Mohon tunggu...
Annisa Mediana Shafa
Annisa Mediana Shafa Mohon Tunggu... Animator - Mahasiswa Hubungan Internasional

Mahasiswa Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

War on Drugs Amerika Serikat di Tengah Pandemi COVID-19

14 Juni 2020   22:19 Diperbarui: 14 Juni 2020   22:10 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : https://www.theatlantic.com/health/archive/2020/03/how-will-coronavirus-end/608719/

Amerika Serikat merupakan salah satu negara superpower yang telah melakukan berbagai kerja sama dengan negara-negara di kawasan Amerika. Untuk dapat memenuhi national interest-nya, Amerika Serikat juga melakukan kerja sama dengan negara lain dalam berbagai bidang seperti kerja sama militer, kerja sama ekonomi, sosial-budaya, maupun kesehatan. Dalam bidang kesehatan, Amerika Serikat telah bekerja sama dengan negara-negara dalam memberantas perdagangan obat-obatan ilegal. Amerika Serikat berupaya untuk menghentikan arus jual-beli narkotika dan obat-obatan terlarang yang tercermin dalam War on Drugs.

Istilah War on Drugs telah diberikan oleh media setelah konferensi pers yang diberikan oleh Presiden Amerika Serikat ke-37 Richard Nixon pada 18 Juni 1971, sehari setelah publikasi pesan khusus kepada Kongres yang menyatakan penyalahgunaan narkoba sebagai musuh publik nomor satu  (Dufton, 2012). Kebijakan yang diimplementasikan oleh pemerintahannya saat itu merupakan undang-undang kelanjutan dari kebijakan larangan narkoba di AS pada tahun 1914. Selanjutnya, Nixon juga membentuk the Drug Enforcement Administration (DEA) yang bertujuan untuk menegakkan perundang-undangan mengenai obat-obatan dengan mengadili pelaku yang mendistribusikan obat-obatan terlarang ke Amerika Serikat, dan mendukung program-program yang bertujuan untuk mengurangi ketersediaan obat-obatan tersebut (Drug Enforcement Administration, 2008). Dalam pelaksanaannya, the Drug Policy Alliance yang mengadvokasi war on drugs, telah memperkirakan bahwa Amerika Serikat telah menghabiskan $ 51 miliar setiap tahun dalam pengembangan inisiatif tersebut (Drug Policy Alliance, 2014). 

Pendistribusian obat-obatan ilegal yang masuk ke pasar Amerika Serikat banyak berasal dari negara lain salah satunya negara-negara di kawasan Amerika Latin. Maka dari itu, Amerika Serikat menjalin kerja sama dengan negara-negara di kawasan tersebut salah satunya Kolombia. Amerika Serikat mengembangkan kerja sama dengan Kolombia yang berfokus pada pengawasan dengan memberantas penyalahgunaan dan penyelundupan obat-obatan ilegal. Amerika Serikat dan Kolombia telah memiliki hubungan bilateral yang bermula pada kemerdekaan Kolombia dari Spanyol pada 19 Juni 1822 yang diakui kedaulatannya oleh Amerika Serikat dan mulai mengirimkan perwakilannya ke Kolombia pada 1832 untuk memulai hubungan diplomatic  (United States Department of State, 2019). Hubungan kedua negara ini berkembang dalam berbagai komitmen untuk mempromosikan keamanan dan mewujudkan pemerintahan yang demokratis bagi Kolombia. Amerika Serikat mendukung pemerintah Kolombia meningkatkan kesejahteraan ekonomi dengan melakukan berbagai kerja sama serta ikut mengatasi masalah perubahan iklim dan lingkungan disalah satu negara yang paling beragam secara ekologis  (USAID, 2020).

Perkembangan obat-obatan ilegal dari Kolombia ini menyebabkan kekhawatiran bagi Amerika Serikat. Pada dekade 1980-an, sekitar 70 hingga 80% kokain olahan dan 50 hingga 60% ganja tersedia di pasar Amerika Serikat berasal dari Kolombia (Bruce M. Bagley, 1988, hal. 70) Penyalahgunaan obat-obatan tersebut juga akan berdampak pada masalah kesehatan hingga hilangnya nyawa akibat overdosis. Pada tahun 2018 saja, di Amerika Serikat telah terjadi 67.367 kematian akibat overdosis, dengan tingkat kematian tertinggi berada di Virginia Barat dan kemudian diikuti oleh Delaware, Maryland, dan Pennsylvania (Centers for Disease Control and Prevention, 2018).  

