Akhir akhir ini marak sekali kasus bullying terutama di lingkungan sekolah, Lingkungan yang harus nya menjadi tempat menimba ilmu justru menjadi tempat yang menyeramkan.
Bullying didefinisikan sebagai perilaku agresif yang sengaja dilakukan untuk menyakiti, merendahkan, atau mengintimidasi orang lain yang memiliki ketidaksetaraan kekuatan atau kelemahan. Ini dapat terjadi di berbagai konteks, mulai dari ruang sekolah, tempat kerja, hingga dunia maya.
Bullying bukan sekadar peristiwa sesaat, tetapi dapat menorehkan luka-luka yang mendalam dan memunculkan bayangan yang menghantui hingga ke masa depan.
Tindakan bullying ini, yang melibatkan perilaku merendahkan dan menyakiti secara terus-menerus, dapat menciptakan jejak traumatis yang sulit dihapus. Dampaknya tidak hanya terbatas pada luka fisik, melainkan juga merambah ke dimensi emosional dan psikologis. Korban bullying sering kali mengalami tekanan mental yang mendalam, seperti kecemasan, depresi, dan bahkan dapat menghadapi risiko gangguan stres pasca-trauma (PTSD). Lebih jauh lagi, pengalaman traumatis ini dapat memengaruhi hubungan sosial, prestasi akademis, dan bahkan potensi karier di masa depan. Oleh karena itu, untuk menciptakan masyarakat yang inklusif dan mendukung, penting bagi kita untuk bersama-sama menentang dan mencegah praktek bullying, serta memberikan dukungan kepada mereka yang telah menjadi korban.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H