Ical for President on 2014? Menurut catatan CIA dalam CIA Factbooks 2011, jumlah penduduk INDONESIA berdasarkan etnisnya adalah sbb: Javanese 40.6%, Sundanese 15%, Madurese 3.3%, Minangkabau 2.7%, Betawi 2.4%, Bugis 2.4%, Banten 2%, Banjar 1.7%, other or unspecified 29.9% (2000 census). Dalam prinsip pemilihan langsung ala Demokrasi kita saat ini, dimana diberlakukan sistem 'one man, one vote', secara teori atau hitungan diatas kertas, hanya calon pemimpin yang berasal dari etnis yang dominan saja yang akan selalu keluar sebagai pemenang dalam setiap pemilu atau pilpres. Hal itu disebabkan karena sudah menjadi kebiasaan suatu suku di manapun di dunia ini, yaitu mereka memiliki kecendrungan secara psikologis untuk memilih pemimpin dari kalangan sukunya sendiri (coba explore referensi ini). Sebenarnya untuk Indonesia, urut-urutan skala pilihan pemilih itu berturut-turut adalah: agama, gender, suku, kharismatik, asal-usul dinasti keturunan, baru kekayaan dan lain-lainnya. Juga sangat ditentukan oleh struktur usia pemilih yang umumnya di dominasi oleh pemilih baru dan pemilih muda. Akan halnya Ical untuk maju menjadi Capres 2014, dengan analisa sederhana saja, sangat kecil kemungkinannya akan dipilih rakyat. Alasannya jelas banyak. Dari segi suku saja, dirinya yang bukan jawa (atau minimal istrinya jawa seperti Akbar Tanjung itu), dipastikan tidak akan banyak menarik pemilih di jawa dan juga di luar jawa. Orang jawa itu, kalau memilih elit yang akan memimpin mereka, pastilah mereka cenderung untuk memilih orang jawa jua, yang mereka kenali dari namanya khasnya itu, yang umumnya berakhiran "O" (Sukarno, Suharto, Susilo, Yudhoyono, Sukarwo, Prabowo, Wiranto). Tapi saya juga tidak yakin, etnis di luar jawa akan memilih Ical, kecuali mungkin orang Sumatera, asal tempatnya Bang Ical. Orang Bugis pastilah cenderung memilih nama seperti JK dulu lagi (dalam Pilpres 2009 lalu, JK hampir menang mutlak di Sulsel); Orang Banjar juga sama saja, akan memilih nama-nama yang akrab di telinga mereka, setidaknya kalau bukan orang Kalimantan, si calon itu adalah muslim yang saleh. Nah, Bang Ical ini, dari sisi kesalehan agamanya, di tandai oleh ummat muslim di tanah air, sangat rendah sekali. Begitu pula dengan kedermawanannya, jarang sekali mereka saksikan di media, kalau Bang Ical itu selalu paling depan dalam menyumbang bila rakyat terkena kesulitan seperti bencana alam itu misalnya, padahal rakyat memahami kalau Ical itu kaya-raya. Mereka juga jarang melihat Ketua umum GOLKAR itu mendatangi majlis taklim, pengajian, atau mengunjungi Kyai mereka di ponpes-ponpesnya. Bang Ical jarang diliput media, meskipun kegiatan sosial Bang Ical sebenarnya cukup tinggi jua, padahal katanya punya tv-one dan antv seperti halnya Surya Paloh dengan Metro-tivinya itu (tapi yang satu ini terlalu berlebihan, sehingga rakyat jadi muak melihatnya yang selalu nongol di tivinya sendiri). Intinya, kharismatik Ical itu sangat rendah sekali di kalangan akar rumput di seluruh tanah air. Dan yang penting pula, usia pemilih pada pemilu dan Pilpres 2014 kelak, yang di dominasi oleh pemilih pemula (kelahiran pasca krismon 1997 atau generasi Reformasi), anak-anak remaja dan pasangan muda (kelahiran 1970-an sampai 1990-an), serta generasi tua yang lahir tahun 1960-an. Generasi tahun 1960-an itu, yang kini banyak menduduki posisi strategis, tahu persis sejarah ORBA dan GOLKAR di masa lalu. Mereka juga merasakan pahitnya Krismon 1997 dulu sebagai akibat perbuatan ORBA yang salah satu pendukung utamanya adalah Golkar. Komposisi secara nasional untuk generasi 1960-an sampai 1997-an itu, di prediksi hampir 90% pemilih aktif pada tahun 2014. Sulit bagi Ical dan Golkar untuk meyakinkan mereka, apalagi internet setiap hari terus 'menguliti' dosa dan kesalahan Golkar di masa lalu dan dosa Ical seputar lumpur lapindo, pajak, gaya hidup keluarganya yang hedon, dan lainya, hampir setiap hari. 2014 memang agak sulit ... Kalau kekuasaan saat itu akhirnya dimenangkan oleh PDIP ... dipimpin Megawati kembali Republik ini, kita pasti 'set back' kembali ... dan agenda neolibs dengan melakukan penjualan semua asset negara dan SDA seperti zaman Megawati berkuasa dulu, akan terjadi kembali. Bahkan Kepala Daerah dari PDIP akan semakin menggila korupsinya ... Kalau dimenangkan PKS? pasti terjadi konflik luas di tanah air, kekuatan asing akan aktif merongrong kekuasaan Pemerintahan. Belum lagi berkaitan dengan stigma kalau PKS itu (seperti juga HTI) adalah agen Wahabi. Bisa terjadi perang saudara lagi. Bagaimana kalau Demokrat lagi? Masalahnya siapa yang menjadi Presidennya? Setelah SBY lengser, tak ada lagi figur mumpuni di Demokrat, tadinya orang berharap banyak dengan figur muda Anas Urbaningrum, tapi setelah namanya disebut-sebut Nazaruddin sebagai kepala ikan busuk, sulitlah untuk mengapresiasinya untuk menggantikan posisi SBY. Tapi bukankah ada Ani-SBY? Itu juga sulit, selain faktor gender, kemampuannya juga belum terasah, dan posisinya yang masih muallaf itu, akan menyulitkan kalau berhadapan dengan tokoh-tokoh muslim seperti Amin Rais, Yusril atau Din Syamsuddin dan parpol semacam PKS dan HTI. Maka yang paling masuk akal adalah GOLKAR, tapi siapa yang sudi kalau negara ini dipimpin Ical? masalahnya sederhana, kepercayaan rakyat sangat tipis padanya, dan resistensi untuknya sangat kuat semenjak kasus-kasus seperti Lapindo atau Gayus dengan sekandal pajaknya itu bergulir, dia sangat mengecewakan rakyat dalam setiap manuver politiknya. Kalaulah dia akhirnya naik menjadi Presiden, perlawanan kelompok-kelompok oposisi dan mahasiswa, dipastikan akan lebih sengit dibanding zaman ketika BJ Habibie menjadi Presiden dulu. Dan, kalau gerakan-gerakan itu semakin masiv, bukan tidak mungkin, reformasi jild 2 hanya soal waktu saja di negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H