Mohon tunggu...
Annisa Malchan
Annisa Malchan Mohon Tunggu... -

Tuan atas pikiranku. Learning how to learn. UIN SUKA | Fishum | Psycho '16

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Obat (Penyakit Gila) atau Dibalik

22 September 2016   13:17 Diperbarui: 22 September 2016   13:26 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Obat habis. Semuanya, dari yang murah sampai mahal habis. Orang desa dilanda pusing berkepanjangan yang masal dan masif. Warung-warung kelontong pemiliknya bingung, antara ingin menyisihkan sedikit obat untuk mereka atau menjualnya saja pada orang desa. Stok baru belum akan datang sampai kira-kira bulan depan. "Obat habis" tertulis di depan setiap warung kelontong. Tulisannya biasa saja, warna hitam di atas kertas putih yang baliknya habis digunakan.

Orang desa masih pusing-pusing. Banyak yang akhirnya ke puskesmas demi mendapat obat tablet yang mereka anggap dewa penyembuh bagi rasa pusing itu. Meski lebih mahal karena ditambah biaya administrasi dan pemeriksaan, asal dapat obatnya tak masalah. Tapi ternyata, banyak juga yang pergi ke puskesmas. Antrian mengular sampai luar-luar. Petugas berbaju serba putih yang duduk di bagian pendaftaran kelabakan. Pengunjung meningkat belasan kali lipat. Mereka mencari obat!

Seorang menerobos antrian, disoraki yang lain. Lalu yang ada di depannya memukul si penerobos yang mencoba memotong antrian. Yang menerobos merasa tak punya salah; bahwa ia memang pusing berkepanjangan yang melelahkan untuk dirasai. Penerobos memukul balik dengan marah. Lalu dibalas lagi. Lalu mereka saling tarik baju masing-masing. Lalu yang lain menarik badan mereka saling menjauh. Ricuh dan rusuh. Teriakan kesakitan teredam suara perkelahian kata-kata. Panggilan nomor antri tak lagi dihiraukan. Semuanya ramai. Ramai seperti sirkus atau pasar. 

"Aku takut kehabisan obatnya!"

"Pusingku lebih parah darimu!"

"Hei, aku juga butuh obat!"

Dan ratusan kalimat lain yang jika nampak, pasti akan segera memenuhi ruang tunggu, mendobrak ruang periksa, serta menjejali ruang penebusan obat di sebelah. Semuanya lupa bahwa mereka butuh obat. Mereka lupa akan rasa pusing dan tak enak yang harus segera ditangani. Semuanya makin gaduh hingga dokter keluar. Tapi dokter tidak memberikan nasehat atau menenagkan pasien. Dokter melempar banyak obat pusing yang mereka inginkan. Banyak sekali! Puskesmas bagai dilanda hujan obat pusing dari warung kelontong!

Semua orang lupa pertengkaran dan memungut obat-obat itu. Mereka berebut. Adu mulut. Saling sikut. 

Aku tak mau memberi tahu akhirnya. Karena sebenarnya, ini kisah negaraku. Hanya saja, semua bukan tentang obat. Ah. Tapi persetan. Uang dan obat tak sebegitu jauhnya. Ups.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun