A. Â Legenda Curug 7 Bidadari
Mitos Curug 7 Bidadari yang dikenal masyarakat Desa Keseneng menceritakan tujuh bidadari mandi di air terjun ini. Air terjun ini terdiri dari tiga tingkat, susunan pertama terdiri dari 3 aliran air terjun, yang kedua terdiri dari 3 aliran air terjun, dan bagian atas terdiri dari 1 aliran air terjun. Ketinggian air terjun Curug 7 Bidadari sekitar 10 meter, airnya jernih, segar dan udaranya sejuk. Selain mitos tujuh bidadari mandi, juga terdapat ritual dan tradisi di kawasan Curug 7 Bidadari. Peninggalan ini merupakan mitos yang diyakini oleh warga Desa Keseneng. Air terjun tiga susun dengan tinggi sekitar tiga meter ini dikelilingi pepohonan dan menghadap ke persawahan. Tidak jauh dari tempat ini dua sungai bertemu, yaitu Beringin dan Banteng. Kedua sungai tersebut mengalir dari Curug 7 Bidadari. Fungsi kedua sungai tersebut untuk mengairi lahan pertanian di desa Keseneng dan juga di sekitar kawasan wisata Curug 7 Bidadari.
B. Â Teori Levi-Strauss
Di dalam strukturalisme, mitos dipandang sebagai sistem tanda (Eagleton, 2006:140-141). Menurut Levi-Strauss, sistem tanda adalah representasi dari struktur eksternal yang menggambarkan struktur yang mendasari pikiran manusia. Dalam analisis strukturalnya, ia menjelaskan bahwa mitos memiliki hubungan unit (yang merupakan struktur) yang tidak terisolasi tetapi merupakan kesatuan hubungan yang dapat digabungkan dan digunakan untuk mengungkapkan makna di balik mitos. Ia menjelaskan, pembuatan mitos sebenarnya tidak beraturan, karena pemilik cerita biasanya suka menceritakan kembali mitos tersebut. Namun dalam ketidakteraturan mitos tersebut sebenarnya ada tatanan yang tidak disadari oleh penciptanya. Keteraturan  sering disebut sebagai struktur. Itulah sebabnya Levi-Strauss dalam menganalisis mitos berusaha menemukan strukturnya sedemikian rupa sehingga seolah-olah mengeksplorasi sinar-sinar yang dibiaskan menjadi mitos dan urutan, yang kemudian digabungkan menjadi satu struktur (Endraswara, 2005:227-230).
C. Episode Cerita Curug 7 Bidadari
Episode I: Kisah Sang Pengembala Bertemu 7 Bidadari
Dalam kisah penemuan Curug 7 Bidadari dikatakan bahwa ada seorang penggembala yang masuk ke dalam hutan terlarang. Saat itu terdengar beberapa wanita tertawa dan memekik gembira, disusul dengan suara air terjun. Gembala itu pun menjadi sasaran dan mencoba memata-matainya. Ternyata tujuh bidadari sedang mandi di air terjun dan juga ada pelangi yang kemudian membuat pemandangan semakin indah. Dalam wawancara ketiga cerita mitos Curug 7 Bidadari, sosok penggembala digantikan oleh Jaka Tarub.
Episode II: Kisah Pemberian Nama Curug Bali menjadi Curug 7 Bidadari
Nama air terjun ini dulunya adalah Curug Bali, namun ketika 7 bidadari berenang di sana, namanya diubah dari Curug Bali menjadi Curug 7 Bidadari. Dan kemunculan seorang tokoh bernama Mbah Manung dan Kedung Walinya. Masyarakat Desa Keseneng percaya bahwa air rejeki Kedung Wali dapat menyembuhkan berbagai penyakit dengan izin Allah. Oleh karena itu, masyarakat maupun pengunjung situs air terjun 7 Bidadari sering mengunjungi dan meminum air berkah sebagai pengobatan alternatif. Kedung Wali juga terkait dengan sejarah Curug 7 Bidadari karena letaknya yang begitu dekat dengan Curug 7 Bidadari. Menurut cerita Basuk (53 tahun), Mbah Manung merupakan tokoh penting di dalam dan sekitar kawasan Keseneng. Nenek Manung hidup pada masa penjajahan Belanda dan merupakan murid Pangeran Diponegoro. Mbah Manung kemudian menetap di Desa Keseneng.
Episode III: Kisah Jaka Tarub Mengambil Selendang
Dikisahkan tokoh utamanya adalah Jaka Tarub. Saat itu, 7 bidadari sedang mandi di air terjun, dan Jaka Tarub ingin mengambil selendang dari salah satu bidadari. Akhirnya niat Jaka Tarubi terkabul, dan selendang yang direbut adalah milik seorang Bidarari bernama Nawangwulan.
Episode IV: Kisah Janji yang Diingkari oleh Jaka Tarub
Setelah diajak pulang oleh Jaka Tarub, Nawangwula pun jatuh cinta dan akhirnya mereka menikah. Mereka juga dikaruniai seorang anak bernama Nawangsih. Hari-hari mereka bahagia, namun suatu hari Jaka Tarub mengingkari janjinya dengan membuka tungku tanpa izin istrinya. Kemudian istri Jaka Tarub kehilangan sihirnya. Alhasil, Nawangwulan memasak nasi seperti wanita biasa karena nasinya terbatas. Maka Nawangwulan membuka gudang nasi dan di dalamnya ada selendangnya. Nawangwulan marah dan segera menemukan Jaka Tarubi, akhirnya dia pergi ke kahyangan dan berjanji akan datang ke bumi untuk menjaga anak itu. Tumbuh dewasa, Nawangsih menikah dengan Bondan Kejawen.
Referensi:
Eagleton, Terry. 2006. Teori Sastra : Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Â Â Â Jaslasutra.
Endraswara, Suwardi.2006. Falsafah Hidup Jawa. Yogyakarta: Cakrawala Ikram.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H