Amerika Serikat telah membuat komitmen dengan Kolombia untuk bekerja sama melemahkan organisasi-organisasi gelap atau kriminal transnasional yang telah merugikan reputasi Kolombia dan Amerika Serikat (United States Department of State, 2019). Dibawah kepresidenan Bill Clinton, Amerika Serikat menyepakati pembentukan Plan Colombia dengan menyediakan ratusan juta dolar serta bantuan-bantuan militer lainnya dan pengiriman peralatan ke Kolombia  (Shifter, 2012).

Berkaitan dengan perkembangan perdagangan narkotika dan obat-obatan ilegal, Amerika Serikat juga saat ini sedang menghadapi isu kesehatan lainnya yaitu penyebaran virus corona (Covid-19). Penyebaran virus corona (6/6/2020), di Amerika Serikat telah mencapai 1,9 juta kasus positif terpapar virus dengan angka kematiannya mencapai 111 ribu jiwa (Wolrdometer, 2020). Hasil ini menempatkan Amerika Serikat sebagai negara nomor satu dengan kasus terpapar virus corona terbesar di dunia. Tingginya tingkat kematian penduduk dengan penyebarannya yang sangat signifikan, mengakibatkan negara-negara di dunia khususnya Amerika Serikat untuk memandang serius dan menyikapi dengan berbagai tindakan untuk secara maksimal mencegah virus tersebut meluas di wilayahnya.

Meskipun Amerika Serikat merupakan negara dengan kasus positif corona terbanyak dan cukup kesulitan menangani penyebaran di wilayahnya, ia juga ikut serta membantu menangani penyebaran virus dengan memberikan bantuan terhadap negara-negara di Asia Tenggara khususnya ASEAN. Sejak wabah dimulai, Amerika Serikat bertindak cepat dengan memberikan $ 18,3 juta dalam kesehatan darurat dan bantuan kemanusiaan kepada negara-negara anggota ASEAN (U.S. Department of State, 2020). Pendanaan tersebut untuk mendukungnya tujuan-tujuan AS untuk menerapkan darurat kesehatan bagi masyarakat.

Dalam pandemi virus corona beberapa bulan ini, menyebabkan persediaan obat-obatan ilegal yang menurun di beberapa wilayah di Amerika Serikat. Walaupun belum terdapat data nasional mengenai keterkaitan pasokan obat-obatan ilegal dan tingkat overdosis di Amerika Serikat, para ahli telah berpendapat ketersediaan obat-obatan terlarang ini telah berubah karena terjadinya pembatasan perjalanan dibeberapa rute melalui Asia dan Amerika Latin yang hendak masuk ke Amerika Serikat (npr, 2020). Kelangkaan ini kemudian memberi dampak terhadap peningkatan sejumlah harga obat-obatan ilegal disebagian pasar Amerika Serikat.

Dalam menindaklanjuti persediaan obat-obatan terlarang yang berhasil menurun, Amerika Serikat tetap waspada dengan berbagai protokol pengawasan agar tidak memberi celah sedikitpun kepada kartel-kartel yang memanfaatkan pandemi untuk memperlancar penyelundupan mereka. Presiden Trump menyikapi dengan mengumumkan pengiriman angkatan militer Amerika Serikat ke beberapa wilayah. Wilayah Karibia menjadi tujuan Amerika Serikat sebagai upayanya dalam tindakan war on drugs dengan mengirimkan pesawat terbang dan kapal laut untuk mengawasi wilayah tersebut. Di tengah pandemi yang cukup parah melanda, Trump mengatakan fokus kebijakan AS terhadap pemberantasan perdagangan obat-obatan terlarang tetap menjadi isu yang penting untuk melindungi rakyat Amerika dengan serangkatan operasi-operasi memerangi kartel narkoba (Chalfant, 2020) . "Kami berperang dengan COVID-19, kami berperang dengan teroris dan kami berperang dengan kartel narkoba," kata Presiden Trump. "Kamu tidak akan menembus negara ini." tambahnya  (Bennett, 2020) .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun