Indonesia telah memiliki banyak pengusaha muda wanita maupun lelaki yang telah sukses membawa nama bangsa dalam berbagai bidang kreatif ekonomi seperti di bidang olahraga, teknologi modern maupun fashion di tingkat internasional. Karena kesuksesan yang mereka dapatkan di usia yang sangat muda, tidak sedikit masyarakat yang memandang mereka dengan sebelah mata dan dengan cepatnya masyarakat menganggap bahwa kesuksesan para anak muda itu adalah berkat campur tangan dari uang orang tuanya yang kaya raya dan banyak juga yang mengatakan mereka sebagai ‘anak yang memang telah ditakdirkan beruntung’ sehingga kisah kesuksesan anak-anak muda ini malah dijadikan sebagai bahan cemooh karena rasa iri mereka, bukan sebagai contoh motivasi untuk mengikuti jejak mereka.
Namun, apakah mereka sadar akan apa yang telah dilewati para pemuda ini sebelum mereka meraih kesuksesan? Apakah mereka tau para pemuda ini telah menghadapi berbagai kegagalan dan bahkan kerugian hingga ratusan juta rupiah?
Seorang pemuda lelaki Indonesia berhasil mengharumkan nama Indonesia dengan masuk dalam daftar 30 Under 30 tahun yang dibuat oleh Forbes ditahun 2016. Daftar ini memperkenalkan 30 pengusaha muda sukses dibawah usia 30 tahun yang berhasil menjadi miliarder pengusaha muda dalam bidang bisnis e-commerce dan retail. Salah satunya adalah Yasa Paramita Singgih yang menduduki peringkat 23 dari 30 pengusaha dari negara Asia lainnya seperti Negara Australia, Singapore dan India.
Yasa Singgih, pemuda berumur 21 tahun ini adalah penemu Men’s Republic, sebuah brand pakaian khusus pria yang sekarang terkenal khususnya dikalangan pria Indonesia. Berawal dari menjalankan bisnis dari 4 lusin sepatu, kini Mens Republic telah berevolusi fashion brand besar di Indonesia, para customer Mens Republic kini sudah sampai ke seluruh kota Indonesia dan 8 negara di Asia. Tapi tentunya, sebelum kesuksesan manis ini hadir dalam hidupnya, Yasa Singgih juga pernah mengalami kebangkrutan hingga ratusan juta rupiah. Kisah Yasa Singgih ini juga pantas dijadikan sebagai contoh toko untuk menghapus stereotype ‘anak yang sukses diusia muda itu pasti berkat orang tuanya yang kaya raya’ karena beliau bukanlah pemuda yang lahir dari keluarga konglomerat dan ia memulai bisnis ini berkat dirinya sendiri dan kerja kerasnya.
Kala ia masih berumur 15 tahun, ayah Singgih menderita sakit penyempitan pembuluh darah dan membutuhkan operasi. Namun ayahnya menolak dioperasi dan ingin biaya tersebut digunakan untuk biaya kuliah kakak Yasa. Keadaan ini membuatnya merenungi bagaimana masa depannya kelak sedangkan ayahnya terbaring sakit. Ia pun mulai memikirkan rencana yang ingin ia lakukan untuk menghasilkan uang secara mandiri agar tidak membuat orang tuanya melihat dirinya sebagai tambahan beban hidup.
Usaha yang ia lakukan pertama kali yaitu menjadi seorang MC untuk mengisi acara yang digelar di pusat berbelanja di Jakarta, tiap tampil ia dapat memperoleh bayaran sebesar Rp.350.000,- Dari pengalaman ini menambah motivasi Singgih untuk mencari berbagai cara untuk menghasilkan uang lebih banyak secara mandiri. Diumur 16 tahun setelah lulus SMP, ia mulai berjualan kaos secara online dan kala ini telah menggunakan brand Men’s Republic. Dengan modal uang tabungan sebesar 700 ribu rupiah, ia membuat 48 baju bergambar Presiden Soekarno.
“Yang beli cuma dua orang. Satu dibeli Mama karena kasihan sama saya,” tutur Yasa.
Yasa kemudian memutuskan ke Pasar Tanah Abang untuk meminjam barang dari pedagang-pedagang di sana, beruntung ada beberapa pedagang yang berbaik hati setuju meminjamkan barang kepadanya dengan perjanjian Yasa dapat membayar pinjaman barangnya dibulan depan setelah semuanya habis terjual. Tanpa bekal pengetahuan tentang bisnis penjualan dan design, Yasa lalu mulai menjual kaos-kaos yang ia desain menggunakan Microsoft word ini ke teman sekelasnya yang juga dipromosikan lewat BlackBerry Messenger.
"Jadi, saat anak-anak lain berangkat ke sekolah membawa buku yang banyak, saya malah bawa barang dagangan yang banyak," kenang Yasa saat berbincang dengan Liputan6.com
pada tahun 2012, Yasa memulai usaha baru dibidang kuliner dengan mendirikan kafe kecil yang yang berlokasikan di kawasan Kebun Jeruk. Namun usaha kulinernya tidak berjalan mulus, diminggu petama kedainya mengalami musibah banjir, diminggu kedua kedainya pun kemalingan. Karena kedai pertamanya ini terancam bangkrut, beberapa bulan kemudian, ia membuka cabang baru di Mall Ambassador Jakarta Selatan. Namun sayangnya, cabang barunya ini hanya bertahan 20 hari saja, hingga membuatnya mengalami kerugian sekitar 120 juta rupiah.
Pada tahun 2013 ia pun memutuskan untuk menutup kafenya, dan bahkan juga bisnis kaosnya.