga harganya naik sampai pada akhirnya ia mendapatkan keuntungan yang berlipat. 

Dalam hal ini, Islam jelas sangat tidak membolehkan. Ini sama artinya dengan membuat sesuatu yang halal menjadi haram, sebab diperoleh dengan cara curang. Jika tujuan menimbun ingin mendapatkan keuntungan yang berlebihan, maka keuntungan yang didapat sama dengan riba.

Penimbunan barang mengakibatkan adanya inflasi. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Dalam hal ini pemerintah harus merekomendasikan pelaku penimbun barang untuk menjual barang yang ditimbun yang melibihi kadar kebutuhannya. 

Jika rekomendasi ini tidak dipindahkan, maka pemerintah harus memberikan teguran. Jika tindakan kedua ini juga tidak dipindahkan, maka pemerintah berhak untuk menahan dan memberi sanksi kepada penimbun barang sesuai dengan kebijakan pemerintah. Tindakan ini diupayakan untuk membuat jera si penimbun barang tersebut. 

Di samping itu, pemerintah juga harus memaksa penimbun barang untuk menjual barang timbunannya. Jika perintah ini juga tidak dilaksanakan, maka pemerintah boleh menjual barang timbunan secara paksa dengan harga standar pasar. Bahkan, jika pemerintah khawatir terhadap terjadinya kelangkaan masker bagi masyarakat, pemerintah boleh mengambil secara paksa barang yang ditimbun untuk kemudian didistribusikan kepada masyarakat sampai keadaan menjadi stabil. 

Dengan catatan, ketika kondisi masyarakat sudah kembali stabil, pihak pemerintah mengganti barang timbunan milik penimbun barang tadi. Sebab, kondisi darurat hanya memperbolehkan untuk mengambil barang, tetapi tidak menggugurkan kewajiban untuk jaminan. Sehingga dalam hal ini pemerintah tetap wajib mengganti barang yang diambilnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun