Catatan ini terkait pengalaman saya ketika mengikuti pendidikan jurnalistik di Student Journalism (SJ) Bontang Post. Dua tahun mengikuti SJ saya rasa tidak cukup. Namun, dua tahun itu berhasil mengukir cerita sesama peserta SJ dan karyawan Bontang Post tentunya. Kala itu, peserta SJ berasal dari beberapa Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota Bontang. Seperti SMA Yayasan Pupuk Kaltim (YPK), SMA Yayasan Vidya Dahana Patra (YPVDP), SMA Negeri 1 Bontang, SMA Negeri 2 Bontang, dan SMA Negeri 3 Bontang.
Belajar sebagai wartawan memang tidak mudah, apalagi saat itu tengah padatnya tugas sekolah. Dipimpin oleh Faisal Rahman, selaku Redaktur Pelaksana Bontang Post, peserta SJ mengikuti rapat redaksi yang berlangsung setiap Senin, jam 4 sore di Kantor Bontang Post. Rumusan berita yang diajukan seputar sekolah seperti siswa berprestasi, kegiatan rutin sekolah, guru inspiratif, dan regulasi sekolah bagi warganya.
Setiap peserta SJ diajarkan untuk bersaing secara sehat untuk menjadi anak opening di rubrik ekspresi. Saya mendapat kesempatan sebagai anak opening kala itu dengan berita Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMK Negeri 3 Bontang. Kala itu tengah berlangsung PPDB 2012 di Kota Bontang dan saya memilih SMK Negeri 3 Bontang sebagai fokus liputan. Tidak mudah menempuh rute sejauh 6 km saat hujan deras dari rumah menuju SMK Negeri 3 Bontang. Saya menempuhnya naik motor dan sampai tujuan dengan basah kuyup. Sesampainya di SMK Negeri 3 Bontang, saya disambut oleh Wiyono selaku Kepala Bidang Kemahasiswaan. Saya gali info yang mendalam terkait PPDB SMKN 3 Bontang, dan wawancara kala itu mengalir hingga jam 11 siang. Setelah informasi dirasa cukup, saya bergegas pulang untuk mengetik berita yang akan saya berikan pada Faisal saat jam 4 sore nantinya. Ini jarak tempuh liputan yang paling jauh selama menjadi peserta SJ Bontang Post.
Jam setengah 4 sore saya menuju Kantor Bontang Post untuk menyerahkan berita PPDB. Memasuki ruang redaksi, hawanya memang berbeda. Setiap orang duduk menghadap komputernya masing-masing dengan tenang. Nyaris tanpa suara. Namun, beginilah suasana agar mereka bisa menyelesaikan tugas tepat waktu. "Bagaimana liputan PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) di SMKN 3 tadi pagi?," tanya Faisal yang tengah mengetik berita kala itu. Menarik napas lumayan dalam, saya harap tugas ini selesai dengan baik. "Liputan tadi kelar kak, beritanya sudah saya tulis dan fotonya juga ada," jawab saya singkat.
Berbekal flashdisc di saku celana, akhirnya berita itu berpindah ke meja Faisal. Cemas memang kala itu. Pesimis jika tulisan tidak sesuai dengan EYD dan lainnya. Faisal menoleh sembari tersenyum. "Bagus. Good. Ini yang saya mau," katanya. Saya seperti membatu kala itu dan hanya membalas senyum. Alhamdulillah, basah kuyup saya tidak sia-sia. Tak berhenti sampai disitu, tanpa diduga Faisal memindahkan berita PPDB itu ke folder Anak Opening untuk terbitan esok, Rabu. "Kak, kenapa dipindah?," tanya saya polos. Faisal hanya menjawab, "Karena berita yang kamu tulis itu bagus, Nis." Akhirnya, Anak Opening Rabu itu milik saya. Alhamdulillah.
Satu pengalaman lagi yang berkesan hingga kini. Masih dalam suasana hujan, saya bersama Pipi, sapaan akrab untuk ayah dikeluarga. Tepat pukul 7 pagi, bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional 2012 lalu. Bontang Post bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kota Bontang menggelar acara bertajuk Diskusi Publik Hardiknas yang bertempat di Kantor Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi (KPAD) Kota Bontang. Sepuluh personel SJ dikerahkan untuk mewawancarai narasumber secara eksklusif kala itu. Saya termasuk satu diantaranya. Narasumber yang hadir, begitu inspiratif. Mulai dari Alvin Adam, Pembawa Acara Just Alvin Metro Tv hingga Andrea Hirata, Penulis Tetralogi Laskar Pelangi. Harusnya, Andy F. Noya juga turut hadir. Namun, ia hanya bisa mengirimkan video terkait kondisinya di rumah sakit dengan perawatan intensif kala itu.
Dibuka dengan pemaparan cerita dan motivasi inspiratif dari Andrea Hirata, 500 peserta dari kalangan institusi pendidikan mendadak gemuruh. Ya, mereka terpukau. Andrea Hirata bercerita terkait pengalamannya menulis novel Laskar Pelangi dan karakteristik setiap pemainnya. Hal itu lantas disambut gelak tawa seluruh peserta yang hadir. Andrea Hirata begitu ramah dan selalu melempar senyum. Sosok penulis yang sempurna.
Dilanjutkan dengan paparan dari Alvin Adam terkait bagaimana cara berkomunikasi dengan sesama secara baik dan tidak menggurui. Perbanyak senyum dan sering menyapa ialah kuncinya. Tak berhenti sampai disitu, ia juga menyampaikan satu kunci menjadi pembawa acara yang baik adalah perbanyak membaca. "Dengan membaca, jendela dunia bisa kita buka. Kita bisa melihat kemana dan kapan saja," terangnya kala itu.
Tiba sesi tanya jawab dengan personel SJ. Saya memulainya dengan bismillah dan berharap semuanya baik saja. Satu pertanyaan untuk Alvin Adam, dan satu lagi untuk Andrea Hirata saya sampaikan dengan mantap dan santai. Sedikit gugup memang, saat dipersilakan untuk bicara dihadapan 500 pasang mata dan di depan Walikota serta Wakil Walikota Bontang kala itu. Pertanyaan berbeda diajukan personel SJ lainnya. Nampak mereka begitu gugup. Hal itu terlihat dari bergetarnya kertas yang mereka bawa. Beberapa personel SJ lainnya tengah asik mengambil foto dari berbagai sesi selama acara berlangsung. Kerja tim yang kompak.
Setelah semua pertanyaan dijawab oleh Andrea Hirata dan Alvin Adam, tiba saat pengumuman reporter terbaik bagi dua personel SJ yang beruntung pagi itu. Saya optimis menjadi salah satunya. Alhamdulillah, nama saya dipanggil menjadi yang pertama. Saya membalasnya dengan membungkukkan setengah badan (Ojigi, dalam Bahasa Jepang) seraya tersenyum. Rekan saya, Muhammad Zulfikar Akbar akhirnya menemani saya maju ke depan. Sebagai reporter terbaik, saya memiliki kaos bertuliskan Kick Andy Metro Tv sebagai kenangan. Bang Zul, sapaan akrab Muhammad Zulfikar Akbar mendapat novel Laskar Pelangi kala itu. Apapun yang diberikan bagi kami berdua kala itu terasa berbeda dan berkesan. Belajar itu sama dengan berjuang. Tarik napas, bismillah, lakukan dan alhamdulillah. (nis)