Mohon tunggu...
Annisa Camelia Salsabila
Annisa Camelia Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Assalamualaikum ! Haiii... semoga semua artikel yang aku upload bisa membantu dan tentunya bermanfaat bagi kita semua yaa !

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori mengenai Sexual Harassment, Kenyamanan, dan Produktivitas Karyawan di Tempat Kerja

3 Januari 2024   20:20 Diperbarui: 3 Januari 2024   20:51 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semanticscholar.com

SEXUAL HARASSMENT

Komnas Perempuan, dalam Naskah Akademik Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual, mendefinisikan kekerasan seksual sebagai setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang dan/atau tindakan lainnya, terhadap tubuh yang terkait dengan nafsu perkelaminan, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, dan/atau tindakan lain yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa, relasi gender dan/atau sebab lain, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan terhadap secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan atau politik (Perempuan, 2017).

     Menurut Winarsunu dalam (Ridha , 2020) sexual harassment adalah segala bentuk perilaku yang menggambarkan seksual yang dilakukan oleh sepihak dan tidak diinginkan oleh korbannya, dapat berupa pemaksaan kehendak, ucapan, tulisan dan isyarat-isyarat tindakan yang bekonotoasi seksual, yang dapat mengakibatkan efek trauma, penderitaan psikis dan turunnya rasa percaya diri pada korban.

     Karena banyaknya korban dari sexual harassment ini adalah perempuan, namun tidak menutup kemungkinan bahwa laki-laki juga dapat mengalami sexual harassment  (Dedikasi.ID, 2021). Maka kekerasan terhadap perempuan adalah perbuatan atau tindakan yang berdasarkan perbedaan gender yang mungkin dapat membuat korban terjebak dalam kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual bahkan psikis, termasuk ancaman, pemaksaan hingga perampasan secara sewenang-wenang yang terjadi di ruang lingkup publik seperti tempat kerja atau kehidupan pribadi yang tentunya merugikan korban dan membuat korban merasa tidak nyaman dan aman (Sadli, 2020).

     Sedangkan menurut (Hejase H J, 2015) sexual harassment itu seperti rayuan yang tidak diinginkan, baik secara verbal maupun non verbal seperti permintaan dalam melakukan hal-hal yang berbau seksual, dan mengganggu pekerjaan atau kinerja seseorang yang menyebabkan ketidaknyamanan dan merasa tidak aman di tempat kerja. Karena tempat kerja merupakan salah satu tempat dapat terjadinya sexual harassment (Nurvitasari, 2018).

     Menurut penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Caesaro, 2020) bahwa Workplace sexual harassment is a pervasive problem in many or- ganizations across the United States. Despite more than four decades of empirical research on the topic and numerous legal and policy ad- vances, the problem persist yang dapat diterjemahkan bahwa pelecehan atau kekerasan seksual yang terjadi ditempat kerja merupakan masalah yang terjadi dan menyebar dibanyak organisasi di Amerika Serikat. Meskipun lebih dari empat dekade penelitian empiris dengan topic dan banyak kemajuan hukum dan kebijakan, namun masalah tentang sexual harassment ini tetap ada.

     Indonesia sebagai negara kesatuan dan demokratis dengan dasar hukum dan UUD 1945, serta menjunjung tinggi harkat dan martabat seluruh rakyatnya, Indonesia memiliki aturan yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 28 i ayat (2) yang berbunyi “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”. Dengan adanya aturan ini seharusnya seluruh rakyat Indonesia dapat merasa aman dimanapun dan kapanpun, namun dengan adanya tindakan atau perilaku buruk dan menyimpang yang dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab menjadikan rasa aman dan nyaman ini hilang (Wulandari, 2021)

  • Indikator Sexual Harassment

Menurut Santrock dalam (Utami, 2016) sexual harassment dapat dibagi menjadi 5 bentuk, yaitu:

  • Pelecehan Fisik

Pelecehan Fisik adalah perilaku atau kegiatan yang mengarah pada tindakan seksual tidak diinginkan, seperti memeluk, mencium, memegang area tubuh tertentu, menempelkan badan, dan sentuhan fisik lainnya.

  • Pelecehan Lisan atau Verbal

Pelecehan lisan atau verbal adalah kata-kata atau kalimat yang keluar dari mulut seseorang yang bersifat merendahkan, mengomentari bentuk tubuh, bahkan lelucon yang bergerak kearah konten seksual yang tentunya perilaku ini tidak diinginkan.

  • Pelecehan Isyarat atau Non Verbal

Pelecehan ini dapat diartikan dengan gerakan-gerakan tubuh atau gesture tubuh seseorang yang menggambarkan nafsu ketika melihat sesuatu atau objek, pelecehan ini dapat berbentuk kedipan mata, tatapan penuh dengan nafsu, bahkan isyarat gerakan yang dilakukan dengan jari atau menggigit dan menjilat bibir. Itu semua salah satu bentuk dari pelecehan secara non verbal, yang tentunya membuat tidak nyaman.

  • Pelecehan Visual

Pelecehan ini dilakukan dengan memperlihatkan konten-konten bermuatan pornografi, seperti foto, video, bahkan gambar kartun yang menggambarkan konten seksual, juga dapat berupa pesan elektronik dan media lainnya.

  • Pelecehan Psikologis atau Emosional

Pelecehan ini dapat berupa permintaan atau ajakan yang dilakukan secara terus menerus dan bersifat memaksa untuk melakukan hal yang berbau seksual.

     Menurut Survei Never Okay Project yang dilakukan pada tanggal 19 November sampai 9 Desember 2018 secara online tentang sexual harassment yang terjadi di tempat kerja dengan menggunakan metode kuantitatif yang menghasilkan data sebanyak 1.240 responden dan 94% mengalami pelecehan seksual di tempat kerja. Sekitar 76% pernah mengalami pelecehan secara lisan, 42% mengalami pelecehan isyarat, 26% mengalami pelecehan visual, 13% lingkungan kerja yang tidak bersahabat, 7% ditawari imbalan untuk melakukan sesuatu, 1% penyerangan seksual dan 2% lainnya.

  • Situasi Sexual Harassment 

Berdasarkan situasinya sexual harassment menurut (Badawy, 2016) dibagi menjadi dua yaitu:

  • Situasi quid pro quo (ini untuk itu), yaitu dimana seseorang yang memiliki posisi berbuka menuntut perhatian seksual sebagai imbalan atau balasan atas tunjangan yang diberikan dan situasi kondisi kerja, dimana seseorang berulang kali menjadi sasaran seksual, atau undangan seksual tanpa adanya tunjangan, keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan seperti kontrak, promosi, reward and pusnishment yang didasari dengan sexual favor atau imbalan seksual. Pelecehan ini juga melibatkan tindakan seksusal yang tidak bisa diterima, ajakan melakukan tindakan seksual dan tindakan sacara verbal atau fisik lainnya yang bersifat seksual jika terjadi situasi seperti berikut:
    • Tindakan tersebut dilakukan secara tegas atau implisit dengan syarat atau kondisi hubungan kerja seseorang, atau
    • Penerimaan atau penolakan perilaku tersebut sebagai dasar pengambilan keputusan dalam hubungan kerja yang dapat mempengaruhi seseorang.

Pelecehan seksual quid pro quo dapat menggambarkan bahwa kejadian ini memang adanya terjadi kepada para karyawan di perusahaan. Karena beberapa studi menyimpulkan bahwa perusahaan atau institusi yang tidak memiliki keseimbangan antara jumlah karyawan laki-laki dan perempuan didalamnya memiliki kesempatan yang besar untuk terjadinya sexual harassment ini (Dwiyanti, Pelecehan Seksual Pada Perempuan Di Tempat Kerja (Studi Kasus Kantor Satpol PP Provinsi DKI Jakarta), 2014).

  • Situasi Hostile Environtment adalah tindakan negatif yang membuat lingkungan kerja yang tidak nyaman, dengan cara yang tidak masuk akal, yang dapat membuat korban merasa dijauhi dari lingkungan pekerjaan, merasa terintimidasi dan merasa tidak nyaman (FISIP, 2018). Menurut (Commision, 2023) bahwa lelucon, ketidaknyamanan dan kejadian yang membuatnya terasingkan (kecuali kejadian yang sangat serius) tidak dianggap ilegal. Secara garis besar karyawan dapat melakukan penuntutan terhadap pelaku diskriminatif
  • Penyebab Terjadinya Sexual Harassment 

Menurut Maria Puspita, Psikolog Associate Psikolog Yayasan Pulih berikut beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya sexual harassment ditempat kerja, yaitu:

  • Relasi Kuasa yaitu dimana seseorang menggunakan kewenangan  kekeuasaannya karena jabatan yang lebih tinggi untuk menekan karyawan bawahannya.
  • Ketidaksetaraan gender dimana populasi atau banyaknya jumlah karyawan laki-laki dan perempuan yang tidak seimbang, sehingga dapat terjadinya sexual harassment.
  • Pelaku kejahatan sexual harassment yang tidak mendapatkan punishment atau hukuman konsekuensi dari tindakan kejahatan yang dilakukannya. Dimana perusahaan tersebut yang tidak menganggap serius akan kasus sexual harassment dan tidak memberikan sanksi yang setimpal kepada pelaku, ini yang akan menyebabkan sexual harassment menjadi hal yang biasa dan tidak serius, padahal perilaku ini sangatlah merugikan (Fernanda, 2021)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun